BAGIAN
ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT LAPORAN KASUS
FAKULTAS
KEDOKTERAN FEBRUARI 2017
UNIVERSITAS
PATTIMURA
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA STROKE
Disusun oleh:
1. Deandles
Wattimury (2009-83-022)
2. Ditta
Septia Wulandari (2009-83-040)
Pembimbing
I :
Letkol Laut (K) dr.
Hisnindarsyah, SE., M.Kes
Pembimbing
II : Lettu Laut (K) dr. Andika Agus Artanto
Pembimbing
III : Lettu Laut (K) dr. Irwasyah
DIBAWAKAN
DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
RUMKITAL
DR. F. X. SUHARDJO LANTAMAL IX AMBON
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak
dan bukan disebabkan oleh gangguan tumor
otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.
Stroke dengan defisit neurologis yang terjadi
tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Oklusi dapat berupa
trombus, embolus, atau tromboembolus, yang menyebabkan hipoksia sampai anoksia
pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang
kedokteran menghasilkan sejumlah metode-metode baru dalam upaya penyembuhan penyakit. Salah satu
diantaranya adalah terapi oksigen hiperbarik. Sejarah awal terapi oksigen
hiperbarik berkaitan dengan dunia penyelaman (diving). Hiperbarik adalah
terapi oksigen dengan menggunakan
tekanan yang tinggi. Pada awalnya terapi oksigen hiperbarik hanya digunakan
untuk mengobati decompression sickness yaitu suatu penyakit dalam ilmu
kesehatan penyelaman. Seiring dengan berjalannya waktu, terapi oksigen hiperbarik
berkembang fungsinya untuk terapi bermacam-macam penyakit, salah satunya
stroke. Mengetahui
besarnya manfaat terapi oksigen hiperbarik dalam penyembuhan penyakit diatas,
maka tenaga kesehatan khususnya di bidang kedokteran dirasakan perlu untuk mengenal
dan memahami manfaat terapi oksigen hiperbarik.
Rumah Sakit Angkatan Laut
(RSAL) Dr.F.X Suhardjo merupakan rumah sakit TNI-AL di
Provinsi Maluku yang merupakan satu-satunya rumah sakit yang dilengkapi
dengan fasilitas Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) untuk terapi
oksigen Hiperbarik. Dengan adanya fasilitas ini sudah banyak
sekali kasus yang diterapi dengan Hiperbarik oksigen termasuk penyakit
akibat menyelam dan penyakit lainnya seperti stroke.
BAB
II
LAPORAN
KASUS
A.
Identitas Pasien
Nama :
Tn. JN
Umur :
74 tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Swasta
Agama :
Kristen
Status :
Menikah
Alamat :
Tanah tinggi
Tanggal masuk RS :
13 Februari 2017
Tanggal pemeriksaan : 14 Februari 2017
B.
Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Keluhan
utama
Lemah
badan kanan
2. Anamnesis
terpimpin
Anamnesis
sistematis
Pasien
datang dengan keluhan lemah badan kanan yang dialami ± 5 bulan SMRS. Awalnya
pasien merasa berat pada anggota gerak dan lama- kalamaan semakin sulit digerakan.
Pasien mengaku tidak merasa keram, tebal ataupun nyeri pada bagian tubuh yang
lemah. Pasien juga mengatakan pernah mengalami kesulitan berbicara, tapi dalam
beberapa bulan keluhan membaik. Keluhan ini mulai dirasakan pasien setelah 1
bulan semenjak kematian istri pasien. Keluhan disertai kesulitan tidur,
mual-muntah (-), nyeri kepala (-), pusing (-).BAB/ BAK lancar normal.
Riwayat pengobatan:
Pasien pernah berkonsultasi di Spesialis saraf dan beberapa kali melakukan
fisioterapi.
Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi, DM, Asma, disangkal.
Riwayat penyakit
keluarga: tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat kebiasaan:
Merokok (+), Minum alcohol (+).
C.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Status gizi : Kesan baik
Kesadaran : Kompos mentis (GCS E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan darah :130/80 mmHg
HR : 80 x/menit, regular
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,5° C
1. Kepala
: Bentuk normosefal, wajah simetris, deformitas (-)
a. Mata
: Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), ptosis (-), refleks kornea (+/+), konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
b. Telinga
: Pendengaran kesan normal, tofi (-/-), deformitas (-), serumen (-/-), nyeri
tekan prosesus mastoideus (-/-).
c. Hidung
: Rinorea (-/-), deformitas (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping
hidung (-).
d. Mulut
: Bibir pucat (-), perdarahan gusi (-), tonsil T1-T1, faring normal, hiperemis
(-), lidah bersih. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar gondok (-).
2. Dada
a. Paru
a.
Inspeksi ; Gerakan napas simetris
(kiri-kanan), bentuk simetris, venektasi (-), pelebaran sela iga (-), benjolan
(-), jaringan parut (-).
b.
Palpasi : tidak ada pergeseran trakea,
nyeri tekan (-), fremitus taktil normal (tidak meningkat maupun berkurang).
c.
Perkusi: paru kiri dan kanan sonor, batas
bawah paru belakang setinggi torakal X dan batas kanan lebih tinggi 1 jari dari
batas kiri.
d.
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
kiri-kanan.
Bunyi tambahan : ronki -/-, wheezing -/-
b. Jantung
a.
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
b.
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V
sejajar midklavikula sinistra, kuat angkat (+), thrill (-).
c.
Perkusi : Pinggang jantung di ICS III
dekstra, batas jantung di linea sternalis dekstra, batas kiri jantung di linea
midklavikula sinistra.
d.
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni
regular normal, murmur (-), gallop (-) Perut.
3. Abdomen
a. Inspeksi
: Datar, supel, jaringan parut (-)
b. Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).
c. Perkusi
: Timpani.
d. Auskultasi
: Peristaltik usus normal 6 kali/menit
4. Punggung
a. Inspeksi
: Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), massa (-)
b. Palpasi
: Nyeri tekan (-).
c. Nyeri
ketok : CVA (-/-)
d. Auskultasi
: Vesikuler.
e. Gerakan
: Simetris kiri kanan
5. Alat
genitalia : Tidak Diperiksa
6. Anus
dan rektum : Tidak Diperiksa
7. Ekstremitas
: Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-/-), atrofi otot (-/-), deformitas (-).
D. Pemeriksan
Neurologis
Pemeriksaan nervus kranialis
1.
N. I (Olfactorius)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Daya pembau
|
Normal
|
Normal
|
2.
N. II (Opticus)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Ketajaman penglihatan
|
Normal
|
Normal
|
|
Lapangan pandang
|
Normal
|
Normal
|
|
Funduskopi
|
Tidak diperiksa
|
3.
N. III, IV, VI
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Celah kelopak mata
|
Normal
|
Normal
|
|
Ptosis
|
(-)
|
(-)
|
|
Eksoftalmus
|
(-)
|
(-)
|
|
Ptosis bola mata
|
(-)
|
(-)
|
|
Pupil
Ukuran/bentuk
|
3 mm/bulat
|
3 mm/bulat
|
|
Isokor/anisokor
|
Isokor
|
Isokor
|
|
Refleks
cahaya langsung/tak langsung
|
+/+
|
+/+
|
|
Refleks
akomodasi
|
Normal
|
Normal
|
|
Gerakan
bola mata
Parese ke arah
Nistagmus
|
(-)
(-)
|
(-)
(-)
|
4. N.
V (Trigeminus)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Sensibilitas
NV1
NV2
NV3
|
Normal
Normal
Normal
|
Normal
Normal
Normal
|
|
Motorik
Inspeksi/palpasi
(Istirahat/menggigit)
|
Simetris
|
Simetris
|
|
Refleks dagu/masseter
|
Normal
|
Normal
|
|
Refleks kornea
|
+
|
+
|
5. N.
VIII (Vestibulokoklearis)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Pendengaran
|
Normal
|
Normal
|
|
Test rinne/weber
|
tidak dilakukan
|
||
Tes Swabach
|
tidak dilakukan
|
||
Fungsi vestibuler
|
tidak dilakukan
|
6. N.
IX (Glosofaringeus)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Arkus
faring
|
Normal
|
Normal
|
|
Daya perasa
|
Normal
|
Normal
|
7. N.
X (Vagus)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Arkus
faring
|
Normal
|
Normal
|
|
Dysfonia
|
-
|
-
|
8. N.
XI (Aksesorius)
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan
|
Normal
|
Normal
|
|
Angkat bahu
|
3
|
5
|
9. N.XII
(Hipoglosus):
Dextra
|
Sinistra
|
Keterangan
|
|
Deviasi lidah
|
(-)
|
(-)
|
|
Atrofi
|
(-)
|
(-)
|
|
Tremor
|
(-)
|
(-)
|
|
Ataksia
|
(-)
|
(-)
|
Pemeriksaaan
Motorik
Dextra
|
sinistra
|
Keterangan
|
|
Ekstremitas
Atas.
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.
Involunter
|
3
3
Normal
Eutrofi
-
|
5
5
Normal
Eutrofi
-
|
|
Ekstremitas
Bawah
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.
Involunter
|
4
4
Normal
Eutrofi
-
|
5
5
Normal
Eutrofi
-
|
Pemeriksaan
Sensorik
Dextra
|
sinistra
|
Keterangan
|
|
Raba
Nyeri
Suhu
|
+
+
+
|
+
+
+
|
E.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
F.
Diagnosis Kerja
Hemiparesa
dextra ec. Suspect stroke iskemik.
G.
Penatalaksanaan
-
Rencana 1 sesi HBOT
berdasarkan tabel klinis Kind Wall modifikasi Guritno.
-
Konsul Neurologi
-
Konsul
fisioterapi
H.
Prognosis
Ad fungsionam : Dubia
Ad sanasionam : Dubia
Ad vitam : Bonam
I.
Follow up
Tanggal/Jam
|
Hasil
Pemeriksaan, Analisa, Dan Tindak Lanjut
|
|
Catatan
Perkembangan
|
||
S
(Subjektif), O (Objektif), A
(Assessment)
|
P (Planning)
|
|
14/02/2017
|
S: lemah badan kanan (+), susah tidur (+).
O: GCS : E4M6V5
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/menit
P: 18 x/menit
S: 36,60C
Motorik
:
Ekstremitas
Atas.
Kekuatan
Distal : D : 3, S: 5
Proksimal : D : 3, S: 5
Kekuatan
mengankat bahu : tidak simetris
D
: 3, S: 5
Ekstremitas
Bawah.
Kekuatan
Distal : D : 4, S: 5
Proksimal : D : 4, S: 5
Sensorik :
Raba
: +/+
Nyeri
: +/+
|
-
HBOT (Hari
ke 2) tabel klinis Kind Wall modifikasi Guritno.
-
Konsul Sp.S
|
15/02/2017
|
S: lemah badan kanan (+), susah tidur (+).
O: GCS : E4M6V5
TD : 130/70 mmHg
HR : 74 x/menit
P: 18 x/menit
S: 36,50C
Motorik
:
Ekstremitas
Atas.
Kekuatan
Distal : D : 3, S: 5
Proksimal : D : 3, S: 5
Kekuatan
mengankat bahu : tidak simetris
D
: 3, S: 5
Ekstremitas
Bawah.
Kekuatan
Distal : D : 4, S: 5
Proksimal : D : 4, S: 5
Sensorik :
Raba
: +/+
Nyeri : +/+
|
-
HBOT (Hari
ke 3) tabel klinis Kind Wall modifikasi Guritno.
|
16/02/2017
|
S: lemah badan kanan (+), susah tidur (+)
berkurang.
O: GCS : E4M6V5
TD : 140/80 mmHg
HR : 80 x/menit
P: 18 x/menit
S: 36,50C
Motorik
:
Ekstremitas
Atas.
Kekuatan
Distal : D : 3, S: 5
Proksimal : D : 3, S: 5
Kekuatan
mengankat bahu : tidak Simetris
D
: 4, S: 5
Ekstremitas
Bawah.
Kekuatan
Distal : D : 4, S: 5
Proksimal : D : 4, S: 5
Sensorik :
Raba
: +/+
Nyeri : +/+
|
-
HBOT (Hari
ke 4) tabel klinis Kind Wall modifikasi Guritno.
|
BAB III
DISKUSI
DISKUSI
Pasien laki-laki umur 74 tahun datang Pasien datang
dengan keluhan lemah badan kanan yang dialami ± 5 bulan SMRS. Awalnya pasien
merasa berat pada anggota gerak dan lama- kalamaan semakin sulit digerakan.
Pasien mengaku tidak merasa keram, tebal ataupun nyeri pada bagian tubuh yang
lemah. Pasien juga mengatakan pernah mengalami kesulitan berbicara, tapi dalam
beberapa bulan keluhan membaik. Keluhan ini mulai dirasakan pasien setelah 1
bulan semenjak kematian istri pasien. Keluhan disertai kesulitan tidur, :
Pasien pernah berkonsultasi di Spesialis saraf dan beberapa kali melakukan
fisioterapi. Pada pemeriksaan fisik ditemuan kesadaran kompos mentis, GCS
E4V5M6. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36,50C.
kekuatan motorik ekstermitas atas kanan (3) dan kiri (5), ekstremitas bawah
Kanan (4) dan kiri (5). Daya angkat bahu kanan (4) dan kiri (5). Pada pasien
tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
A. STROKE
a. Defenisi
Stroke
adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi
b. Klasifikasi
Stroke
diklasifikasikan sebagai berikut:4
1.
Berdasarkan kelainan patologis
a.
Stroke hemoragik
1)
Perdarahan intrasereberal
2)
Perdarahan ekstrasereberal
b.
Stroke non hemoragik
1)
Stroke akibat trombosis sereberi
2)
Emboli sereberi
c. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor resiko yang
bisa dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.5
Tabel 1. Faktor resiko stroke.5
Bisa
dikendalikan
|
Tidak
bisa dikendalikan
|
·
Hipertensi
·
Merokok
·
Diabetes
·
Fibrilasi atrium
·
Stenosis karotis asimtomatik
·
Terapi hormon pasca menopause
·
Kontrasepsi oral
·
Inaktivitas fisik
·
Obesitas
·
Penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung
koroner dan pembuluh darah tepi)
|
·
Umur
·
Jenis kelamin
·
Herediter
·
Ras
|
d. Etiologi
Stroke iskemik dapat disebabkan tiga antara lain: kelainan vaskular,
kelainan jantung, dan kelainan darah.6
e. Tanda dan gejala
Serangan stroke jenis apapun akan menimbulkan
defisit neurologis yang bersifat akut. Hal ini meliputi :1
·
Hemidefisit motorik
·
Hemidefisit sensorik
·
Penurunan kesadaran
·
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) yang bersifat sentral
·
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan
berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia).
f. Patofisiologi
Pada stroke iskemik turunnya aliran darah fokal akan mengganggu
metabolisme dan fungsi neuron. Iskemik neuron adalah proses biokimia aktif yang
berkembang dengan berjalannya waktu. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa
menyebabkan berkurangnya energi yang diperlukan untuk memelihara potensial
membran dan gradien ion transmembran. Kalium akan bocor keluar dari dalam sel
yang akan menyebabkan depolarisasi dan selanjutnya menyebabkan masuknya ion
kalsium ke dalam sel dan juga menstimulasi pelepasan glutamat. Aktivitas
glutamat pada celah sinaps menstimulasi reseptor asam amino eksitatorik yang
akan berpasangan dengan kanal kalsium dan natrium. Hal ini akan menghasilkan
masuknya natrium pada neuron post sinaps dan dendrit yang akan menyebabkan
depolarisasi dan edema sitotoksik. Asidosis memiliki kontribusi terhadap
overload kalsium dengan cara mengaktivasi kanal ion yang sensitif kondisi asam.
Influks kalsium akan menyebabkan aktivasi enzim yang tergantung kalsium seperti
protease, lipase, dan nuklease dimana enzim ini dan produk metaboliknya seperti
eicosanoids dan sitoskeleton menyebabkan kematian sel.2
Bila terjadinya iskemik inkomplit maka sel tersebut akan hidup
lebih lama seperti yang ada pada sekitar infark yang disebut sebagai area
penumbra. Terdapat berbagai proses biologi yang menyebabkan kematian sel neuron
di area ini. Proses ini antara lain kematian sel terprogram (apoptosis).
Apoptosis dapat terjadi oleh aktivasi protein famili Bcl-2 dan caspase. Apabila
aliran darah pada daerah iskemik membaik sebelum terjadi kerusakan yang
ireversibel, maka gejala dapat timbul dalam beberapa saat, namun bila hal ini
menyebabkan iskemik jaringan otak ireversibel, maka defisit neurologis yang
terjadi akan menetap.2
Pada stroke perdarahan intrasereberal terbentuk hematom, edema otak
vasogenik terbentuk disekitar clot dan secara osmotik serum protein secara
aktif keluar dari hematom. Pada pasien dengan hipertensi, darah berasal dari
bifurcatio arteri yang kecil dan bercabang-cabang yang mengalami skar dan
degenerasi.2
Gambar 1. Efek
dari Perfusi otak yang abnormal 7
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan dalam penatalaksanaan stroke akut yaitu : 5
·
Pemeriksaan standar
-
CT scan kepala (atau MRI)
-
EKG
-
Kadar gula darah
-
Elektrolit serum
-
Tes faal ginjal
-
Darah lengkap
-
Faal Hemostasis
·
Pemeriksaan lain
-
Foto thoraks
-
Tes faal hati
-
Saturasi oksigen, analisa gas darah
-
Kadar alkohol dalam darah
h. Penatalaksanaan
- Stadium hiperakut
Tindakan
pada stadium ini dilakukan di IRD dan merupakan tindakan resusitasi
serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas.
Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 liter/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.1
Dilakukan
pemeriksaan CT Scan otak, EKG, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah
trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jka hipoksia, dilakukan
analisis gas darah.1
Tindakan
lain di IRD adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.1
- Stadium akut
Pada stadium
ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah
sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga
pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata
cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.1
§ Stroke
iskemik
Ø Terapi
umum
Letakkan
kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik mulai stabil. Selanjutnya
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).1
Pemberian
nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.1
Kadar
gula darah > 150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.1
Nyeri
kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥
220 mmHg, diastolic ≥ 120 mmHg, MAP ≥
130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan
infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.1
Jika
terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mmHg, diastolik ≤ 70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <
90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20µg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥
110 mmHg.1
Jika
kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.1
Jika
didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 gr/kgBB per menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25 g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberika larutan hpertonik (NaCl 3%)
atau furosemid.1
Ø Terapi
khusus
Ditujukan
untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan,
atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu citicoline atau piracetam (jika didapatkan afasia).1
B. Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis
dimana pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau
pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi
lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan
tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh
seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi
(RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit
klinis. Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu
yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (>1 ATA) dan bernafas dengan
oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap
penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Efek fisiologis dapat dijelaskan
melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke
jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.
Bahkan, kian populernya khasiat dan manfaat terapi ini, pemakaiannya telah
semakin meluas sebagai terapi kebugaran tubuh serta untuk kecantikan sebagai
terapi yang bertujuan memberikan efek tampil awet muda.8,10
Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel darah
merah keseluruh tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah
oksigen yang dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%. Terapi ini
merupakan terapi komplementer yang dilakukan bersama dengan terapi medis
konvensional.
a. Mekanisme Pengobatan Hiperbarik
Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO)
pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vasculer endotel growth factor (VEGF).
Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan
fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama
dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu
tahapan dalam penyembuhan luka.
Terapi stroke dengan HBOT
dilakukan berdasarkan table KINDWALL Modifikasi Guritno dimana pasien akan
ditekan dengan kedalaman 50 feet, dan dilakukan 3x sesi penghirupan oksigen
100% selama 30 menit diselingi 2x sesi istirahat masing-masing selama 5 menit
sebelum naik ke permukaan.
b. Rasionalitas Penggunaan Terapi Hiperbarik Pada Stroke
Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada daerah distal dari lokasi
oklusi arteri. Inti dari daerah iskemik mengacu pada daerah yang aliran
darahnya terancam sehingga akan terjadi cedera seluler yang ireversibel dan
jaringan yang iskemik tidak dapat diselamatkan. Di daerah tersebut, kematian
sel biasanya terjadi dalam beberapa menit. Diseputaran daerah 'inti' terdapat
area yang berkurang aliran darahnya namun masih mendapat aliran darah dari
pembuluh darah kolateral, daerah tersebut merupakan jaringan yang berisiko
terjadi infark tapi masih dapat diselamatkan. Jaringan ini disebut sebagai
'penumbra iskemik' dan merupakan target terapi neuroprotektif.11
Pada manusia, dari hasil pemeriksaan dengan Positron
emissin tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
menunjukkan bahwa daerah penumbra iskemik ada selama beberapa jam atau lebih
setelah onset gejala. Dengan berlalunya waktu, terjadi pengurangan volume
daerah penumbra iskemik dan mulai munculnya inti infark. Diyakini bahwa
hiperoksia dapat meningkatkan pO2 jaringan penumbra iskemik sehingga mengurangi
volume daerah infark dan defisit neurologis yang ditimbulkannya. Selain itu,
penerapan HBO pada stroke diyakini dapat meningkatkan hasil pemulihan pasca
stroke.11
Hiperoksia merupakan pilihan terapi yang menarik untuk
stroke akut karena memiliki beberapa sifat ideal dari neuroprotektif. Tidak
seperti kebanyakan neuroprotektif, HBO mudah berdifusi melintasi sawar darah
otak untuk mencapai jaringan target, mudah dilakukan, ditoleransi dengan baik,
dapat diberikan dalam konsentrasi 100% tanpa efek samping yang signifikan, dan
secara teoritis dapat dikombinasikan dengan terapi stroke akut lainnya.
Sampai saat ini, beberapa uji klinis terapi HBO pada
stroke iskemik yang dilakukan secara acak telah dipublikasikan. Anderson dkk
meneliti 39 pasien stroke iskemik yang kemudian diberikan udara bertekanan atau
oksigen pada 1,5 ATA selama 60 menit setiap 8 jam sebanyak 15 kali. Percobaan
ini terganggu pada awal penelitian karena analisis sementara menunjukkan kecenderungan
peningkatan nilai pemeriksaan neurologis dan volume infark yang lebih kecil di
bulan ke-4 pada sampel yang diberi udara hiperbarik. Namun penelitian ini tidak
dilanjutkan karena kesulitan logistik dan kecilnya toleransi pasien.11,13
Nigoghossian dkk meneliti secara acak 34 sampel
(terdiri dari 21 laki-laki) dengan stroke arteri serebral media yang diterapi
dengan HBO atau udara hiperbarik dalam 24 jam setelah onset gejala. Perawatan
diberikan setiap hari selama 40 Menit dengan tekanan 1,5 ATA selama 10 hari.
Keberhasilan terapi dinilai pada bulan ke-6 dan tahun pertama. Skor yang digunakan
untuk menilai keberhasilan terapi adalah Skor Rankin, Skor Trouillas dan skor
orgogozo. Semua sampel menerima pengobatan stroke yang standar termasuk heparin
dan terapi yang rehabilitasi. Tujuh sampel dibatalkan karena terjadi
komplikasi. Dari 27 sampel yang tersisa, dengan menggunakan skor orgogozo pada
tahun pertama menunjukkan hasil yang baik pada kelompok yang menerima terapi
HBO. Namun perbandingan sebelum dan sesudah terapi pada bulan ke-6 dan tahun 1
tidak menunjukkan hasil signifikan diukur dengan skala apapun. 11
c.
Beberapa penelitian mengenai hubungan HBOT dengan Stroke iskemik
Rusyniak dkk melakukan penelitian acak pada 33 pasien
(terdiri dari 22 laki-laki) yang mengalami stroke iskemik kurang dari 24 jam
dan skor NIHSS dibawah 23 untuk diterapi dengan HBO atau terapi palsu. Kelompok
terapi HBO menerima 100% oksigen pada tekanan 2,5 ATA, dan kelompok terapi
palsu menerima 100% Oksigen pada tekanan 1,14 ATA selama 60 Menit. Tidak ada
perbedaan skor NIHSS pada kedua kelompok. Dalam 3 bulan, Skor hasil temuan
neurologis (NIHSS, Rankin, indeks Barthel dan skor Glasgow) mendapat hasil yang
lebih baik pada kelompok yang menerima terapi palsu dibandingkan dengan
kelompok yang menerima terapi oksigen hiperbarik pada semua skala kecuali
indeks Barthel. Sehingga disimpulkan bahwa terapi HBO tidak bermanfaat pada
stroke iskemik atau bahkan mungkin berbahaya pada stroke.11,13,14
Dalam meta-analisis terbaru, Bennett dkk menyimpulkan
bahwa penggunaan HBO pada stroke tidak bisa disimpulkan berdasarkan data yang
ada. Bagaimanapun uji coba yang dilakukan tersebut memiliki beberapa
kekurangan. Kurangnya efek mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit
dan keterlambatan dalam memulai terapi HBO. Dalam uji klinis yang dilakukan
Anderson dkk HBO diberikan hingga 2 minggu setelah onset stroke. CT scan
digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya perdarahan hanya dalam studi
Rusyniak dkk. Keberhasilan yang signifikan tidak didapatkan dalam percobaan
apapun. Penggunaan tekanan ruang yang terlalu tinggi (2,5 ATA) dalam studi Rusyniak
dkk pernah diprotes. Selain itu, dalam uji coba ini, kelompok yang menerima
terapi palsu benar-benar menerima 100% oksigen dan bukan udara ruangan. Karena
NBO juga memiliki manfaat, sehingga validitas kelompok yang menerima terapi
palsu perlu dipertanyakan. Akhirnya, status reperfusi jaringan tidak dinilai
dalam uji coba apapun. Penelitian berikutnya harus lebih kuat dan terapi harus
diberikan segera setelah onset, harus menggunakan neuroimaging untuk memilih
sampel yang sesuai dan menilai keamanan (edema dan perdarahan) dan efektivitas
terapi, terapi HBO sesuai dosis, tekanan dan pengobatan regimen berdasarkan
bukti empiris, dan harus menggunakan skala pengukuran yang sensitif.
Efektivitas terapi HBO pada pasien dengan reperfusi jaringan harus
dipertimbangkan, dan terapi HBO harus diteliti sebagai terapi tambahan untuk
trombolisis.11,15
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Yogyakarta:
Cermin Dunia Kedokteran; 2011.
2. Margono IS, Asriningrum, Machin A. Stroke. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Saraf. Surabaya: FK UNAIR; 2011.
3. Magistris F, Bazak F, Martin J, Clinical review. Intracerebral
hemorrhage : patophysiology, diagnosis and management, Canada : MUMJ; 2013
4. Israr YA. Stroke. Pekanbaru: FK UNRI; 2008.
5. IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
primer. Jakarta; 2014
6. Atri A, Milligan TA, Maas MB, Safdieh JE. Ischemic stroke:
patophysiology and principles of localization. USA: Turner White; 2009.
7. Silbernagl S, Lang F. Sistem neuromuskular dan sensorik. Jakarta :
EGC, 2006; p.361
8. Sahni T, Singh P, John MJ. Hyperbaric oxygen therapy : current
trends and applications. New Delhi: JAPI; 2003.
9. Oktaria S. Terapi oksigen hiperbarik. Perhimpunan Kesehatan
Hiperbarik Indonesia. Jakarta;2016
10. McDonagh MS, Carson S, Ash JS, Russman BS, Stavri PZ, Krages KP et
al. Evidence report/technology assessment: hyperbaric oxygen therapy for brain
injury, cerebral palsy, and stroke. USA: AHRQ Publication; 2003.
11. Singhal AB. A review of oxygen therapy in ischemic stroke. USA:
Department of Neurology, Massachusetts General Hospital; 2007.
12. Mu J, Krafft PR, Zhang JH. Hyperbaric oxygen therapy promotos
neurogenesis: where do we stand?. USA: Medical Gas Research; 2011.
13. Rusyniak
DE, Kirk MA, May JD, Kao LW, Brizendine EJ, Julie LW et al. Hyperbaric oxygen
therapy in acute ischemic stroke: results of the hyperbaric oxygen in acute
ischemic stroke trial pilot study. Dallas: American Heart Association; 2003
14. Jain KK.
Hyperbaric oxygen in acute ischemic sroke. Dallas: American Heart Association;
2003.
15. Bennett
MH, Wasiak J, Schnabel A, Kranke P, French C. Hyperbaric oxygen therapy for
acute ischaemic stroke (Cochrane Review). In: The Cochrane Library, Issue 1,
2006. Oxford: Update Software
Tidak ada komentar:
Posting Komentar