BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
|
REFERAT
JUNI 2016
|
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN
OSTEOMIELITIS
Pembimbing
:
Letkol
Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE., M.Kes.
Lettu
Laut (K) dr. Andika Agus
Disusun Oleh:
1.
Tri Rahmawati (2009-83-005)
2.
Zainuddin S. Hadisaputra (2009-83-009)
3.
Almajid (2009-83-019)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS
KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT
RSAL Dr.
F.X SUHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN OSTEOMIELITIS
A.
Osteomielitis
a.
Pendahuluan
Penyakit infeksi adalah salah
satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia. Salah satu penyakit infeksi
yang mengenai tulang adalah osteomielitis. Osteomielitis merupakan suatu proses
peradangan pada tulang yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme (bakteri dan
jamur).
Di negara-negara berkembang
osteomielitis masih merupakan masalah dalam bidang orthopedi.
Di Indonesia osteomielitis
masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang masih rendah, diagnosis
yang terlambat, angka kejadian tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan
osteomielitis memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi, serta banyak pasien
dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan sudah menjadi osteomielitis.
Osteomielitis dapat mengenai
tulang-tulang panjang, vertebra,tulang pelvis, tulang tengkorak dan mandibula.
Mikroorganisme bisa mencapai tulang dan sendi baik melalui trauma langsung pada
kulit misalnya akibat tusukan kecil, luka bacok, laserasi, fraktur terbuka atau
karena operasi atau secara tidak langsung melalui aliran darah dari bagian lain
misalnya hidung atau mulut, traktus respiratorius, usus atau traktus
genitourinarius.
Insidensi
osteomyelitis berkisar antara 0,1–1,8% dari populasi orang
dewasa. Prevalensinya pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun adalah 1
kasus per 1000 populasi sedangkan pada anak-anak yang lebih tua adalah 1 kasus
dari 5000 populasi. Prevalensi osteomyelitis kronik berkisar antara 5-25%
dari kasus osteomyelitis akut.
Mortalitas
osteomyelitis terjadi sekitar 5-25% dan ada pula yang melaporkan hingga 40%
pada era sebelum antibiotik ditemukan. Sekarang, mortalitas telah mencapai
angka 0%. Sedangkan morbiditas mencapai angka 5% menjadi komplikasi. Komplikasinya
antara lain adalah arthritis septik, kerusakan jaringan lunak sekitar,
keganasan, amiloidosis sekunder, dan fraktur patologis.
b.
Definisi
Ostemomielitis adalah
suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya
yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam kepustakaan lain dinyatakan
bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme
piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini
dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan
sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Dorland, 2002). Berasal
dari kata osteon (tulang) dan myelo (sumsum tulang) digabungkan dengan itis
(peradangan) yang didefinisikan sebagai keadaan klinis dimana tulang terinfeksi
oleh mikroorganisme. Dalam tiga puluh tahun terakhir, patogenesis penyakit ini
hampir dapat diklarifikasi dan banyak faktor yang telah diidentifikasi mengenai
infeksi tersebut.
c.
Klasifikasi
Osteomielitis secara umum
dapat dibagi menjadi jenis piogenik dan nonpiogenik. Namun terdapat jenis
pengklasifikasian lainnya, seperti berdasarkan perjalanan klinis, yaitu
osteomielitis akut, atau kronis (aktif dan tidak aktif), yang tergantung
intensitas dari proses infeksi dan gejala yang terkait. Dari sudut pandang
patologi anatomi, osteomielitis dapat dibagi menjadi osteomielitis bentuk diffuse dan lokal (focal), dengan yang
kedua disebut sebagai abses tulang. Kategori ketiga dalam klasifikasi ini
adalah osteomielitis yang timbul karena insufisiensi vaskular.
Osteomielitis Akut
Biasanya disertai dengan gejala septikemia, seperti febris, malaise dan
anoreksia. Infeksi dapat pecah ke subperiosteum, kemudian menembus subkutis dan
menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melalui rongga subperiosteum ke
diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis
medularis. Penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan merusak pembuluh
darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut
sekuester. Periosteum akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati
tersebut. Tulang baru yang menyelimuti tulang mati tersebut dinamakan
involukrum. Perubahan jaringan lunak dapat terjadi secara nyata, terutama pada
bayi. Pembengkakan, dengan edema dan timbunan lemak yang kabur dapat terlihat.
Osteoporosis dapat dilihat antara hari kesepuluh sampai empat belas dari onset
timbulnya penyakit. Pada anak-anak seringkali terjadi pada metafisis.
Involucrum dapat terlihat setelah tiga minggu dan terjadi lebih banyak pada
bayi dan anak-anak daripada orang dewasa. Tempat keluarnya dan dekompresi pus
yang terjadi dapat mencegah kompresi vaskuler dan terjadinya infark, dan
penyembuhan. Pemeriksaan CT yang konvensional tidak dapat mendeteksi sekuester.
Sekuester terlihat sebagai fragmen-fragmen dari tulang padat diantara proses
destruksi tulang lokal. Pengobatan dengan antibiotik dan/atau pembedahan,
memberi pengaruh pada perjalanan penyakitnya dengan pembentukan tulang baru
yang dapat ditemukan. Dengan terapi yang adekuat pada bayi dan anak-anak,
harapan untuk kembali normal besar kecuali terjadi kerusakan pada lempeng
epifisis dan epifisis, sehingga pertumbuhan tulang yang abnormal dapat terjadi.
Pada orang dewasa, pengaruhnya tulang sering menyisakan daerah sklerotik dan
bentuk yang ireguler. Gambaran radiografi tidak pernah bisa kembali normal pada
kasus yang terlambat diketahui.
Osteomielitis Kronis
memiliki ciri khas panjangnya gejala klinis, periode diam (quiescence) yang
panjang, dan eksaserbasi berulang. Saluran sinus antara tulang dan kulit dapat
menghasilkan material yang purulent dan kadang-kadang membuat potongan-potongan
tulang yang nekrotik. Peningkatan produksi material yang purulent, nyeri, atau
bengkak sebagai tanda suatu eksaserbasi, disertai dengan peningkatan kadar C reactive protein (CRP) dan ESR. Demam
jarang terjadi kecuali bila obstruksi dari saluran sinus menyebabkan infeksi
jaringan lunak. Komplikasi akhir yang jarang ialah fraktur patologis, karsinoma
sel skuamosa pada saluran sinus, dan amiloidosis.
Klasifikasi lain yang
biasa digunakan digambarkan oleh Cierny dkk. Sistem ini, dikenal sebagai
klasifikasi Cierny-Mader, meliputi 4 stadium anatomi:
1.
Stadium
1, atau medulari, osteomielitis hanya terbatas pada rongga medula tulang.
Osteomielitis hematogen dan adanya infeksi pada intramedulla adalah contoh stadium
ini.
2.
Stadium
2, atau superfisial, osteomielitis hanya melibatkan tulang kortikal dan
biasanya berasal dari inokulasi langsung atau fokus infeksi yang berdekatan.
3.
Stadium
3, atau lokal, osteomielitis biasanya melibatkan bagian kortikal dan medula
dari tulang. Namun, dalam tahap ini, tulang masih stabil karena proses infeksi
tidak melibatkan seluruh diameter tulang.
4.
Stadium
4, atau difus, osteomielitis melibatkan seluruh ketebalan tulang, dengan
hilangnya stabilitas.
Dengan sistem ini, pasien
dengan osteomielitis diklasifikasikan sebagai host A, B, atau C. Pada host A
tidak memiliki faktor kompromis sistemik atau lokal, host B dipengaruhi oleh
satu atau lebih faktor kompromis, dan host C dipengaruhi oleh faktor kompromise
yang banyak sehingga diperlukan pengobatan radikal yang memiliki rasio risiko tinggi
(Tabel I).
Meskipun definisi C host hanya
untuk beberapa tanda subjektif, klasifikasi ini tampaknya menjadi nilai dalam
praktek klinis dan telah digunakan dalam beberapa penelitian klinis dari
pengobatan antibiotik dan operatif.
d.
Etiologi
Pada
dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur,
dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering
disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri.
Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%),
Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada
periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok
B streptokokus seringkali bersifat patogen. (Robbins 2007).
Bakteri
penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:
- Osteomielitis hematogenus akut
a. Bayi baru lahir (kurang
dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan
kelompok Streptococcus α dan β.
b. Anak-anak (usia
4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan β, Haemophilus influenzae, dan
Enterobacter.
c. Remaja (usia 4 tahun
sampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok Streptococcus α,
H influenzae, dan Enterobacter
d. Dewasa: S. aureus
dan kadang-kadang Enterobacter dan Streptococcus.
- Osteomielitis langsung
umumnya disebabkan
oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies pseudomonas. Tusukan melalui
separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas. Penyakit sel sabit :
staphylococcus dan salmonella.
e.
Epidemiologi
Epidemiologi
osteomielitis memiliki beberapa kecenderungan yang luas. Insiden osteomielitis
hematogen tampaknya menurun. Dalam sebuah penelitian, di Glasgow, Skotlandia,
dari 275 kasus osteomielitis hematogen akut pada anak di bawah 13 tahun, terdapat
laporan penurunan
kejadian dari 87 sampai 42 per 10.000 per tahun selama periode 20 tahun
penyelidikan. Jumlah kasus osteomielitis yang melibatkan tulang panjang menurun
sementara pada sumber lain tingkat osteomielitis tetap sama. Prevalensi infeksi
Staphylococcus aureus juga menurun,
dari 55% menjadi 31%, selama periode 20 tahun. Berbeda dengan osteomielitis
hematogen, kejadian osteomielitis karena inokulasi langsung atau fokus infeksi
yang berdekatan meningkat.
Hal ini mungkin akibat kecelakaan kendaraan
bermotor dan meningkatnya jumlah penggunaan perangkat fiksasi ortopedi dan
implan sendi. Laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pada perempuan
pada osteomielitis oleh karena infeksi fokus yang berdekatan. Pada akhirnya,
osteomielitis terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada pasien immunocompromise.
Tingkat
mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis
atau keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. Tidak ada peningkatan
kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras. Pria memiliki
resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-kanak,
memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang
dewasa.
Secara
umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis
akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada
anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis
berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan
remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada
orang tua dari 45 tahun.
f.
Patogenesis
Infeksi dapat terjadi
secara : 1. Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit, tenggorok. 2.
Kontaminasi dari luar yaitu fraktur terbuka dan tindakan operasi pada tulang 3.
Perluasan infeksi jaringan ke tulang di dekatnya.
Mikroorganisme memasuki
tulang bisa dengan cara penyebarluasan secara hematogen, bisa secara penyebaran
dari fokus yang berdekatan dengan infeksi, atau karena luka penetrasi. Trauma,
iskemia, dan benda asing meningkatkan kerentanan tulang akan terjadinya invasi
mikroba pada lokasi yang terbuka (terekspos) yang dapat mengikat bakteri dan
menghambat pertahanan host. Fagosit mencoba untuk menangani infeksi dan, dalam
prosesnya, enzim dilepaskan sehingga melisiskan tulang. Bakteri melarikan diri
dari pertahanan host dengan menempel kuat pada tulang yang rusak, dengan
memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan melapisi tubuh dan lapisan
yang mendasari tubuh mereka sendiri dengan pelindung biofilm yang kaya
polisakarida. Nanah menyebar ke dalam saluran pembuluh darah, meningkatkan
tekanan intraosseous dan mempengaruhi aliran darah.
Disebabkan infeksi yang
tidak diobati sehingga menjadi kronis, nekrosis iskemik tulang menghasilkan
pemisahan fragmen devaskularisasi yang besar (sequester). Ketika nanah menembus
korteks, subperiosteal atau membentuk abses pada jaringan lunak, dan
peningkatan periosteum akan menumpuk tulang baru (involucrum) sekitar
sequester. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan kongesti atau tersumbatnya
pembuluh darah merupakan temuan histologis utama osteomielitis akut. Fitur yang
membedakan dari osteomielitis kronis, yaitu tulang yang nekrosis, dicirikan
oleh tidak adanya osteosit yang hidup. Terdapat sel mononuklear yang dominan
pada infeksi kronis, dan granulasi dan jaringan fibrosa menggantikan tulang
yang telah diserap kembali oleh osteoklas. Pada tahap kronis, organisme mungkin
terlalu sedikit untuk dilihat pada pewarnaan.
Gambar
1. Osteomielitis akut. (a) infeksi pada metafisis; (b) beberapa dari tulang
yang mati, terlepas dan membentuk sebuah sequestrum; (c) pembentukan involucrum
yang akan mengalami perforasi sinus. [sumber: Apley’s system of orthopaedics and fractures.2010].
Tabel 2. Osteomielitis hematogen pada
kasus yang tidak diobati
Osteomyelitis sering
menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism,
penggunaan steroid yang berkepanjangan,
immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah
salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur
terbuka.
g.
Diagnosis
Manifestasi klinik
Anak-anak dengan
osteomielitis hematogen memiliki tanda-tanda infeksi akut termasuk demam,
iritabilitas, letargi, dan tanda-tanda peradangan lokal. Namun, dalam sebuah
studi pada 68 anak, 50% dari memiliki gejala yang samar, termasuk nyeri pada
tungkai antara durasi 1 sampai 3 bulan dapat disertai peningkatan suhu.
Anak-anak dengan osteomielitis hematogen biasanya memiliki jaringan lunak yang
tidak terinfeksi yang membungkus tulang yang terinfeksi dan mampu memberikan
respon pertahanan efektif terhadap infeksi. Sendi biasanya terhindar dari
infeksi kecuali sudah terjadi metafisis diintracapsular, seperti yang ditemukan
di bagian proksimal dari radius, humerus, atau femur.
Orang dewasa dengan
osteomielitis hematogen primer atau rekuren biasanya hadir dengan gejala samar
yang terdiri dari nyeri spesifik dan demam dengan durasi 1 sampai 3 bulan.
Namun, gejala klinis akut seperti demam, menggigil, pembengkakan, dan eritema pada
tulang yang terlibat kadang-kadang terlihat. Sumber bakteremia mungkin dari infeksi
kulit kecil atau infeksi yang lebih serius seperti endokarditis bakteri akut
atau subakut. Osteomielitis hematogen yang melibatkan baik tulang panjang atau
vertebra adalah komplikasi dari penggunaan narkoba suntikan.
Pasien dengan osteomyelitis
karena fokus infeksi yang berdekatan sering hadir pada tulang yang terlokalisir
dan nyeri sendi, eritema, bengkak, dan disekitar daerah drainase dari trauma,
operasi, atau infeksi luka. Tanda-tanda bakteremia seperti demam, menggigil,
dan berkeringat di malam hari mungkin ada dalam fase akut osteomielitis tetapi tidak
terlihat dalam fase kronis.
Baik osteomielitis hematogen
dan fokus infeksi yang berdekatan dapat berkembang menjadi kondisi kronis.
Kehilangan tulang lokal, pembentukan sequestrum, dan sclerosis tulang umum
terjadi. Drainase dan / atau jalur sinus persisten sering ditemukan berdekatan
dengan daerah infeksi. Pasien biasanya datang dengan nyeri kronis dan drainase.
Demam ringan, tingkat sedimentasi eritrosit biasanya meningkat, mencerminkan
peradangan kronis, tetapi jumlah leukosit darah biasanya normal. Penyakit
kronis biasanya hadir baik progresif lambat ataupun non progresif. Jika saluran
sinus tersumbat, pasien mungkin hadir dengan abses lokal dan / atau infeksi
jaringan lunak akut.
Studi Laboratorium
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal.
Adanya pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah
leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi
dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna
daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya
peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%),
namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan
LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis
kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
Sejumlah tes laboratorium
yang berbeda harus dilakukan pada pasien dengan osteomielitis untuk memantau
toksisitas obat (tingkat kreatinin serum dan tes fungsi hati), status gizi
(kadar serum albumin dan total iron-binding capacity), dan komorbiditas (misalnya, kadar glukosa darah untuk
pasien dengan diabetes).
Kultur
Diagnosis dan penentuan
etiologi osteomielitis pada tulang panjang tergantung pada isolasi patogen
dalam kultur spesimen dari lesi tulang, darah, atau cairan sendi. Pada pasien
dengan Cierny-Mader – stadium 1, atau hematogen, osteomielitis, kultur dari
darah atau cairan sendi yang positif dapat tidak dilakukan ketika pada
radiografi terbukti osteomielitis. Kecuali osteomielitis hematogen, yang pada
kultur darah atau cairan sendi mungkin dapat dilakukan, dan bila positif, pengobatan
antibiotik osteomielitis harus didasarkan pada studi sensitivitas dari kultur
tulang diambil pada saat debridement atau dalam biopsi tulang. Jika
memungkinkan, kultur spesimen harus diperoleh sebelum antibiotik dimulai.
Namun, secara empiris pemberian antibioti dimulai sebelum kultur spesimen
diperoleh. Dalam hal ini, rejimen empirik harus dihentikan selama tiga hari
sebelum pengambilan sampel untuk kultur. Kultur spesimen dari saluran sinus
tidak dapat diandalkan untuk memprediksi organisme yang akan diisolasi dari tulang
yang terinfeksi. Namun, korelasi positif telah ditemukan antara pertumbuhan Staphylococcus aureus pada kultur
spesimen dari saluran sinus dan pada kultur tulang.
Teknik mikrobiologi
konvensional biasanya digunakan untuk diagnosis osteomielitis. Namun, beberapa
penulis telah menetapkan bahwa meningkatkan teknik untuk pengolahan bahan
purulen dapat menghasilkan persentase yang lebih tinggi dari strains yang
terisolasi. Teknik lisis-sentrifugasi
telah dijelaskan untuk meningkatkan sensitivitas pada sample kultur
osteomielitis. Polymerase chain reaction,
dikenal sebagai teknik amplifikasi gen, telah digunakan dalam diagnosis infeksi
tulang pada patogen yang sulit, seperti seperti Mycoplasma pneumoniae, Brucella
spesies, Bartonella henselae, dan spesies
Mycobacterium TB dan nontuberculous. Polymerase chain reaction telah
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis di formaldehida
solution-fixed, sampel jaringan-parafin yang ada pada pasien dengan Pott disease.
Pencitraan
Beberapa pencitraan yang bias
digunakan untuk osteomiyelitis yaitu :
1.
Radiografi
Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama
kali diusulkan oleh adanya edema jaringan
lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan
tulang tidak terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi
sebagai elevasi periosteal diikuti oleh
lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90%
pasien menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan
fokus tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.
2.
MRI
Pencitraan resonansi magnetik telah
diakui sebagai modalitas berguna untuk mendiagnosa keberadaan dan infeksi
muskuloskeletal. Resolusi pencitraan resonansi magnetik berguna untuk
membedakan antara tulang dan infeksi jaringan lunak, yang sering menjadi masalah
dengan menggunakan radionuklida. Sensitivitas berkisar
antara 90-100%.
3.
Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang,
scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan
MRI. Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas
yang tinggi dan spesifisitas pada orang dewasa dengan temuan normal
pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis menurun dalam
pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang.
Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari
pemindaian lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67
gallium dan / atau indium 111. Pada 99m-technetium polifosfat scan mendemonstrasikan peningkatan
akumulasi isotop di bidang peningkatan aliran darah dan formasi reaktif pada
tulang baru. Scan technetium-99m
mungkin negatif untuk pasien dengan osteomielitis karena terjadi penurunan
aliran darah ke area yang terinfeksi
4.
CT
scan
CT scan aksial mungkin memainkan
peran dalam diagnosis osteomielitis. Peningkatan kepadatan tulang sumsum terjadi
di awal perjalanan infeksi, dan gas intramedulla telah dilaporkan pada pasien
dengan osteomielitis hematogen. Computed
tomography dapat membantu mengidentifikasikan tulang yang nekrotik dan
menunjukan keterlibatan jaringan lunak sekitarnya. Salah satu keuntungan dari
ini adalah adanya scatter phenomenon,
yang hadir ketika gambaran logam muncul didalam atau dekat tulang yang
terinfeksi dan menghasilkan kehilangan resolusi gambar.
5.
Ultrasonografi
Teknik sederhana dan
murah telah menjanjikan, terutama pada anak
dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan
perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan
termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan
dan elevasi periosteal. Tidak memungkinkan untuk evaluasi
korteks tulang.
6.
Terapi
Pengobatan yang tepat
untuk osteomielitis meliputi drainase yang memadai, debridement menyeluruh,
obliterasi ruang mati, perlindungan luka, dan cakupan antimikroba spesifik.
Jika pasien adalah host yang
kompromise, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki atau mengurangi defek pada host. Perhatian secara khusus diberikan
untuk nutrisi, program berhenti merokok, dan pengendalian penyakit tertentu
seperti diabetes. Dengan demikian, dilakukan usaha untuk meningkatkan status kesehatan
gizi, dan pembuluh darah dari pasien untuk mendapatkan perawatan yang optimal
dari penyakit yang mendasari apapun. Idealnya, standar perawatan melibatkan
pendekatan tim termasuk spesialis penyakit menular, dokter bedah plastik, dan
dokter konsultasi lainnya yang sesuai.
Pengobatan Antibiotik
Banyak aspek pengobatan
antibiotik osteomielitis belum sepenuhnya diselidiki. Biasanya durasi
pengobatan di sebagian besar tahapan osteomyelitis (Cierny-Mader Tahapan 1, 3,
dan 4) adalah 4 sampai 6 minggu. Alasan untuk durasi ini didasarkan pada hasil studi
pada hewan dan pengamatan bahwa revaskularisasi tulang setelah debridement
memakan waktu sekitar empat minggu. Penggunaan antibiotik intravena atau oral
(6 bulan atau lebih) telah dicoba oleh beberapa peneliti, tetapi hasil dari uji
coba tersebut memberikan perbaikan yang kurang bermakna dibandingkan dengan
mereka yang mengikuti 6 minggu terapi. Kegagalan terjadi pada semua uji klinis,
berapapun masa pengobatannya, sebagian besar kegagalan terjadi akibat dari
munculnya strain resisten atau debridemen yang tidak kuat.
Terapi rawat jalan dengan
akses kateter intravena, seperti kateter dimasukkan perifer pusat, kateter
Hickman, atau kateter Groshong, telah terbukti mengurangi biaya pengobatan dan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Obat yang terbukti berkhasiat
dalam pengobatan oral osteomielitis adalah klindamisin, rifampisin,
kotrimoksazol, dan fluoroquinolones (Tabel III). Klindamisin, antibiotik
lincosamide aktif terhadap sebagian besar bakteri gram positif, memiliki
bioavailabilitas yang sangat baik dan saat ini diberikan secara oral setelah
pengobatan intravena awal dalam durasi 1 sampai 2 minggu. Linezolid, antibiotik
oral dan intravena aktif terhadap methicillin-resistant
staphylococcus, telah terbukti efektif untuk mengobati infeksi serius,
termasuk osteomielitis. Terapi oral dengan kuinolon untuk organisme gram
negatif saat ini sedang digunakan pada pasien dewasa dengan osteomielitis.
Kuinolon generasi kedua (ciprofloxacin dan ofloxacin) memiliki aktivitas yang
buruk terhadap spesies Streptococcus,
spesies Enterococcus, dan bakteri anaerobic
lainnya. Kuinolon generasi ketiga (levofloxacin dan gatifloksasin) memiliki
aktivitas yang sangat baik terhadap spesies Streptococcus
tetapi memiliki cakupan minimal pada bakteri anaerobik. Generasi keempat
kuinolon trovafloxacin memiliki cakupan yang sangat baik dari spesies Streptococcus dan organisme anaerobik.
Trovafloxacin disetujui hanya untuk pengobatan rawat inap dan harus digunakan
dengan hati-hati karena, dalam kasus yang jarang, dapat menyebabkan toksisitas
hati yang serius. Tak satu pun dari kuinolon memiliki aktifitas yang terpercaya
pada spesies Enterococcus. Kuinolon yang
tersedia saat ini menunjukkan cakupan variabel Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
epidermidis, dan resistensi obat golongan kuinolon generasi kedua dan
ketiga telah meningkat. Untuk bakteri methicillin-sensitif
Staphylococcus aureus harus digunakan dengan antibiotik oral yang lain
seperti klindamisin atau ampisilin-sulbaktam. Karena absorbsi yang sangat baik,
kuinolon dapat diberikan secara oral segera setelah pasien mampu meminum obat.
Dosis tinggi dari kelas kuinolon antibiotik telah dilaporkan merusak tulang rawan
artikular pada hewan muda, temuan ini telah memberikan beberapa kekhawatiran
mengenai penggunaan jangka panjang dari obat ini pada bayi dan anak-anak. Oleh
karena itu, dalam sebagian besar keadaan, pasien anak tidak boleh diberikan
kelas kuinolon antibiotik.
Keputusan untuk
menggunakan oral daripada antibiotik parenteral harus didasarkan pada hasil sensitivitas
mikroorganisme, kepatuhan pasien, konsultasi kepada ahli penyakit menular, dan
pengalaman dokter bedah.
Kombinasi antibiotik
parenteral dan oral yang telah digunakan dalam beberapa situasi. Rifampisin oral
saat ini digunakan sebagai obat kombinasi parenteral dan oral untuk infeksi Staphylococcus aureus. Namun seharusnya
penggunaan ini tidak dilakukan secara tunggal karena dapat mempercepat
resistensi kuman.
Meskipun aktivitas serum
bakterisidal telah dikaitkan dengan hasil yang menguntungkan dalam pengobatan
osteomielitis hematogen pada umumnya, namun tidak perlu memantau level serum bacterisidal karena kebanyakan kegagalan pengobatan mungkin karena kurangnya
debridement yang memadai daripada antibiotik yang tidak adekuta. Mungkin perlu memantau
level serum bacterisidal pada pasien dengan organisme relatif resisten
atau untuk mengukur efektivitas terapi antibiotik oral.
Idealnya, pengobatan
osteomielitis harus didasarkan pada hasil kultur tulang. Setelah spesimen
kultur diperoleh dengan cara biopsi tulang atau selama debridement, rejimen
antimikroba parenteral dimulai untuk melindungi patogen klinis yang dicurigai.
Setelah organisme diidentifikasi, pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan
sensitivitas mikroorganisme yang terisolasi (Tabel III). Namun, ketika pasien
sakit akut, pengobatan antibiotik tidak boleh ditunda untuk menunggu
debridement tulang.
Pengobatan Antibiotik Berdasarkan Stadium
Stadium-1 osteomielitis
(Gambar. 1) pada anak-anak biasanya dapat diobati dengan antibiotik tunggal
karena tulang anak-anak sangat vaskular dan memiliki respon yang efektif
terhadap infeksi. Stadium-1 osteomielitis pada orang dewasa (Gambar. 2) lebih
tahan terhadap terapi dan biasanya diobati dengan antibiotik dan intervensi
operatif. Pasien diobati dengan terapi antimikroba parenteral yang sesuai selama
4 minggu, terhitung dari terapi inisiasi atau dari debridement operasi
terakhir. Jika manajemen medis awal gagal dan pasien secara klinis terganggu
oleh infeksi berulang, tulang dan / atau debridement jaringan lunak diperlukan
terapi antibiotik lagi selama 4 minggu.
Terapi antibiotik oral
dapat digunakan untuk mengobati stadium-1 osteomielitis pada anak-anak. Namun,
dalam kebanyakan studi dalam literatur, anak-anak awalnya menerima 1 hingga 2
minggu terapi antibiotik parenteral sebelum berubah ke terapi oral. stadium-2
osteomielitis (Gbr. 3), antibiotik jangka pendek biasanya diperlukan. Dalam
sebuah studi di mana penggunaan antibiotik selama 2 minggu diberikan saat debridement
dari korteks dan mencangkup jaringan lunak. Osteomyelitis dapat ditahan hamper
100% pada host A dan 79% pada host B.
Kami melakukan pengobatan
pada pasien stadium-3 atau 4 dari osteomielitis dengan terapi antibiotik selama
4-6 minggu, terhitung dari debridemen terakhir. Tanpa debridemen yang adekuat
kegagalan akan semakin besar selama pengobatan. Walaupun semua jaringan
nekrotik sudah di debridement jaringan sekitarnya harus bebas dari kontaminasi
patogen. Hal ini merupakan hal yang penting selama 4 minggu pengobatan.
Osteomyelitis dapat ditahan sekitar 98% pada host A dan 80% (stadium 4) sampai 92% (stadium 3) pada host B.
Terapi Supresif Antibiotik
Ketika pengobatan
operatif osteomielitis tidak dapat dilakukan, terapi antibiotik supresif,
biasanya diberikan secara oral, biasanya diberikan untuk mengendalikan penyakit
dan untuk mencegah perkembangan penyakit. Idealnya, obat supresif harus
memiliki bioavailabilitas yang baik, memiliki toksisitas rendah, dan dapat
menembus tulang secara memadai. Rejimen supresif harus berdasarkan hasil kultur.
Mikroorganisme penyebab harus rentan terhadap antibiotik atau antibiotik dapat
digunakan untuk supresif. Terapi supresif untuk infeksi di sekitar implan
ortopedi telah dipelajari secara ekstensif. Rifampisin (dalam kombinasi dengan
antibiotik lainnya), asam fusidic, ofloksasin, dan kotrimoksazol telah
diberikan, selama 6 sampai 9 bulan, untuk pasien yang memiliki infeksi
disekitar implan. Setelah penghentian pengobatan, terdapat 26 dari 39 pasien
(67%) yang diobati dengan cotrimoxazole tidak mengalami kekambuhan infeksi
selama follow up, 11 (55%) dari 20 pasien yang diobati dengan asam fusidic dan
rifampisin, dan 11 (50%) dari 20 dua diobati dengan rifampisin dan ofloxacin.
Kegagalan pengobatan disebabkan oleh infeksi yang menetap atau resistensi
terhadap antibiotik. Efektifitas terapi supresif mungkin menyebabkan
perpanjangan waktu bakteri untuk bereplikasi atau mungkin karena ditekannya
aksi glycocalyx terhadap sel. Efektifitas pengobatan supresif osteomyelitis
pada tulang panjang tanpa implan di tempat belum ditentukan.
Terapi supresif biasanya
diberikan selama 6 bulan. Jika terdapat infeksi berulang setelah penghentian
terapi, baru dilakukan terapi supredif seumur hidup.
Pengobatan Operatif
Manajemen operatif
osteomielitis bisa sangat menantang. Prinsip-untuk mengobati setiap infeksi
berlaku untuk pengobatan infeksi pada tulang. Prinsip-prinsip ini meliputi
drainase yang adekuat, debridement luas dari semua jaringan nekrotik,
obliterasi ruang mati (dead space), perlindungan terhadap jaringan lunak yang adekuat,
dan memperbaiki efektifitas aliran darah. Pengobatan operatif pada host yang kompromise bahkan lebih
menantang. Gangguan fungsional yang disebabkan oleh penyakit, operasi
rekonstruksi, dan akibat metabolik terhadap terapi yang agresif mempengaruhi
pemilihan pasien untuk melakukan pengobatan. Terkadang, prosedur yang
diperlukan untuk meringankan penyakit tersebut dapat menyebabkan hilangnya
fungsi, tungkai, atau kehidupan dari host.
Oleh karena itu, pengobatan operatif standar osteomielitis tidak dapat
dilalukan pada semua kasus tersebut dan pada beberapa pasien yang terancam
jiwanya pengobatan radikal dapat dipilih seperti amputasi atau menggunakan
terapi antibiotic supresi.
Debridemen Tulang
Tujuan debridement adalah
meninggalkan jaringan yang sehat dan layak. Debridement tulang dilakukan sampai
terdapat titik-titik pendarahan atau paprika
sign. Namun, bahkan ketika semua jaringan nekrotik telah di debridement secara
tepati, jaringan yang tersisa dipertimbangkan telah terkontaminasi. Baru-baru
ini, telah dilakukan penelitian pada tindakan operasi debridemen secara luas
pada pasien yang normal dan pasien kompromise, dimana host kompromise yang diobati secara reseksi marginal (yaitu dengan
clearance margin < 5 mm) memiliki kekambuhan yang lebih tinggi dari orang
normal. Menurut penulis studi tersebut, reseksi secara luas tampaknya jauh
lebih penting pada kompromise host,
sedangkan reseksi marjinal mungkin dapat diterima pada host yang normal.
Rekonstruksi Defek pada Tulang dan
Manajemen Dead Space
Debridement yang adekuat dapat
meninggalkan defek yang besar pada tulang, yang disebut sebagai dead space. Ruang ini adalah masalah
karena vaskularisasinya yang buruk yang merupakan predisposisi untuk infeksi
menetap. Manajemen yang tepat dari setiap dead
space yang disebabkan oleh debridement harus dapat mencegah infeksi dan
menjaga integritas rangka. Tujuan dari manajemen dead space adalah untuk menggantikan tulang yang mati dan jaringan
parut dengan jaringan vaskurarisasi yang tahan lama. Graft/cangkok tulang dengan vaskularisasi
telah terbukti sukses untuk mengisi dead space tersebut. Graft ini biasanya
diperoleh dari fibula atau ilium. Menutup/flaps
dengan jaringan lokal atau jaringan bebas juga dapat digunakan untuk mengisi dead space. Teknik alternatif adalah dengan
menempatkan graft tulang
cancellous dibawah jaringan lokal atau bila perlu dapat ditambahkan transfer
jaringan. Perencanaan pra operasi secara hati-hati sangat penting pada pasien
yang memiliki cadangan tulang cancellous terbatas. Open graft
cancellous tanpa jaringan lunak berguna apabila transfer jaringan bukanlah
suatu pilihan dan flaps jaringan
lokal tidak memadai.
Antibiotic-impregnated
acrylic beads dapat
digunakan untuk mensterilkan dan memelihara dead
space secara sementara. Beads biasanya
dihilangkan dalam waktu 2-4 minggu dan diganti dengan graft tulang kanselus. Antibiotik yang paling umum digunakan dalam beads adalah vankomisin, tobramycin, dan
gentamisin. Tingkat penahanannya terhadap osteomielitis berkisar dari 55% pada
studi 54 pasien, 96% pada studi 46 pasien. Karena sebagian besar beads bertindak sebagai biomaterial di permukaan
sehingga bakteri dapat menempel, sehingga dapat menyebabkan infeksi yang
disebabkan oleh beads. Untuk
menghindari masalah seperti itu, telah digunakan antibiotic-impregnated beads yang telah
digunakan baru-baru dan telah menunjukkan aktifitas antibiotic-release yang
menguntukan. Penambahan graf tulang
calcellous antibiotic-impregnated
beads telah dilakukan percobaan pada 46 pasien, dan
95% dapat ditahan. Antibiotik
(klindamisin dan amikasin) juga telah diberikan langsung ke dead space dengan pompa implan, dan pemberian
antibiotic sistemik local tingkat tinggi sampai rendah dilakukan.
Pilihan tambahan yang
dapat membantu penyembuhan luka jaringan lunak adalah sistem vakum, sebuah alat
dengan tekanan negatif lokal di atas permukaan luka dan membantu penarikan cairan.
Dalam satu studi kasus anak-anak, sistem ini membantu untuk meningkatkan
pembentukan jaringan granulasi dan penyembuhan cedera jaringan lunak yang luas. Herscovici dkk. juga
menunjukkan kegunaannya sebagai terapi tambahan untuk cedera jaringan lunak,
dalam sebuah studi non-random sebanyak
21 pasien yang memiliki trauma yang berkelanjutan; penulis melaporkan bahwa 57%
dari pasien tidak memerlukan pengobatan tambahan atau split-graft skin yang tebal setelah sekitar 20 hari pengobatan dengan
tekanan negatif. Manfaat sistem vakum sangat menjanjikan; Namun, untuk
pengetahuan kita, tidak ada uji klinis terkontrol yang dapat menentukan keberhasilan
dan risiko pada pasien dengan osteomielitis. Para penulis dari salah satu studi
kasus melaporkan bahwa sistem vakum memiliki potensi untuk perkembangan infeksi
luka anaerob.
Stabilisasi Tulang
Jika terdapat
ketidakstabilan pada tulang di tempat infeksi, pastikan untuk mengambil
tindakan guna mencapai stabilitas dengan plates,
screws, rods dan / atau fixator eksternal. Fiksasi
eksternal lebih disukai daripada fiksasi internal karena memiliki kecenderungan
menjadi infeksi sekunder di medula dan menyebar menjadi infeksi luas. fiksasi
eksternal Ilizarov memungkinkan rekonstruksi defek secara segmental dan resiko
infeksi non-unions menjadi sulit.
Metode ini didasarkan pada teknik distraksi osteogenesis dimana osteotomi
dibuat di daerah metaphisial tulang secara bertahap untuk mengisi defek pada
tulang. Teknik Ilizarov digunakan untuk kasus-kasus osteomielitis sulit ketika
stabilisasi dan pemanjangan tulang diperlukan. Metode ini juga dapat digunakan
untuk mengkompresi non-unions dan
untuk memperbaiki malunions. Dalam
studi dimana teknik ini digunakan, rata-rata dapat menahan osteomielitis berkisar
antara 75% pada 28 pasien dan 100% pada 11 pasien.
Pelindung untuk Jaringan lunak
Perlindungan jaringan
lunak yang adekuat diperlukan untuk menahan osteomielitis. Defek kecil pada
jaringan lunak dapat ditutupi dengan split
skin graft yang tebal. Sekarang ini defek besar pada jaringan lunak atau pembungkus
jaringan lunak yang inadekuat, flaps otot lokal dan flaps vaskularisasi
otot dapat dilakukan pada stadium-1 dan stadium-2. Transfer dari flaps otot
lokal dan flaps vaskularisasi otot memperbaiki lingkungan yang biologis dengan
membawa suplai darah yang penting untuk mekanisme pertahanan host, pemberian antibiotik, dan penyembuhan
tulang dan jaringan lunak.
Flaps otot lokal dan
mikrovaskuler serta flaps mikrovaskuler tunggal telah digunakan dalam kombinasi
dengan antibiotik dan debridement. Tingkat penahanan terhadap osteomielitis
yang berkisar antara 90% dalam studi 33 pasien, 100% dalam studi 18 pasien.
Pada akhirnya,
penyembuhan dengan cara sekunder harus khawatir bila jaringan parut yang
mengisi defek mungkin akan menjadi avascular. Penutupan luka harus dilakukan
bila meningkinkan.
Meskipun terdapat
kemajuan antibiotik dan pengobatan operatif, osteomielitis tetap sulit untuk diobati.
Bakteri dapat mencapai tulang melalui aliran darah, dari fokus infeksi yang
berdekatan, sebagai akibat dari trauma tembus, atau dari intervensi operatif.
Tulang yang nekrosis terjadi diawal, mengarah ke proses kronis dan mempersulit
utuk kemungkinan eradikasi kuman. Adanya jaringan dengan vaskularisasi yang
buruk, perlekatan bakteri distruktur tulang dan implan, dan replikasi bakteri yang
lambat semuanya berkontribusi menyebabkan infeksi yang menetap. Pengobatan yang
tepat untuk osteomielitis terdiri dari terapi antimikroba yang adekuat dan
debridement operatif semua tulang dan jaringan lunak yang nekrotik. Pengobatan
antibiotik harus ditentukan berdasarkan hasil kultur dan mengidentifikasi
sensitivitasnya terhadap antibiotik. Pengobatan sering melibatkan kombinasi dari
antibiotik. Pengobatan operatif harus mencakup debridement, obliterasi dead space, perlindungan jaringan lunak
yang adekuat, pemulihan suplai darah, dan stabilisasi. Interaksi yang baik
antara berbagai spesialis (ahli bedah ortopedi, dokter bedah plastik dan
pembuluh darah, dan spesialis penyakit menular) sangat penting untuk
meningkatkan menejemen penyakit ini.
B. Terapi oksigen hiperbarik pada
osteomielitis
a.
Sejarah
Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan pertama kali oleh
Behnke pada tahun 1930. Saat itu terapi oksigen hiperbarik hanya diberikan
kepada para penyelam untuk menghilangkan gejala penyakit dekompresi (Caisson’s
disease) yang timbul akibat perubahan tekanan udara saat menyelam,
sehingga fasilitas terapi tersebut sebagian besar hanya dimiliki oleh beberapa
rumah sakit TNI AL dan rumah sakit yang berhubungan dengan pertambangan.
Terapi hiperbarik mungkin baru segelintir orang yang
mengenalnya. Di Indonesia sendiri, terapi oksigen hiperbarik pertama kali
dimanfaatkan pada tahun 1960 oleh Lakesla yang bekerjasama dengan RSAL Dr.
Ramelan, Surabaya. Hingga saat ini fasilitas tersebut merupakan yang
terbesar di Indonesia. Adapun beberapa rumah sakit lain yang memiliki fasilitas
terapi oksigen hiperbarik adalah: (RS PT Arun Aceh, RSAL Dr Midiyatos, Tanjung
Pinang, RSAL Dr Mintohardjo Jakarta, RS Pertamina Cilacap, RS Panti Waluyo
Solo, Lakesla TNI AL Surabaya, RSU Sanglah Denpasar, RS Pertamina Balikpapan,
RS Gunung Wenang Manado, RSU Makasar, RSAL Halong Ambon, RS Petromer Sorong).
Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung
prinsip fisika. Teori Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk
menentukan tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut
komposisi unsur-unsur udara yang terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen (N2)
79 % dan Oksigen (O2) 21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada
terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung Oksigen (O2)
100%. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum
Dalton, Boyle, Charles dan Henry.
Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah
bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan
gangguan kehidupan pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling
tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase
ventilasi, transportasi, utilisasi dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen
yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme
mendapatkan kondisi yang optimal.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis
dimana pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau
pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan
dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di
dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada
waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang
dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis.
Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang
berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (>1 ATA) dan bernafas dengan
oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap
penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Seorang ahli terapi
hiperbarik, Laksma Dr. dr. M. Guritno S, SMHS, DEA yang telah mendalami ilmu
oksigen hiperbarik di Perancis selama 5 tahun menjelaskan bahwa terdapat dua
jenis dari terapi hiperbarik, efek mekanik dan fisiologis. Efek fisiologis
dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan
peningkatan oksigen terlarut dalam plasma. Bahkan, kian populernya khasiat dan
manfaat terapi ini, pemakaiannya telah semakin meluas sebagai terapi kebugaran
tubuh serta untuk kecantikan sebagai terapi yang bertujuan memberikan efek
tampil awet muda.
b.
Oksigen hiperbarik
Oksigen adalah
suatu gas yang merupakan unsur vital dalam proses metabolisme seluruh sel
tubuh. Adanya kekurangan oksigen dapat menyebabkan kematian jaringan dan
mengancam kehidupan seseorang. Tetapi tidak banyak orang yang tahu, selain
dalam proses pernafasan dan metabolisme, oksigan juga memiliki peran dalam pembentukan
kolagen dan perbaikan jaringan sehingga pemberian oksigen yang dapat membantu
dalam proses penyembuhan luka maupun dalam proses anti penuaan.
Secara umum, terapi
oksigen hiperbarik (HBOT = Hyperbaric oxygen therapy) merupakan suatu metoda
pengobatan dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan
udara yang dua hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer
normal, yaitu 1 atm (760 mmHg). Keadaan
ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan
udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara
terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1
atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam
ruang rekompresi tersebut.
Dalam kondisi
normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah keseluruh tubuh. Tekanan udara yang
tinggi, akan menyebabkan jumlah oksigen yang dibawa oleh sel darah merah
meningkat hingga 400%.Terapi ini merupakan terapi komplementer yang dilakukan
bersama dengan terapi medis konvensional.
c.
Mekanisme
Pengobatan Hiperbarik
Hiperbarik oksigen terapi (HBOT)
memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada
sel endotel ini HBOT juga
meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu
peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan
dan bersama dengan VEGF akan memacu
kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan
luka.
Oksigen
hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana pasien menghirup oksigen murni
(100%) pada tekanan udara lebih besar dari
pada tekanan udara atmosfer normal. Pengobatan oksigen hiperbarik ini,
berpengaruh pada pengiriman oksigen secara sistemik dimana terjadi peningkatan
2 sampai 3 kali lebih besar dari pada atmosfir biasa. Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat
utama HBOT yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian
tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal
bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen
karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung
sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut.
Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan
hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF.
IFN- γ
menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi
pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga
akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi
menurunkan infeksi dan edema.
Adapun cara HBOT
pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%, tekanan 2 –
3 Atm. Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan decompresion
sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan luka, hipoksia
sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen,
rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang
menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan
dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga
daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai
respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian
oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu
penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien
dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya
perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal. Sebelum menjalani terapi,
mekanisme yang paling utama adalah
sebelum terapi pasien harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu, antaranya:
· Menyebutkan atau mengisi riwayat kesehatan pasien. Hal
ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya kontraindikasi dan
komplikasi.
· Melakukan pemeriksaan foto toraks (rontgen). Tujuannya
untuk mendeteksi apakah jantung dan paru-paru dalam kondisi baik atau
sebaliknya. Jika ternyata mengalami tuberkolosis, misalnya konsultasikan pada
ahli paru agar diobati. Bila perlu pasien dianjurkan membeli masker sendiri
untuk menghindari penularan penyakit itu pada orang lain. Intinya pemeriksaan ini
bertujuan mengetahui secara persis kondisi keseluruhan si pasien dan untuk
mencari faktor penyebab penyakit. Sekali lagi, upaya tersebut dilakukan
semata-mata untuk menghindari kemungkinan efek samping yang terjadi
d.
Terapi oksigen hiperbarik pada kasus osteomyelitis
Pengobatan osteomyelitis kompleks dan sulit dan membutuhkan
pendekatan multidisiplin. Walaupun operasi debridemen dan pengobatan dengan
antibiotik telah dilakukan, terapi membutuhkan waktu yang lama dan hasil
akhirnya dapat tidak sesuai dengan harapan. Kegagalan terapi pada osteomyelitis
mempunyai berbagai macam factor antara lain yang berperan adalah aliran darah
yang berkurang, hipoksia, dan iskemia jaringan. Oleh karena itu, akhir-akhir
ini dikembangkan terapi adjuvant untuk terapi osteomyelitis. Terapi oksigen
hiperbarik adalah salah satu terapi adjuvant yang paling potensial dan yang
tersering digunakan sebagai adjuvant pada terapi osteomyelitis. Terapi HBO meningkatkan tekanan oksigen jaringan,
tulang dan jaringan lunak yang mengalami penyembuhan akibat iskemik. Mekanisme
HBO dalam pengobatan osteomielitis adalah:
1.
Meningkatkan tekanan oksigen pada
jaringan
2.
Meningkatkan mekanisme fagosit
leukosit pada tulang dan luka dengan tekanan oksigen rendah
3.
Tekanan optimal oksigen meningkatkan
osteogenesis atau neurovaskularisasi pada daerah yang mengalami kematian
jaringan, pembuluh daran atau jaringan lunak
4.
HBO meningkatkan aktivitas
osteoklastik untuk menghilangkan debris pada tulang dan juga menghambat
pertumbuhan organisme anaerobik dalam jaringan hipoksia
Tekanan
oksigen normal pada tulang yang sehat adalah sekitar 45 mmHg oksigen di bawah
kondisi ruangan. Jaringan tulang yang terinfeksi dan nekrotik menyebabkan
penurunan tekanan oksigen yaitu 23 mmHg. Hal ini menyebabkan gangguan vaskular,
pembentukan jaringan parut pada jaringan tulang yang terinfeksi. Sehingga untuk
memperbaiki kondisi tersebut dibutuhkan
tekanan oksigen sekitar 30- 40 mmHg. Tekanan ini dibutuhkan untuk pembentukan
neurovaskularisasi dalam jaringan yang mengalami iskemik dan meningkatkan
killing leukosit. Walaupun pemberian antibiotik dapat membunuh meikoorganisme
dalam jaringan lunak di area infeksi dan operasi menghilangkan jaringan yang
mati pada tulang yang terinfeksi namun HBO memperbaiki respon host dengan
membuat lingkungan lebih menguntungkan untuk membunuh leukosit oksidatif,
neurovaskularisasi dan resorspsi tulang yang mengalami iskemik dan tersinfeksi.
Selian itu terapi HBO meningkatkan transportasi dan menambahkan kemanjuran
terapi antibiotik karena pemberian antibiotik akan terhambat jika terdapat area
yang mengalami hipoksia.
Secara
garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam proses penyembuhan
luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka dapat dikoreksi
dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaian intalasi oksigen 40% pada
tekanan udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5 Tekanan Atmosfir
Absolut (ATA). Tekanan yang tinggi diperlukan untuk oksigenasi di pusat luka
kronis yang hipoksia. Terapi oksigen hiperbarik pada tekanan 2 ATA
memperlihatkan terjadinya peningkatan oksigenasi jaringan yang mengalami
hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang hipoksia dengan terapi
oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi kolagen.
Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit untuk
membunuh bakteri patogenik.
Sel PMN merupakan sel yang
bertanggung jawab terhadap perlawanan infeksi bakteri. Dengan menggunakan model
S.aureus, Mader menunjukkan hubungan proporsional antara tekanan oksigen dan
kemampuan fagosit. Meningkatkan oksigen hingga 150 mmHg dan 760 mmHg membunuh
sebagian besar S.aureus.Penelitian menunjukkan hasil terapi osteomyelitis
staphylokokus membaik dengan terapi adjuvant oksigen hiperbarik. Fibroblast tidak dapat mensintesa
kolagen atau migrasi ke daerah terinfeksi apabila tekanan oksigen kurang dari
20 mmHg.Meningkatkan tekanan oksigen di atas 200 mmHg mengembalikan aktifitas
fibroblastik ke dalam fungsi normal.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Solomon L, Warwick D, Nayagam S.
Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9th edition. UK:
Hodder Arnold; 2010.
- Ladd A, Jones HH, Otanez O. Osteomyelitis. Stanford university Medical Media, 2003.
- Luca Lazzarini, Jon Mader, dan Jason Calhoun. 2004. Journal Osteomyelitis in Long Bones. http://www.ejbjs.org/cgi/reprint/86/10/2305.pdf
- King RW, Jonshon D. Osteomyelitis, 2009. Available at http://www.emedicine.com.
- Ciampolini, J., K. G. Harding. 2000. Pathophysiology of chronic bacterial osteomyelits. Postgrad Med J, 76: 479-483 (Ciampolini, 2000)
- Baltensperger, M., G. K. Eyrich. 2009. Osteomyelitis of the Jaws. ISBN: 978-3-540-28764-3 (Baltensperger, 2009)
7.
Dabov GD. Osteomyelitis. In: Canale
ST, Beaty JH. Campbell’s operative otthopaedics. 11th edition. USA:
Mosby; 2008.
8.
Miller MD. Review of orthopaedics. 5th
edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
9.
Lazzarini L, Mader JT, Cahoun JH.
Current concepts review osteomyelitis in long bones. JBJS; 2004.
10. Hayes W.
Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) for tissue damage, including wound care and
treatment of central nervous sistem (CNS)
conditions. Washington: Health technology assessment program (HTA); 2013.
11. Roy M,
Somerson JS, Kerr KG, Conroy JL. Pathophysiology and pathogenesis of
osteomyelitis. USA: University of Texas; 2012.
12. Chen CE,
Shih ST, Fu TH, Wang JW, Wang CJ. Hyperbaric oxygen therapy in the treatment of
chronic refractory osteomyelitis; a preliminary report. Taiwan: Department of
trauma surgery Chang Gung Memorial Hospital; 2002.
13. Gomes D,
Pareira M, Bettencout F. Osteomyelitis: an overview of antimicrobial therapy.
Brazil: BJPS; 2013.
14. Nadeem M,
Nadeem S, Mahmood KT. Drug therapy in osteomyelitis. Lahore: Department of
pharmacy lahore college for women university; 2010.
15. Eid AJ,
Berbari EF. Osteomyelitis: review of pathophysiology, diagnostics modalities
and therapeutic options. USA: J Med Liban; 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar