Minggu, 12 Juni 2016

REFERAT TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN OSTEOMIELITIS PEMBIMBING DR.HISNINDARSYAH,DR. ANDIKA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
  REFERAT
JUNI  2016


TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN OSTEOMIELITIS


 






Pembimbing :
Letkol Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE., M.Kes.
Lettu Laut (K) dr. Andika Agus

Disusun Oleh:
1.                        Tri Rahmawati                                                         (2009-83-005)
2.                        Zainuddin S. Hadisaputra                                        (2009-83-009)
3.                        Almajid                                                                     (2009-83-019)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
RSAL Dr. F.X SUHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN OSTEOMIELITIS

A.      Osteomielitis
a.    Pendahuluan
Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia. Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis. Osteomielitis merupakan suatu proses peradangan pada tulang yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme (bakteri dan jamur).
Di negara-negara berkembang osteomielitis masih merupakan masalah dalam bidang orthopedi.
Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang masih rendah, diagnosis yang terlambat, angka kejadian tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan osteomielitis memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan sudah menjadi osteomielitis.
Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang panjang, vertebra,tulang pelvis, tulang tengkorak dan mandibula. Mikroorganisme bisa mencapai tulang dan sendi baik melalui trauma langsung pada kulit misalnya akibat tusukan kecil, luka bacok, laserasi, fraktur terbuka atau karena operasi atau secara tidak langsung melalui aliran darah dari bagian lain misalnya hidung atau mulut, traktus respiratorius, usus atau traktus genitourinarius.
Insidensi osteomyelitis berkisar antara 0,1–1,8%  dari populasi orang dewasa. Prevalensinya pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun adalah 1 kasus per 1000 populasi sedangkan pada anak-anak yang lebih tua adalah 1 kasus dari 5000 populasi. Prevalensi osteomyelitis kronik berkisar antara 5-25% dari kasus osteomyelitis akut.
Mortalitas osteomyelitis terjadi sekitar 5-25% dan ada pula yang melaporkan hingga 40% pada era sebelum antibiotik ditemukan. Sekarang, mortalitas telah mencapai angka 0%. Sedangkan morbiditas mencapai angka 5% menjadi komplikasi. Komplikasinya antara lain adalah arthritis septik, kerusakan jaringan lunak sekitar, keganasan, amiloidosis sekunder, dan fraktur patologis.

b.        Definisi
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Dorland, 2002). Berasal dari kata osteon (tulang) dan myelo (sumsum tulang) digabungkan dengan itis (peradangan) yang didefinisikan sebagai keadaan klinis dimana tulang terinfeksi oleh mikroorganisme. Dalam tiga puluh tahun terakhir, patogenesis penyakit ini hampir dapat diklarifikasi dan banyak faktor yang telah diidentifikasi mengenai infeksi tersebut.

c.         Klasifikasi
Osteomielitis secara umum dapat dibagi menjadi jenis piogenik dan nonpiogenik. Namun terdapat jenis pengklasifikasian lainnya, seperti berdasarkan perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, atau kronis (aktif dan tidak aktif), yang tergantung intensitas dari proses infeksi dan gejala yang terkait. Dari sudut pandang patologi anatomi, osteomielitis dapat dibagi menjadi osteomielitis bentuk diffuse dan lokal (focal), dengan yang kedua disebut sebagai abses tulang. Kategori ketiga dalam klasifikasi ini adalah osteomielitis yang timbul karena insufisiensi vaskular.
Osteomielitis Akut Biasanya disertai dengan gejala septikemia, seperti febris, malaise dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke subperiosteum, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melalui rongga subperiosteum ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan merusak pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periosteum akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelimuti tulang mati tersebut dinamakan involukrum. Perubahan jaringan lunak dapat terjadi secara nyata, terutama pada bayi. Pembengkakan, dengan edema dan timbunan lemak yang kabur dapat terlihat. Osteoporosis dapat dilihat antara hari kesepuluh sampai empat belas dari onset timbulnya penyakit. Pada anak-anak seringkali terjadi pada metafisis. Involucrum dapat terlihat setelah tiga minggu dan terjadi lebih banyak pada bayi dan anak-anak daripada orang dewasa. Tempat keluarnya dan dekompresi pus yang terjadi dapat mencegah kompresi vaskuler dan terjadinya infark, dan penyembuhan. Pemeriksaan CT yang konvensional tidak dapat mendeteksi sekuester. Sekuester terlihat sebagai fragmen-fragmen dari tulang padat diantara proses destruksi tulang lokal. Pengobatan dengan antibiotik dan/atau pembedahan, memberi pengaruh pada perjalanan penyakitnya dengan pembentukan tulang baru yang dapat ditemukan. Dengan terapi yang adekuat pada bayi dan anak-anak, harapan untuk kembali normal besar kecuali terjadi kerusakan pada lempeng epifisis dan epifisis, sehingga pertumbuhan tulang yang abnormal dapat terjadi. Pada orang dewasa, pengaruhnya tulang sering menyisakan daerah sklerotik dan bentuk yang ireguler. Gambaran radiografi tidak pernah bisa kembali normal pada kasus yang terlambat diketahui.
Osteomielitis Kronis memiliki ciri khas panjangnya gejala klinis, periode diam (quiescence) yang panjang, dan eksaserbasi berulang. Saluran sinus antara tulang dan kulit dapat menghasilkan material yang purulent dan kadang-kadang membuat potongan-potongan tulang yang nekrotik. Peningkatan produksi material yang purulent, nyeri, atau bengkak sebagai tanda suatu eksaserbasi, disertai dengan peningkatan kadar C reactive protein (CRP) dan ESR. Demam jarang terjadi kecuali bila obstruksi dari saluran sinus menyebabkan infeksi jaringan lunak. Komplikasi akhir yang jarang ialah fraktur patologis, karsinoma sel skuamosa pada saluran sinus, dan amiloidosis.
Klasifikasi lain yang biasa digunakan digambarkan oleh Cierny dkk. Sistem ini, dikenal sebagai klasifikasi Cierny-Mader, meliputi 4 stadium anatomi:
1.    Stadium 1, atau medulari, osteomielitis hanya terbatas pada rongga medula tulang. Osteomielitis hematogen dan adanya infeksi pada intramedulla adalah contoh stadium ini.
2.    Stadium 2, atau superfisial, osteomielitis hanya melibatkan tulang kortikal dan biasanya berasal dari inokulasi langsung atau fokus infeksi yang berdekatan.
3.    Stadium 3, atau lokal, osteomielitis biasanya melibatkan bagian kortikal dan medula dari tulang. Namun, dalam tahap ini, tulang masih stabil karena proses infeksi tidak melibatkan seluruh diameter tulang.
4.    Stadium 4, atau difus, osteomielitis melibatkan seluruh ketebalan tulang, dengan hilangnya stabilitas.
Dengan sistem ini, pasien dengan osteomielitis diklasifikasikan sebagai host A, B, atau C. Pada host A tidak memiliki faktor kompromis sistemik atau lokal, host B dipengaruhi oleh satu atau lebih faktor kompromis, dan host C dipengaruhi oleh faktor kompromise yang banyak sehingga diperlukan pengobatan radikal yang memiliki rasio risiko tinggi (Tabel I).
Meskipun definisi C host hanya untuk beberapa tanda subjektif, klasifikasi ini tampaknya menjadi nilai dalam praktek klinis dan telah digunakan dalam beberapa penelitian klinis dari pengobatan antibiotik dan operatif.

d.        Etiologi
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen. (Robbins 2007).
Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:
  1. Osteomielitis hematogenus akut
a.       Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan kelompok Streptococcus α dan β.
b.      Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan β, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.
c.       Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok Streptococcus α, H influenzae, dan Enterobacter
d.      Dewasa: S. aureus dan kadang-kadang Enterobacter dan Streptococcus.
  1. Osteomielitis langsung
umumnya disebabkan oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies pseudomonas. Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas. Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella.
e.         Epidemiologi
Epidemiologi osteomielitis memiliki beberapa kecenderungan yang luas. Insiden osteomielitis hematogen tampaknya menurun. Dalam sebuah penelitian, di Glasgow, Skotlandia, dari 275 kasus osteomielitis hematogen akut pada anak di bawah 13 tahun, terdapat laporan penurunan kejadian dari 87 sampai 42 per 10.000 per tahun selama periode 20 tahun penyelidikan. Jumlah kasus osteomielitis yang melibatkan tulang panjang menurun sementara pada sumber lain tingkat osteomielitis tetap sama. Prevalensi infeksi Staphylococcus aureus juga menurun, dari 55% menjadi 31%, selama periode 20 tahun. Berbeda dengan osteomielitis hematogen, kejadian osteomielitis karena inokulasi langsung atau fokus infeksi yang berdekatan meningkat.
Hal ini mungkin akibat kecelakaan kendaraan bermotor dan meningkatnya jumlah penggunaan perangkat fiksasi ortopedi dan implan sendi. Laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pada perempuan pada osteomielitis oleh karena infeksi fokus yang berdekatan. Pada akhirnya, osteomielitis terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada pasien immunocompromise.
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis  atau keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras. Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut hematogenous  merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis  berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun.

f.         Patogenesis
Infeksi dapat terjadi secara : 1. Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit, tenggorok. 2. Kontaminasi dari luar yaitu fraktur terbuka dan tindakan operasi pada tulang 3. Perluasan infeksi jaringan ke tulang di dekatnya.
Mikroorganisme memasuki tulang bisa dengan cara penyebarluasan secara hematogen, bisa secara penyebaran dari fokus yang berdekatan dengan infeksi, atau karena luka penetrasi. Trauma, iskemia, dan benda asing meningkatkan kerentanan tulang akan terjadinya invasi mikroba pada lokasi yang terbuka (terekspos) yang dapat mengikat bakteri dan menghambat pertahanan host. Fagosit mencoba untuk menangani infeksi dan, dalam prosesnya, enzim dilepaskan sehingga melisiskan tulang. Bakteri melarikan diri dari pertahanan host dengan menempel kuat pada tulang yang rusak, dengan memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan melapisi tubuh dan lapisan yang mendasari tubuh mereka sendiri dengan pelindung biofilm yang kaya polisakarida. Nanah menyebar ke dalam saluran pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseous dan mempengaruhi aliran darah.
Disebabkan infeksi yang tidak diobati sehingga menjadi kronis, nekrosis iskemik tulang menghasilkan pemisahan fragmen devaskularisasi yang besar (sequester). Ketika nanah menembus korteks, subperiosteal atau membentuk abses pada jaringan lunak, dan peningkatan periosteum akan menumpuk tulang baru (involucrum) sekitar sequester. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan kongesti atau tersumbatnya pembuluh darah merupakan temuan histologis utama osteomielitis akut. Fitur yang membedakan dari osteomielitis kronis, yaitu tulang yang nekrosis, dicirikan oleh tidak adanya osteosit yang hidup. Terdapat sel mononuklear yang dominan pada infeksi kronis, dan granulasi dan jaringan fibrosa menggantikan tulang yang telah diserap kembali oleh osteoklas. Pada tahap kronis, organisme mungkin terlalu sedikit untuk dilihat pada pewarnaan.
Gambar 1. Osteomielitis akut. (a) infeksi pada metafisis; (b) beberapa dari tulang yang mati, terlepas dan membentuk sebuah sequestrum; (c) pembentukan involucrum yang akan mengalami perforasi sinus. [sumber: Apley’s system of orthopaedics and fractures.2010].
Tabel 2. Osteomielitis hematogen pada kasus yang tidak diobati
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan  steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.

g.        Diagnosis
Manifestasi klinik
Anak-anak dengan osteomielitis hematogen memiliki tanda-tanda infeksi akut termasuk demam, iritabilitas, letargi, dan tanda-tanda peradangan lokal. Namun, dalam sebuah studi pada 68 anak, 50% dari memiliki gejala yang samar, termasuk nyeri pada tungkai antara durasi 1 sampai 3 bulan dapat disertai peningkatan suhu. Anak-anak dengan osteomielitis hematogen biasanya memiliki jaringan lunak yang tidak terinfeksi yang membungkus tulang yang terinfeksi dan mampu memberikan respon pertahanan efektif terhadap infeksi. Sendi biasanya terhindar dari infeksi kecuali sudah terjadi metafisis diintracapsular, seperti yang ditemukan di bagian proksimal dari radius, humerus, atau femur.
Orang dewasa dengan osteomielitis hematogen primer atau rekuren biasanya hadir dengan gejala samar yang terdiri dari nyeri spesifik dan demam dengan durasi 1 sampai 3 bulan. Namun, gejala klinis akut seperti demam, menggigil, pembengkakan, dan eritema pada tulang yang terlibat kadang-kadang terlihat. Sumber bakteremia mungkin dari infeksi kulit kecil atau infeksi yang lebih serius seperti endokarditis bakteri akut atau subakut. Osteomielitis hematogen yang melibatkan baik tulang panjang atau vertebra adalah komplikasi dari penggunaan narkoba suntikan.
Pasien dengan osteomyelitis karena fokus infeksi yang berdekatan sering hadir pada tulang yang terlokalisir dan nyeri sendi, eritema, bengkak, dan disekitar daerah drainase dari trauma, operasi, atau infeksi luka. Tanda-tanda bakteremia seperti demam, menggigil, dan berkeringat di malam hari mungkin ada dalam fase akut osteomielitis tetapi tidak terlihat dalam fase kronis.
Baik osteomielitis hematogen dan fokus infeksi yang berdekatan dapat berkembang menjadi kondisi kronis. Kehilangan tulang lokal, pembentukan sequestrum, dan sclerosis tulang umum terjadi. Drainase dan / atau jalur sinus persisten sering ditemukan berdekatan dengan daerah infeksi. Pasien biasanya datang dengan nyeri kronis dan drainase. Demam ringan, tingkat sedimentasi eritrosit biasanya meningkat, mencerminkan peradangan kronis, tetapi jumlah leukosit darah biasanya normal. Penyakit kronis biasanya hadir baik progresif lambat ataupun non progresif. Jika saluran sinus tersumbat, pasien mungkin hadir dengan abses lokal dan / atau infeksi jaringan lunak akut.


Studi Laboratorium
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis  kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
Sejumlah tes laboratorium yang berbeda harus dilakukan pada pasien dengan osteomielitis untuk memantau toksisitas obat (tingkat kreatinin serum dan tes fungsi hati), status gizi (kadar serum albumin dan total iron-binding capacity), dan komorbiditas (misalnya, kadar glukosa darah untuk pasien dengan diabetes).

Kultur
Diagnosis dan penentuan etiologi osteomielitis pada tulang panjang tergantung pada isolasi patogen dalam kultur spesimen dari lesi tulang, darah, atau cairan sendi. Pada pasien dengan Cierny-Mader – stadium 1, atau hematogen, osteomielitis, kultur dari darah atau cairan sendi yang positif dapat tidak dilakukan ketika pada radiografi terbukti osteomielitis. Kecuali osteomielitis hematogen, yang pada kultur darah atau cairan sendi mungkin dapat dilakukan, dan bila positif, pengobatan antibiotik osteomielitis harus didasarkan pada studi sensitivitas dari kultur tulang diambil pada saat debridement atau dalam biopsi tulang. Jika memungkinkan, kultur spesimen harus diperoleh sebelum antibiotik dimulai. Namun, secara empiris pemberian antibioti dimulai sebelum kultur spesimen diperoleh. Dalam hal ini, rejimen empirik harus dihentikan selama tiga hari sebelum pengambilan sampel untuk kultur. Kultur spesimen dari saluran sinus tidak dapat diandalkan untuk memprediksi organisme yang akan diisolasi dari tulang yang terinfeksi. Namun, korelasi positif telah ditemukan antara pertumbuhan Staphylococcus aureus pada kultur spesimen dari saluran sinus dan pada kultur tulang.
Teknik mikrobiologi konvensional biasanya digunakan untuk diagnosis osteomielitis. Namun, beberapa penulis telah menetapkan bahwa meningkatkan teknik untuk pengolahan bahan purulen dapat menghasilkan persentase yang lebih tinggi dari strains yang terisolasi. Teknik lisis-sentrifugasi telah dijelaskan untuk meningkatkan sensitivitas pada sample kultur osteomielitis. Polymerase chain reaction, dikenal sebagai teknik amplifikasi gen, telah digunakan dalam diagnosis infeksi tulang pada patogen yang sulit, seperti seperti Mycoplasma pneumoniae, Brucella spesies, Bartonella henselae, dan spesies Mycobacterium TB dan nontuberculous. Polymerase chain reaction telah mendeteksi Mycobacterium tuberculosis di formaldehida solution-fixed, sampel jaringan-parafin yang ada pada pasien dengan Pott disease.

Pencitraan
Beberapa pencitraan yang bias digunakan untuk osteomiyelitis yaitu :
1.      Radiografi
Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti oleh lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90% pasien menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.
2.      MRI
Pencitraan resonansi magnetik telah diakui sebagai modalitas berguna untuk mendiagnosa keberadaan dan infeksi muskuloskeletal. Resolusi pencitraan resonansi magnetik berguna untuk membedakan antara tulang dan infeksi jaringan lunak, yang sering menjadi masalah dengan menggunakan radionuklida. Sensitivitas berkisar antara 90-100%.
3.      Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis menurun dalam pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / atau indium 111. Pada 99m-technetium polifosfat scan mendemonstrasikan peningkatan akumulasi isotop di bidang peningkatan aliran darah dan formasi reaktif pada tulang baru. Scan technetium-99m mungkin negatif untuk pasien dengan osteomielitis karena terjadi penurunan aliran darah ke area yang terinfeksi
4.        CT scan
CT scan aksial mungkin memainkan peran dalam diagnosis osteomielitis. Peningkatan kepadatan tulang sumsum terjadi di awal perjalanan infeksi, dan gas intramedulla telah dilaporkan pada pasien dengan osteomielitis hematogen. Computed tomography dapat membantu mengidentifikasikan tulang yang nekrotik dan menunjukan keterlibatan jaringan lunak sekitarnya. Salah satu keuntungan dari ini adalah adanya scatter phenomenon, yang hadir ketika gambaran logam muncul didalam atau dekat tulang yang terinfeksi dan menghasilkan kehilangan resolusi gambar.
5.        Ultrasonografi
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.
6.        Terapi
Pengobatan yang tepat untuk osteomielitis meliputi drainase yang memadai, debridement menyeluruh, obliterasi ruang mati, perlindungan luka, dan cakupan antimikroba spesifik. Jika pasien adalah host yang kompromise, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki atau mengurangi defek pada host. Perhatian secara khusus diberikan untuk nutrisi, program berhenti merokok, dan pengendalian penyakit tertentu seperti diabetes. Dengan demikian, dilakukan usaha untuk meningkatkan status kesehatan gizi, dan pembuluh darah dari pasien untuk mendapatkan perawatan yang optimal dari penyakit yang mendasari apapun. Idealnya, standar perawatan melibatkan pendekatan tim termasuk spesialis penyakit menular, dokter bedah plastik, dan dokter konsultasi lainnya yang sesuai.

Pengobatan Antibiotik
Banyak aspek pengobatan antibiotik osteomielitis belum sepenuhnya diselidiki. Biasanya durasi pengobatan di sebagian besar tahapan osteomyelitis (Cierny-Mader Tahapan 1, 3, dan 4) adalah 4 sampai 6 minggu. Alasan untuk durasi ini didasarkan pada hasil studi pada hewan dan pengamatan bahwa revaskularisasi tulang setelah debridement memakan waktu sekitar empat minggu. Penggunaan antibiotik intravena atau oral (6 bulan atau lebih) telah dicoba oleh beberapa peneliti, tetapi hasil dari uji coba tersebut memberikan perbaikan yang kurang bermakna dibandingkan dengan mereka yang mengikuti 6 minggu terapi. Kegagalan terjadi pada semua uji klinis, berapapun masa pengobatannya, sebagian besar kegagalan terjadi akibat dari munculnya strain resisten atau debridemen yang tidak kuat.
Terapi rawat jalan dengan akses kateter intravena, seperti kateter dimasukkan perifer pusat, kateter Hickman, atau kateter Groshong, telah terbukti mengurangi biaya pengobatan dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Obat yang terbukti berkhasiat dalam pengobatan oral osteomielitis adalah klindamisin, rifampisin, kotrimoksazol, dan fluoroquinolones (Tabel III). Klindamisin, antibiotik lincosamide aktif terhadap sebagian besar bakteri gram positif, memiliki bioavailabilitas yang sangat baik dan saat ini diberikan secara oral setelah pengobatan intravena awal dalam durasi 1 sampai 2 minggu. Linezolid, antibiotik oral dan intravena aktif terhadap methicillin-resistant staphylococcus, telah terbukti efektif untuk mengobati infeksi serius, termasuk osteomielitis. Terapi oral dengan kuinolon untuk organisme gram negatif saat ini sedang digunakan pada pasien dewasa dengan osteomielitis. Kuinolon generasi kedua (ciprofloxacin dan ofloxacin) memiliki aktivitas yang buruk terhadap spesies Streptococcus, spesies Enterococcus, dan bakteri anaerobic lainnya. Kuinolon generasi ketiga (levofloxacin dan gatifloksasin) memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap spesies Streptococcus tetapi memiliki cakupan minimal pada bakteri anaerobik. Generasi keempat kuinolon trovafloxacin memiliki cakupan yang sangat baik dari spesies Streptococcus dan organisme anaerobik. Trovafloxacin disetujui hanya untuk pengobatan rawat inap dan harus digunakan dengan hati-hati karena, dalam kasus yang jarang, dapat menyebabkan toksisitas hati yang serius. Tak satu pun dari kuinolon memiliki aktifitas yang terpercaya pada spesies Enterococcus. Kuinolon yang tersedia saat ini menunjukkan cakupan variabel Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, dan resistensi obat golongan kuinolon generasi kedua dan ketiga telah meningkat. Untuk bakteri methicillin-sensitif Staphylococcus aureus harus digunakan dengan antibiotik oral yang lain seperti klindamisin atau ampisilin-sulbaktam. Karena absorbsi yang sangat baik, kuinolon dapat diberikan secara oral segera setelah pasien mampu meminum obat. Dosis tinggi dari kelas kuinolon antibiotik telah dilaporkan merusak tulang rawan artikular pada hewan muda, temuan ini telah memberikan beberapa kekhawatiran mengenai penggunaan jangka panjang dari obat ini pada bayi dan anak-anak. Oleh karena itu, dalam sebagian besar keadaan, pasien anak tidak boleh diberikan kelas kuinolon antibiotik.
Keputusan untuk menggunakan oral daripada antibiotik parenteral harus didasarkan pada hasil sensitivitas mikroorganisme, kepatuhan pasien, konsultasi kepada ahli penyakit menular, dan pengalaman dokter bedah.
Kombinasi antibiotik parenteral dan oral yang telah digunakan dalam beberapa situasi. Rifampisin oral saat ini digunakan sebagai obat kombinasi parenteral dan oral untuk infeksi Staphylococcus aureus. Namun seharusnya penggunaan ini tidak dilakukan secara tunggal karena dapat mempercepat resistensi kuman.
Meskipun aktivitas serum bakterisidal telah dikaitkan dengan hasil yang menguntungkan dalam pengobatan osteomielitis hematogen pada umumnya, namun tidak perlu memantau level serum bacterisidal karena kebanyakan kegagalan pengobatan mungkin karena kurangnya debridement yang memadai daripada antibiotik yang tidak adekuta. Mungkin perlu memantau level serum bacterisidal pada pasien dengan organisme relatif resisten atau untuk mengukur efektivitas terapi antibiotik oral.
Idealnya, pengobatan osteomielitis harus didasarkan pada hasil kultur tulang. Setelah spesimen kultur diperoleh dengan cara biopsi tulang atau selama debridement, rejimen antimikroba parenteral dimulai untuk melindungi patogen klinis yang dicurigai. Setelah organisme diidentifikasi, pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan sensitivitas mikroorganisme yang terisolasi (Tabel III). Namun, ketika pasien sakit akut, pengobatan antibiotik tidak boleh ditunda untuk menunggu debridement tulang.

Pengobatan Antibiotik Berdasarkan Stadium
Stadium-1 osteomielitis (Gambar. 1) pada anak-anak biasanya dapat diobati dengan antibiotik tunggal karena tulang anak-anak sangat vaskular dan memiliki respon yang efektif terhadap infeksi. Stadium-1 osteomielitis pada orang dewasa (Gambar. 2) lebih tahan terhadap terapi dan biasanya diobati dengan antibiotik dan intervensi operatif. Pasien diobati dengan terapi antimikroba parenteral yang sesuai selama 4 minggu, terhitung dari terapi inisiasi atau dari debridement operasi terakhir. Jika manajemen medis awal gagal dan pasien secara klinis terganggu oleh infeksi berulang, tulang dan / atau debridement jaringan lunak diperlukan terapi antibiotik lagi selama 4 minggu.
Terapi antibiotik oral dapat digunakan untuk mengobati stadium-1 osteomielitis pada anak-anak. Namun, dalam kebanyakan studi dalam literatur, anak-anak awalnya menerima 1 hingga 2 minggu terapi antibiotik parenteral sebelum berubah ke terapi oral. stadium-2 osteomielitis (Gbr. 3), antibiotik jangka pendek biasanya diperlukan. Dalam sebuah studi di mana penggunaan antibiotik selama 2 minggu diberikan saat debridement dari korteks dan mencangkup jaringan lunak. Osteomyelitis dapat ditahan hamper 100% pada host A dan 79% pada host B.
Kami melakukan pengobatan pada pasien stadium-3 atau 4 dari osteomielitis dengan terapi antibiotik selama 4-6 minggu, terhitung dari debridemen terakhir. Tanpa debridemen yang adekuat kegagalan akan semakin besar selama pengobatan. Walaupun semua jaringan nekrotik sudah di debridement jaringan sekitarnya harus bebas dari kontaminasi patogen. Hal ini merupakan hal yang penting selama 4 minggu pengobatan. Osteomyelitis dapat ditahan sekitar 98% pada host A dan 80% (stadium 4) sampai 92% (stadium 3) pada host B.


Terapi Supresif Antibiotik
Ketika pengobatan operatif osteomielitis tidak dapat dilakukan, terapi antibiotik supresif, biasanya diberikan secara oral, biasanya diberikan untuk mengendalikan penyakit dan untuk mencegah perkembangan penyakit. Idealnya, obat supresif harus memiliki bioavailabilitas yang baik, memiliki toksisitas rendah, dan dapat menembus tulang secara memadai. Rejimen supresif harus berdasarkan hasil kultur. Mikroorganisme penyebab harus rentan terhadap antibiotik atau antibiotik dapat digunakan untuk supresif. Terapi supresif untuk infeksi di sekitar implan ortopedi telah dipelajari secara ekstensif. Rifampisin (dalam kombinasi dengan antibiotik lainnya), asam fusidic, ofloksasin, dan kotrimoksazol telah diberikan, selama 6 sampai 9 bulan, untuk pasien yang memiliki infeksi disekitar implan. Setelah penghentian pengobatan, terdapat 26 dari 39 pasien (67%) yang diobati dengan cotrimoxazole tidak mengalami kekambuhan infeksi selama follow up, 11 (55%) dari 20 pasien yang diobati dengan asam fusidic dan rifampisin, dan 11 (50%) dari 20 dua diobati dengan rifampisin dan ofloxacin. Kegagalan pengobatan disebabkan oleh infeksi yang menetap atau resistensi terhadap antibiotik. Efektifitas terapi supresif mungkin menyebabkan perpanjangan waktu bakteri untuk bereplikasi atau mungkin karena ditekannya aksi glycocalyx terhadap sel. Efektifitas pengobatan supresif osteomyelitis pada tulang panjang tanpa implan di tempat belum ditentukan.
Terapi supresif biasanya diberikan selama 6 bulan. Jika terdapat infeksi berulang setelah penghentian terapi, baru dilakukan terapi supredif seumur hidup.

Pengobatan Operatif
Manajemen operatif osteomielitis bisa sangat menantang. Prinsip-untuk mengobati setiap infeksi berlaku untuk pengobatan infeksi pada tulang. Prinsip-prinsip ini meliputi drainase yang adekuat, debridement luas dari semua jaringan nekrotik, obliterasi ruang mati (dead space), perlindungan terhadap jaringan lunak yang adekuat, dan memperbaiki efektifitas aliran darah. Pengobatan operatif pada host yang kompromise bahkan lebih menantang. Gangguan fungsional yang disebabkan oleh penyakit, operasi rekonstruksi, dan akibat metabolik terhadap terapi yang agresif mempengaruhi pemilihan pasien untuk melakukan pengobatan. Terkadang, prosedur yang diperlukan untuk meringankan penyakit tersebut dapat menyebabkan hilangnya fungsi, tungkai, atau kehidupan dari host. Oleh karena itu, pengobatan operatif standar osteomielitis tidak dapat dilalukan pada semua kasus tersebut dan pada beberapa pasien yang terancam jiwanya pengobatan radikal dapat dipilih seperti amputasi atau menggunakan terapi antibiotic supresi.

Debridemen Tulang
Tujuan debridement adalah meninggalkan jaringan yang sehat dan layak. Debridement tulang dilakukan sampai terdapat titik-titik pendarahan atau paprika sign. Namun, bahkan ketika semua jaringan nekrotik telah di debridement secara tepati, jaringan yang tersisa dipertimbangkan telah terkontaminasi. Baru-baru ini, telah dilakukan penelitian pada tindakan operasi debridemen secara luas pada pasien yang normal dan pasien kompromise, dimana host kompromise yang diobati secara reseksi marginal (yaitu dengan clearance margin < 5 mm) memiliki kekambuhan yang lebih tinggi dari orang normal. Menurut penulis studi tersebut, reseksi secara luas tampaknya jauh lebih penting pada kompromise host, sedangkan reseksi marjinal mungkin dapat diterima pada host yang normal.

Rekonstruksi Defek pada Tulang dan Manajemen Dead Space
Debridement yang adekuat dapat meninggalkan defek yang besar pada tulang, yang disebut sebagai dead space. Ruang ini adalah masalah karena vaskularisasinya yang buruk yang merupakan predisposisi untuk infeksi menetap. Manajemen yang tepat dari setiap dead space yang disebabkan oleh debridement harus dapat mencegah infeksi dan menjaga integritas rangka. Tujuan dari manajemen dead space adalah untuk menggantikan tulang yang mati dan jaringan parut dengan jaringan vaskurarisasi yang tahan lama. Graft/cangkok tulang dengan vaskularisasi telah terbukti sukses untuk mengisi dead space tersebut. Graft ini biasanya diperoleh dari fibula atau ilium. Menutup/flaps dengan jaringan lokal atau jaringan bebas juga dapat digunakan untuk mengisi dead space. Teknik alternatif adalah dengan menempatkan graft tulang cancellous dibawah jaringan lokal atau bila perlu dapat ditambahkan transfer jaringan. Perencanaan pra operasi secara hati-hati sangat penting pada pasien yang memiliki cadangan tulang cancellous terbatas. Open graft cancellous tanpa jaringan lunak berguna apabila transfer jaringan bukanlah suatu pilihan dan flaps jaringan lokal tidak memadai.
Antibiotic-impregnated acrylic beads dapat digunakan untuk mensterilkan dan memelihara dead space secara sementara. Beads biasanya dihilangkan dalam waktu 2-4 minggu dan diganti dengan graft tulang kanselus. Antibiotik yang paling umum digunakan dalam beads adalah vankomisin, tobramycin, dan gentamisin. Tingkat penahanannya terhadap osteomielitis berkisar dari 55% pada studi 54 pasien, 96% pada studi 46 pasien. Karena sebagian besar beads bertindak sebagai biomaterial di permukaan sehingga bakteri dapat menempel, sehingga dapat menyebabkan infeksi yang disebabkan oleh beads. Untuk menghindari masalah seperti itu, telah digunakan antibiotic-impregnated beads yang telah digunakan baru-baru dan telah menunjukkan aktifitas antibiotic-release yang menguntukan. Penambahan graf tulang calcellous antibiotic-impregnated beads telah dilakukan percobaan pada 46 pasien, dan 95% dapat ditahan. Antibiotik (klindamisin dan amikasin) juga telah diberikan langsung ke dead space dengan pompa implan, dan pemberian antibiotic sistemik local tingkat tinggi sampai rendah dilakukan.
Pilihan tambahan yang dapat membantu penyembuhan luka jaringan lunak adalah sistem vakum, sebuah alat dengan tekanan negatif lokal di atas permukaan luka dan membantu penarikan cairan. Dalam satu studi kasus anak-anak, sistem ini membantu untuk meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan penyembuhan cedera  jaringan lunak yang luas. Herscovici dkk. juga menunjukkan kegunaannya sebagai terapi tambahan untuk cedera jaringan lunak, dalam sebuah studi non-random sebanyak 21 pasien yang memiliki trauma yang berkelanjutan; penulis melaporkan bahwa 57% dari pasien tidak memerlukan pengobatan tambahan atau split-graft skin yang tebal setelah sekitar 20 hari pengobatan dengan tekanan negatif. Manfaat sistem vakum sangat menjanjikan; Namun, untuk pengetahuan kita, tidak ada uji klinis terkontrol yang dapat menentukan keberhasilan dan risiko pada pasien dengan osteomielitis. Para penulis dari salah satu studi kasus melaporkan bahwa sistem vakum memiliki potensi untuk perkembangan infeksi luka anaerob.

Stabilisasi Tulang
Jika terdapat ketidakstabilan pada tulang di tempat infeksi, pastikan untuk mengambil tindakan guna mencapai stabilitas dengan plates, screws, rods dan / atau fixator eksternal. Fiksasi eksternal lebih disukai daripada fiksasi internal karena memiliki kecenderungan menjadi infeksi sekunder di medula dan menyebar menjadi infeksi luas. fiksasi eksternal Ilizarov memungkinkan rekonstruksi defek secara segmental dan resiko infeksi non-unions menjadi sulit. Metode ini didasarkan pada teknik distraksi osteogenesis dimana osteotomi dibuat di daerah metaphisial tulang secara bertahap untuk mengisi defek pada tulang. Teknik Ilizarov digunakan untuk kasus-kasus osteomielitis sulit ketika stabilisasi dan pemanjangan tulang diperlukan. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengkompresi non-unions dan untuk memperbaiki malunions. Dalam studi dimana teknik ini digunakan, rata-rata dapat menahan osteomielitis berkisar antara 75% pada 28 pasien dan 100% pada 11 pasien.

Pelindung untuk Jaringan lunak
Perlindungan jaringan lunak yang adekuat diperlukan untuk menahan osteomielitis. Defek kecil pada jaringan lunak dapat ditutupi dengan split skin graft yang tebal. Sekarang ini defek besar pada jaringan lunak atau pembungkus jaringan lunak yang inadekuat,  flaps otot lokal dan flaps vaskularisasi otot dapat dilakukan pada stadium-1 dan stadium-2. Transfer dari flaps otot lokal dan flaps vaskularisasi otot memperbaiki lingkungan yang biologis dengan membawa suplai darah yang penting untuk mekanisme pertahanan host, pemberian antibiotik, dan penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Flaps otot lokal dan mikrovaskuler serta flaps mikrovaskuler tunggal telah digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik dan debridement. Tingkat penahanan terhadap osteomielitis yang berkisar antara 90% dalam studi 33 pasien, 100% dalam studi 18 pasien.
Pada akhirnya, penyembuhan dengan cara sekunder harus khawatir bila jaringan parut yang mengisi defek mungkin akan menjadi avascular. Penutupan luka harus dilakukan bila meningkinkan.
Meskipun terdapat kemajuan antibiotik dan pengobatan operatif, osteomielitis tetap sulit untuk diobati. Bakteri dapat mencapai tulang melalui aliran darah, dari fokus infeksi yang berdekatan, sebagai akibat dari trauma tembus, atau dari intervensi operatif. Tulang yang nekrosis terjadi diawal, mengarah ke proses kronis dan mempersulit utuk kemungkinan eradikasi kuman. Adanya jaringan dengan vaskularisasi yang buruk, perlekatan bakteri distruktur tulang dan implan, dan replikasi bakteri yang lambat semuanya berkontribusi menyebabkan infeksi yang menetap. Pengobatan yang tepat untuk osteomielitis terdiri dari terapi antimikroba yang adekuat dan debridement operatif semua tulang dan jaringan lunak yang nekrotik. Pengobatan antibiotik harus ditentukan berdasarkan hasil kultur dan mengidentifikasi sensitivitasnya terhadap antibiotik. Pengobatan sering melibatkan kombinasi dari antibiotik. Pengobatan operatif harus mencakup debridement, obliterasi dead space, perlindungan jaringan lunak yang adekuat, pemulihan suplai darah, dan stabilisasi. Interaksi yang baik antara berbagai spesialis (ahli bedah ortopedi, dokter bedah plastik dan pembuluh darah, dan spesialis penyakit menular) sangat penting untuk meningkatkan menejemen penyakit ini.

B.       Terapi oksigen hiperbarik pada osteomielitis
a.        Sejarah Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan pertama kali oleh Behnke pada tahun 1930. Saat itu terapi oksigen hiperbarik hanya diberikan kepada para penyelam untuk menghilangkan gejala penyakit dekompresi (Caisson’s disease) yang timbul akibat perubahan tekanan udara saat menyelam, sehingga fasilitas terapi tersebut sebagian besar hanya dimiliki oleh beberapa rumah sakit TNI AL dan rumah sakit yang berhubungan dengan pertambangan.
Terapi hiperbarik mungkin baru segelintir orang yang mengenalnya. Di Indonesia sendiri, terapi oksigen hiperbarik pertama kali dimanfaatkan pada tahun 1960 oleh Lakesla yang bekerjasama dengan RSAL Dr. Ramelan, Surabaya.  Hingga saat ini fasilitas tersebut merupakan yang terbesar di Indonesia. Adapun beberapa rumah sakit lain yang memiliki fasilitas terapi oksigen hiperbarik adalah: (RS PT Arun Aceh, RSAL Dr Midiyatos, Tanjung Pinang, RSAL Dr Mintohardjo Jakarta, RS Pertamina Cilacap, RS Panti Waluyo Solo, Lakesla TNI AL Surabaya, RSU Sanglah Denpasar, RS Pertamina Balikpapan, RS Gunung Wenang Manado, RSU Makasar, RSAL Halong Ambon, RS Petromer Sorong).
Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi unsur-unsur udara yang terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2) 21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung Oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.
Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan  gangguan kehidupan pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi, utilisasi dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (>1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Seorang ahli terapi hiperbarik, Laksma Dr. dr. M. Guritno S, SMHS, DEA yang telah mendalami ilmu oksigen hiperbarik di Perancis selama 5 tahun menjelaskan bahwa terdapat dua jenis dari terapi hiperbarik, efek mekanik dan fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam plasma. Bahkan, kian populernya khasiat dan manfaat terapi ini, pemakaiannya telah semakin meluas sebagai terapi kebugaran tubuh serta untuk kecantikan sebagai terapi yang bertujuan memberikan efek tampil awet muda.

b.        Oksigen hiperbarik
Oksigen adalah suatu gas yang merupakan unsur vital dalam proses metabolisme seluruh sel tubuh. Adanya kekurangan oksigen dapat menyebabkan kematian jaringan dan mengancam kehidupan seseorang. Tetapi tidak banyak orang yang tahu, selain dalam proses pernafasan dan metabolisme, oksigan juga memiliki peran dalam pembentukan kolagen dan perbaikan jaringan sehingga pemberian oksigen yang dapat membantu dalam proses penyembuhan luka maupun dalam proses anti penuaan.
Secara umum, terapi oksigen hiperbarik (HBOT = Hyperbaric oxygen therapy) merupakan suatu metoda pengobatan dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara yang dua hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal, yaitu 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut.
Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah keseluruh tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah oksigen yang dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%.Terapi ini merupakan terapi komplementer yang dilakukan bersama dengan terapi medis konvensional.

c.         Mekanisme Pengobatan  Hiperbarik
Hiperbarik oksigen terapi (HBOT) memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.
Oksigen hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana pasien menghirup oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari  pada tekanan udara atmosfer normal. Pengobatan oksigen hiperbarik ini, berpengaruh pada pengiriman oksigen secara sistemik dimana terjadi peningkatan 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada atmosfir biasa. Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema.
Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%, tekanan 2 – 3 Atm. Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan luka, hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal. Sebelum menjalani terapi, mekanisme  yang paling utama adalah sebelum terapi pasien harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu, antaranya:
·      Menyebutkan atau mengisi riwayat kesehatan pasien. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya kontraindikasi dan komplikasi.
·      Melakukan pemeriksaan foto toraks (rontgen). Tujuannya untuk mendeteksi apakah jantung dan paru-paru dalam kondisi baik atau sebaliknya. Jika ternyata mengalami tuberkolosis, misalnya konsultasikan pada ahli paru agar diobati. Bila perlu pasien dianjurkan membeli masker sendiri untuk menghindari penularan penyakit itu pada orang lain. Intinya pemeriksaan ini bertujuan mengetahui secara persis kondisi keseluruhan si pasien dan untuk mencari faktor penyebab penyakit. Sekali lagi, upaya tersebut dilakukan semata-mata untuk menghindari kemungkinan efek samping yang terjadi
d.        Terapi oksigen hiperbarik pada kasus osteomyelitis
Pengobatan osteomyelitis kompleks dan sulit dan membutuhkan pendekatan multidisiplin. Walaupun operasi debridemen dan pengobatan dengan antibiotik telah dilakukan, terapi membutuhkan waktu yang lama dan hasil akhirnya dapat tidak sesuai dengan harapan. Kegagalan terapi pada osteomyelitis mempunyai berbagai macam factor antara lain yang berperan adalah aliran darah yang berkurang, hipoksia, dan iskemia jaringan. Oleh karena itu, akhir-akhir ini dikembangkan terapi adjuvant untuk terapi osteomyelitis. Terapi oksigen hiperbarik adalah salah satu terapi adjuvant yang paling potensial dan yang tersering digunakan sebagai adjuvant pada terapi osteomyelitis. Terapi HBO meningkatkan tekanan oksigen jaringan, tulang dan jaringan lunak yang mengalami penyembuhan akibat iskemik. Mekanisme HBO dalam pengobatan osteomielitis adalah:
1.    Meningkatkan tekanan oksigen pada jaringan
2.    Meningkatkan mekanisme fagosit leukosit pada tulang dan luka dengan tekanan oksigen rendah
3.    Tekanan optimal oksigen meningkatkan osteogenesis atau neurovaskularisasi pada daerah yang mengalami kematian jaringan, pembuluh daran atau jaringan lunak
4.    HBO meningkatkan aktivitas osteoklastik untuk menghilangkan debris pada tulang dan juga menghambat pertumbuhan organisme anaerobik dalam jaringan hipoksia
Tekanan oksigen normal pada tulang yang sehat adalah sekitar 45 mmHg oksigen di bawah kondisi ruangan. Jaringan tulang yang terinfeksi dan nekrotik menyebabkan penurunan tekanan oksigen yaitu 23 mmHg. Hal ini menyebabkan gangguan vaskular, pembentukan jaringan parut pada jaringan tulang yang terinfeksi. Sehingga untuk memperbaiki kondisi  tersebut dibutuhkan tekanan oksigen sekitar 30- 40 mmHg. Tekanan ini dibutuhkan untuk pembentukan neurovaskularisasi dalam jaringan yang mengalami iskemik dan meningkatkan killing leukosit. Walaupun pemberian antibiotik dapat membunuh meikoorganisme dalam jaringan lunak di area infeksi dan operasi menghilangkan jaringan yang mati pada tulang yang terinfeksi namun HBO memperbaiki respon host dengan membuat lingkungan lebih menguntungkan untuk membunuh leukosit oksidatif, neurovaskularisasi dan resorspsi tulang yang mengalami iskemik dan tersinfeksi. Selian itu terapi HBO meningkatkan transportasi dan menambahkan kemanjuran terapi antibiotik karena pemberian antibiotik akan terhambat jika terdapat area yang mengalami hipoksia.
Secara garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam proses penyembuhan luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka dapat dikoreksi dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaian intalasi oksigen 40% pada tekanan udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5 Tekanan Atmosfir Absolut (ATA). Tekanan yang tinggi diperlukan untuk oksigenasi di pusat luka kronis yang hipoksia. Terapi oksigen hiperbarik pada tekanan 2 ATA memperlihatkan terjadinya peningkatan oksigenasi jaringan yang mengalami hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang hipoksia dengan terapi oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi kolagen. Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit untuk membunuh bakteri patogenik.
Sel PMN merupakan sel yang bertanggung jawab terhadap perlawanan infeksi bakteri. Dengan menggunakan model S.aureus, Mader menunjukkan hubungan proporsional antara tekanan oksigen dan kemampuan fagosit. Meningkatkan oksigen hingga 150 mmHg dan 760 mmHg membunuh sebagian besar S.aureus.Penelitian menunjukkan hasil terapi osteomyelitis staphylokokus membaik dengan terapi adjuvant oksigen hiperbarik. Fibroblast tidak dapat mensintesa kolagen atau migrasi ke daerah terinfeksi apabila tekanan oksigen kurang dari 20 mmHg.Meningkatkan tekanan oksigen di atas 200 mmHg mengembalikan aktifitas fibroblastik ke dalam fungsi normal.




















DAFTAR PUSTAKA

         1.         Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9th edition. UK: Hodder Arnold; 2010.
  1. Ladd A, Jones HH, Otanez O. Osteomyelitis. Stanford university Medical Media, 2003.
  2. Luca Lazzarini, Jon Mader, dan Jason Calhoun. 2004. Journal Osteomyelitis in Long Bones. http://www.ejbjs.org/cgi/reprint/86/10/2305.pdf
  3. King RW, Jonshon D. Osteomyelitis, 2009. Available at http://www.emedicine.com.
  4. Ciampolini, J., K. G. Harding. 2000. Pathophysiology of chronic bacterial osteomyelits. Postgrad Med J, 76: 479-483 (Ciampolini, 2000)
  5. Baltensperger, M., G. K. Eyrich. 2009. Osteomyelitis of the Jaws. ISBN: 978-3-540-28764-3 (Baltensperger, 2009)
         7.         Dabov GD. Osteomyelitis. In: Canale ST, Beaty JH. Campbell’s operative otthopaedics. 11th edition. USA: Mosby; 2008.
         8.         Miller MD. Review of orthopaedics. 5th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
         9.         Lazzarini L, Mader JT, Cahoun JH. Current concepts review osteomyelitis in long bones. JBJS; 2004.
       10.       Hayes W. Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) for tissue damage, including wound care and treatment of central nervous sistem (CNS) conditions. Washington: Health technology assessment program (HTA); 2013.
       11.       Roy M, Somerson JS, Kerr KG, Conroy JL. Pathophysiology and pathogenesis of osteomyelitis. USA: University of Texas; 2012.
       12.       Chen CE, Shih ST, Fu TH, Wang JW, Wang CJ. Hyperbaric oxygen therapy in the treatment of chronic refractory osteomyelitis; a preliminary report. Taiwan: Department of trauma surgery Chang Gung Memorial Hospital; 2002.
       13.       Gomes D, Pareira M, Bettencout F. Osteomyelitis: an overview of antimicrobial therapy. Brazil: BJPS; 2013.
       14.       Nadeem M, Nadeem S, Mahmood KT. Drug therapy in osteomyelitis. Lahore: Department of pharmacy lahore college for women university; 2010.
       15.       Eid AJ, Berbari EF. Osteomyelitis: review of pathophysiology, diagnostics modalities and therapeutic options. USA: J Med Liban; 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar