BAGIAN ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017
UNIVERSITAS PATTIMURA
ASMA
BRONCHIALE EKSASERBASI AKUT
SERANGAN
BERAT EPISODIK JARANG
Oleh
Meinny Jean Lessy (2009-83-006)
Leberina
Hendrayette Tunjanan (2009-83-044)
Pembimbing
I:
Letkol
Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE, M. Kes
Pembimbing
II: Pembimbing III: Pembimbing
IV:
dr.
Murtia, Sp. A , Msc Lettu laut (K) dr. Andhika Agus
A Lettu laut (K) dr. Irwansyah
DIBAWAKAN
DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
RUMKITAL DR. F. X. SUHARDJO LANTAMAL IX AMBON
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
BAB
I
PENDAHULUAN
Asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan
ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan
yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap
bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran
pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya
menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. Asma bronkial merupakan
penyakit kronik yang sering dijumapai pada anak di negara maju. Sejak dua
dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalens asma meningkat pada anak maupun
dewasa. Namun, akhir-akhir ini di Amerika dilaporkan tidak terjadi peningkatan
lagi di beberapa negara bagian. Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2%
(6% dewasa dan 10% pada anak).4
Prevalens
tersebut sangat bervariasi. Terdapat perbedaan prevelens antara negara bagian
dan bahka perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Di
Indonesia dalam dekade
terakhir ini prevalensi asma bronkial cenderung meningkat, sehingga masalah
penanggulangan asma menjadi masalah yang menarik. Pada saat ini tersedia banyak
jenis obat asma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapi hal ini tidak
mengurangi jumlah penderita asma. Beberapa negara melaporkan terjadinya peningkatan
morbiditas dan mortalitas penderita asma. Hal ini antara lain disebabkan karena
kurang tepatnya penatalaksanaan atau kepatuhan penderita Bertambahnya
pengetahuan dalam patogenesis asma mempunyai dampak positif terhadap
penatalaksanaan asma. Ketika asma dianggap hanya sebagai suatu penyakit alergi,
antihistamin dan kortikosteroid merupakan obat yang selalu digunakan dalam
penatalaksanaan asma. Saat ini telah ditemukan konsep baru patogenesis asma
bronkial sehingga mempengaruhi pola pengobatan asma.3,4,6,8
Penyebab Asma
masih belum jelas, diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi berlebihan
dari trakea dan bronkus (hiperaktivitas bronkus). Hiperaktivitas bronkus ini
belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan
sebagian adregenik, kurangnya enzim adenilklase dan meningginya tonus sistem
paraimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus
parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjjai spasme bronkus. Banyak
faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritablitas tersebut.
Faktor genetik, biokimawi, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin,
psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya
manifestasi asma.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Pasien
Nama : An. LNB
TTL : 19 April 2014
Umur : 2 tahun
Jenis
kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Protestan
Alamat : hative kecil RT
005/RW 05
Pekerjaan : -
Status
pernikahan : -
Ruangan : Perawatan Anak
Tanggal
MRS : 09 Februari 2017 pukul 01.00 WIT
B.
Anamnesis
·
Keluhan utama : Sesak Napas
·
Keluhan yang menyertai:
Batuk pilek 1 hari SMRS
·
Anamnesis terpimpin
[Alloanamnesa] :
Pasien
datang dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak ± 13 jam SMRS, Sesak
dirasakan terus-menerus, menetap, semakin lama semakin memberat dan tidak
mengalami perbaikan dengan istirahat, dan sesak disertai bunyi mengi. Pasien
tiba-tiba mulai sesak saat terkena udara dingin, dan memberat pada malam
sehingga tidurnya sampai terganggu. Keluhan ini sudah dialami pertama kali
sebelumnya mengalami serangan pertama pada 2015 namun tidak seberat ini. Keluhan
yang menyertai batuk berlendir dan pilek yang terjadi 1 hari sebelum pasien
sesak. Lendir warna putih, darah (-). Demam (-), menggigil (-), kejang (-),
muntah (-).Status neonatal: BCB/SMK [Bayi Cukup Bulan/Sesuai Masa Kehamilan].
Status tumbuh kembang: dalam batas normal. Status gizi: gizi buruk [Sesuai
Z score yang dilampirkan pada pemeriksaan fisik]. Status imunisasi: imunisasi
dasar lengkap.
·
Riwayat penyakit dahulu : tidak ada
·
Riwayat keluarga : ada, saudara kandung ibu pasien mempunyai riwayat
asma.
C.
Pemeriksaan fisik
1.
Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)
Tanda Vital :
Tekanan
Darah: -
Nadi:
180 x/menit
Pernapasan: 75
x/menit
suhu:
36,60C
2.
Status
Gizi
Berat Badan : 9
Kg
IMT pasien berdasarkan
grafik Z Score WHO dapat dilihat bahwa tergolong dalam persentil -3 [gizi
buruk]
3.
Kulit
Warna
: kuning langsat
Sianosis : ada
Hemangioma : tidak ada
Turgor :
normal
Kelembaban : cukup
Pucat : tidak ada
4.
Kepala
Bentuk : normocephal
Rambut :hitam , tidak jarang, tidak mudah dicabut
5. Wajah
a. Mata :
cekung (-)
palpebra
edema -/-
konjungtiva
anemis -/-sklera
ikterik -/-
refleks
pupil +/+, isokor.
b.
Telinga
Bentuk
: simetris
Sekret : tidak ada
Nyeri : tidak ada
c. Hidung
Bentuk : simetris
Pernapasan cuping hidung:
(+)
Epsistaksis:
tidak ada
Sekret : tidak ada
d. Mulut
Bentuk : normal
Bibir : mukosa bibir bawah basah, sianosis ada
Gusi : tidak mudah berdarah dan pembekakan
tidak ada
212
|
212
|
212
|
212
|
Gigi
e.
Lidah
bentuk
: normal
pucat/tidak:
tidak pucat
kotor/tidak:
tidak kotor
warna
: kemerahan
f.
Faring
Hiperemi : (-)
Edema : tidak ada
Membran/ pseudo membran : (-)
g.
Tonsil
Warna : hiperemis (-)
Pembesaran : T1/T1
Kripta/
detritus: (-/-)
Abses/
tidak : tidak ada
Membran/ pseudo membran : (-)
h.
Uvula
Warna : hiperemis (-)
Letak : di tengah
Edema
: (-)
6.
Leher
Vena
jugularis: pulsasi : tidak
terlihat
Tekanan : tidak meningkat
Pembesaran
kelenjar leher : tidak ada
Kaku
kuduk : tidak
ada
Torikolis : tidak ada
7.
Thoraks
a.
Dinding
dada/ paru
Inspeksi : retraksi
+/+, napas dengan otot-otot bantu pernapasan [Mm. Intercostal dan Subcostal]
Palpasi :fremitus fokal : simetris, nyeri tekan -/-
Perkusi :hipersonor +/+
Auskultasi:
suara dasar: vesikuler +/+
Suara tambahan: rhonki +/+, wheezing +/+
b.
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis : tidak terlihat
Palpasi
:Apeks : tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi :Batas kanan : ICS IV linea Parastrenalis dextra
Batas kiri : ICS V linea Midklavikula sinistra
Batas atas : ICS II linea parasentranalis dextra
Auskultasi:suara
dasar : BJ I-II murni, regular
Bising : tidak ada
c.
Abdomen
Inspeksi : bentuk :
datar
Auskultasi:
peristaltik usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hati :
tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Nyeri ketok (-)
Massa : tidak ada
8.
Ekstremitas : akral hangat, sianosis
(-), CRT < 2’’,
9.
Neurologi
Tanda
|
Lengan
|
Tungkai
|
||
Kanan
|
Kiri
|
Kanan
|
Kiri
|
|
Gerakan
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Tonus
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Trofi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Klonus
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Refleks fisiologis
|
BPR (+)
TPR (+)
|
BPR (+)
TPR (+)
|
KPR (+)
TPR (+)
|
KPR (+)
APR (+)
|
Refleks patologis
|
Hoffman tromner (-)
Leri (-)
Meyer (-)
|
Hoffman tromner (-)
Leri (-)
Meyer (-)
|
Babinsky (-)
Chaddok (-)
Oppenheim (-)
|
Babinsky (-)
Chaddok (-)
Oppenheim (-)
|
Sensibilitas
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Tanda meningeal
|
-
|
-
|
-
|
-
|
10.
Susunan
saraf : N.cranialis I- XII
normal
11.
Genitalia : tidak ada kelainan
Anus : tidak ada kelainan
D.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Laboratorium
: tidak dilakukan
2.
Radiologi
: tidak dilakukan
3.
Pemeriksaan
Fungsi Paru: tidak dilakukan
E. Diagnosis
Kerja
Berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis
kerja yang sesuai dengan kondisi pasien adalah Asma Bronchiale Eksaserbasi Akut
Serangan Berat Episodik Jarang
F. Tatalaksana
(UGD)
-
O2 NRM 10 LPM
-
IVFD RL 15tpm/mikro
-
Nebulizer combivent 2x1 res
-
Inj. Dexamethason 3x 1mg
-
Inj. Aminophylin bolus pelan 75mg/3ml jika spo2
<90%
-
OBH syrup 3x1/2cth
G. Follow
Up
Tanggal
|
HASIL PEMERIKSAAN,
ANALISA DAN TINDAK LANJUT
|
|
CATATAN PERKEMBANGAN
|
||
S (subjective) O
(objective) A (Assesment)
|
P (planning)
|
|
08/02/2017
02.40
WIT
|
S: Sesak (+), batuk (+),
lendir (+), pilek (-), demam (-).
O: N : 122 X/M
P
: 75 X/Menit
S
: 37,30C
SPO2 : 88%
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-
Hidung
: Napas Cuping Hidung (+)
Paru : Napas gunakan otot-otot napas banntu
bronkovesikuler +/+,
Rh +/+ Wh +/+
Jantung
: BJ I/II murni regular.
Abdomen: datar, supel, timpani, peristaltik (+)
A: Asma bronchiale
eksaserbasi akut serangan berat
N:
160x/m
P
: 62x/m
SPO2:
90%
|
R/
-
O2
NRM 10 LPM
-
Nebuliser
combivent 2x1 res
-
IVFD
RL 15 tpm
-
Inj.
Dexamethason 3x1mg
-
Inj.
Aminophylin 72mg bolus pelan 20 menit jika SPO2 <90%
-
FOLLOW
UP TTV/4 jam
-
Jika
SPO2 <90% lapor dokter jaga.
-
OBH
Syrup 3x1/2 cth
-
Konsul
Sp.A
|
09/02/2017
07.30
WIT
19.00
WIT
22.09
WIT
|
S: Sesak (+),
O: N : 173 X/M
P
: 78 X/Menit
S
: 37,30C
SPO2 : 88%
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-
Hidung
: Napas Cuping Hidung (-)
Paru : Napas gunakan otot-otot napas banntu
bronkovesikuler +/+,
Rh +/+ Wh +/+
Jantung
: BJ I/II murni regular.
Abdomen: datar, supel, timpani, peristaltik (+)
A: Asma bronchiale
eksaserbasi akut serangan berat
|
R/Th dr. Uti Sp.A
-
IVFD
Nacl gtt 15 tpm (makro)
-
Inj.
Methylprednisolone 30 mg IV bolus/ dexamethasone 1amp
-
Nebulizer
combivent + Nacl 2 cc tiap 2 jam
-
Inj.
Aminophylin 3cc dlm D5% 20cc dalam 20 menit pelan
-
IVFD
D5% 500ml + 1cc aminophyline 20 TPM (mikro)
-
Observasi
HR,RR, SPO2/jam
-
Nebulizer
tiap 2 jam selang-seling combivent & ventolin
-
Inj.
Methylprednisolone 3x30mg
-
Inj.
Ranitidin 3x10mg
-
Monitor
urine output
-
Nebulizer
/4 jam
-
Inj.
Cefotaxim 3x300mg (ST)
-
Inj.
Gentamisin 1x 40 mg
-
Ganti
dgn nasal kanul 1 lpm
-
Pct
syrup 3x1/2 cth
|
10/02/2017
07.30WIT
11.30WIT
12.00
WIT
14.30
WIT
19.00
WIT
|
S: Sesak (+),
O: N : 161 X/M
P
: 69 X/Menit
S
: 37,80C
SPO2 : 98%
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-
Hidung
: Napas Cuping Hidung (-)
Paru : Napas gunakan otot-otot napas banntu(-)
bronkovesikuler +/+,
Rh +/+ Wh +/+
Jantung
: BJ I/II murni regular.
Abdomen: datar, supel, timpani, peristaltik (+)
A: Asma Attack berat
|
R/
-
Terapi
lanjutkan
-
Nasal
kanul 1 lpm
-
Konsul
dr. Sp.P
-
Nasal
kanul 0,5LPM
-
Adv
dr. Burhan Sp.p
-
Th
Lanjutkan
-
Obat
batuk pulv
-
Nebulizer selang-seling + bisolvon solution 10 tts
-
Makanan
nasi biasa
-
Nebulizer/6
jam
-
Follow
up /4 jam
-
Nebulizer
/4jam
-
Follow
up/4 jam
|
11/02/2017
|
S: Sesak (+),
O: N : 132 X/M
P
: 36 X/Menit
S
: 36,30C
SPO2 : 98%
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-
Hidung
: Napas Cuping Hidung (-)
Paru : Napas gunakan otot-otot napas bantu(-)
bronkovesikuler +/+,
Rh +/+ Wh +/+
Jantung
: BJ I/II murni regular.
Abdomen: datar, supel, timpani, peristaltik (+)
A: Asma bronchiale
eksaserbasi akut serangan berat
|
R/
-
Th/
lanjutkan
-
Pulvus
batuk 3x1
-
Ventolin/combivent
+ bisolvon 10tts/6m
-
Nebulizer
/6jam
|
12/02/2017
|
S: keluhan sesak
berkurang
O: N : 113 X/M
P
: 28 X/Menit
S
: 36,20C
SPO2 : 98%
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-
Hidung
: Napas Cuping Hidung (-)
Paru : Napas gunakan otot-otot napas banntu(-)
bronkovesikuler +/+,
Rh +/+ Wh +/+
Jantung
: BJ I/II murni regular.
Abdomen: datar, supel, timpani, peristaltik (+)
A: Asma bronchiale
eksaserbasi akut serangan berat dalam perbaikan
|
R/
-
BLPL,
kontrol dr. Murti Sp. A
-
Azithromycin
1X100 mg (selama 5 hari)
-
Rencana
HBOT
|
I.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB
III
DISKUSI
Asma menurut Konsensus Nasional
Asma Anak (KNAA), adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam
hari/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat
riwayat asma atau atopik lain pada pasien dan/atau keluarganya. Asma dapat berkembang
dalam beberapa bulan pertama kehidupan, tetapi pada bayi, seringkali asma sulit
didiagnosis sehingga diagnosis pasti baru dapat dibuat saat anak mencapai usia
yang lebih tua.4
Global Initiative for Asthma (GINA)
mendefinisikan asma sebagai ganggguan inflamasi kronik saluran napas yang
disertai oleh peranan berbagai sel, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit
T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang,
sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas, tapi
bervariasi, yang sebagian bersifat reversible, baik secara spontan
maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperaktivitas
jalan napas terhadap berbagai stimuli.17
Beberapa
faktor risiko asma diantaranya termasuk jenis kelamin, usia, riwayat atopi,
riwayat keluarga, perawatan prenatal, lingkungan, ras, asap rokok, polusi
udara, dan infeksi respiratorik. Laki-laki (16%) lebih sering didiagnosis dengan
asma dibandingkan perempuan (12%). Asma
secara historis dianggap sebagai gangguan herediter. Seorang anak dengan
orangtua dengan asma 1.96 kali lebih mungkin untuk memiliki asma daripada anak
yang tidak memiliki riwayat orang tua asma.4,5
Tabel 1. Penilaian derajat serangan asma anak, sebagai berikut:7
Pada
kasus ini, dikatakan pasien menderita asma karena terdapat gejala sesak
disertai mengi yang memburuk secara progresif. Pasien telah mengalami sesak
sejak 13 jam SMRS. Sesak tidak membaik meskipun dengan istirahat. Pasien
tiba-tiba mulai sesak saat udara dingin, dan memberat pada malam sehingga
tidurnya sampai terganggu. Keluhan ini disertai batuk berlendir dan pilek yang
terjadi 1 hari sebelum pasien sesak. Riwayat atopi ditemukan pada saudara
kandung dari ibu pasien. Adapun kemungkinan faktor risiko pada kasus ini adalah
adanya riwayat keluarga/herediter dan riwayat atopi. Faktor lingkungan (cuaca
dingin) merupakan salah satu faktor pencetus timbulnya serangan asma pada kasus
ini.3,4
Eksaserbasi
(serangan asma) adalah episode perburukan yang progresif dari gejala sesak
napas, batuk, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala
tersebut. Pada serangan asma, gejala yang timbul bergantung pada
derajat serangannya. Dalam kasus, pada pemeriksaan fisik ditemukan
mengi/wheezing di kedua lapangan paru serta laju frekuensi napas dan denyut
nadi yang meningkat, yang membuat pasien sianosis dan membuat pasien sulit
tidur berbaring, pemeriksaan fungsi paru, laboratoium dan rontgen tidak
dilakukan pada pasien ini. Fungsi faal paru berguna untuk mengetahui fungsi
dasar dari paru-paru pasien saat serangan maupun saat tidak mengalami serangan
sehingga lebih memudahkan diagnosis, sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium
dan rontgen untuk mengetahui apakah terdapat infeksi sekunder pada paru-paru
pasien atau tidak berdasarkan gejala penyerta yang dimiliki pasien yaitu batuk
pilek yang dialami sebelum sesak 1 hari SMSR. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan bahwa pasien mengalami serangan asma berat. 6,7
Pedoman Nasional Anak Indonesia (PNAA) membagi asma menjadi 3
yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma persisten. Dasar
pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan
beberapa pemeriksaan penunjang, seperti pada tabel 2.4,9
Berdasarkan
pembagian derajat asma menurut PNAA, pasien mengalami asma episodik sering
dimana frekuensi serangan lebih dari 1x/bulan, sering adanya gejala, tidur
pasien terganggu, dan pada pemeriksaan fisik di luar serangan dapat ditemukan
kelainan, dalam hal ini mengi tetap ditemukan pada pasien.
Tabel 2. Klasifikasi Asma berdasarkan
Pedoman Nasional Anak Indonesia (PNAA)
Pada pasien terapi yang diberikan
adalah IVFD Nacl gtt 15 tpm (makro), Inj. Methylprednisolone 30 mg IV bolus/
dexamethasone 1amp (Kortikosteroid), Nebulizer combivent + Nacl 2 cc tiap 2
jam, Inj. Aminophylin 3cc dlm D5% 20cc dalam 20 menit pelan. Hal ini telah
sesuai dengan teori dimana dapat dilihat pada bagan berikut.
Gambar.
Tatalaksana Asma Berat
Tata laksana serangan
asma berat adalah:
·
Pemberian
oksigen
·
Kortikosteroid
intravena diberikan secara bolus tiap 6-8 jam, dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari.
·
Nebulisasi
b-agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dalam
4-6 kali pemberian telah terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat
diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
·
Aminofilin
diberikan secara intravena dengan dosis:
ü bila pasien belum
mendapat aminofilin sebelumnya, diberi aminofilin dosis awal (inisial)
sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrose atau garam fisiologis sebanyak
20 ml diberikan dalam 20-30 menit.1
ü Tetapi jika pasien telah
mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis awal aminofilin diberikan 1/2nya
(3-4 mg/kgBB).
ü selanjutnya aminofilin
dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/ kgBB/jam.
·
Sebaiknya
kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.
·
Terapi
suportif apabila terdapat kelainan berupa dehidrasi dan asidosis yaitu
pemberian cairan intravena dan koreksi gangguan asam-basanya.
·
Bila
telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam.
Kortikosteroid dan aminofilin dapat diberikan peroral.
·
Jika
dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat
b- agonis (hirupan atau oral) atau kombinasi dengan teofilin yang diberikan
tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Kortikosteroid dilanjutkan peroral hingga pasien
kontrol ke Klinik Rawat Jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tata laksana.
Obat yang biasa digunakan sebagai controller
tetap diberikan.
Selain
terapi medikamentosa pada pasien asma dapat pula dilakukan terapi adjuvan
hiperbarik oksigen bertekanan. Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) bernapas oksigen 100% sementara di bawah
tekanan atmosfer. Berdasarkan
teori, Asma dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru-paru inflamasi yang
ditandai oleh peradangan lokal sistemik dan kronis dan stres oksidatif.
Sumber stres
oksidatif timbul dari peningkatan beban oksidan dihirup, serta jumlah
peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS) dilepaskan dari sel-sel inflamasi.
Peningkatan kadar ROS, baik secara langsung atau melalui pembentukan produk
peroksidasi lipid, mungkin memainkan peran dalam meningkatkan respon inflamasi
di kedua asma dan COPD. Selain itu, dalam COPD itu sekarang diakui sebagai
faktor patogenik utama untuk mengemudi perkembangan penyakit dan meningkatkan
keparahan. ROS dan produk peroksidasi lipid dapat mempengaruhi respon inflamasi
di berbagai tingkatan melalui dampaknya pada mekanisme transduksi sinyal,
aktivasi redoks-sensitif faktor transkripsi, dan regulasi kromatin menghasilkan
ekspresi gen pro-inflamasi.12,13
Ini adalah
dampak dari ROS peraturan kromatin dengan mengurangi aktivitas transkripsi
co-represor, histone deacetylase-2 (HDAC-2), yang mengarah ke pengurangan
kortikosteroid pada PPOK, asma berat, dan penderita asma yang merokok. Dengan
demikian, kehadiran stres oksidatif memiliki konsekuensi penting bagi
patogenesis, tingkat keparahan, dan pengobatan asma dan COPD. Namun, untuk ROS
memiliki dampak seperti itu, terlebih dahulu mengatasi berbagai pertahanan
antioksidan. Sangat mungkin, karena itu, bahwa kombinasi antioksidan mungkin
efektif dalam pengobatan asma dan COPD. Berbagai pendekatan untuk meningkatkan
layar antioksidan paru-paru dan uji klinis senyawa antioksidan yang telah
dilakukan.12
Hiperbarik
terapi oksigen (HBOT) saat ini sedang digunakan sebagai terapi yang efektif
dalam pengobatan alergi dan pada individu yang menderita asma. HBOT memberikan
oksigen yang lebih tinggi dari tingkat normal untuk berfungsi optimal pada
tingkat sel. Tingginya tingkat oksigen yang tersedia dengan setiap penekanan
mengurangi proses inflamasi untuk penderita alergi dan asma memungkinkan tubuh
untuk menyembuhkan dirinya sendiri.13
Oksigen
sendiri merupakan agen anti-inflamasi yang kuat dan asma telah berhasil diobati
dengan oksigen. keberhasilan terapi oksigen hiperbarik pada asma telah
dilaporkan pada Kongres International Moskow tahun 1981. Prinsip terapi dengan
HBOT pada pasien ini adalah menggunakan tabel Kind Wall dimana terapi dilakukan
selama minimal 2,5 jam dengan minimum 5x masuk chamber dan maximal 10x masuk
chamber namun setiap kali keluar chamber dilakukan evaluasi terhadaap perbaikan
gejala pasien.14
Berdasarkaan
penelitian dilakukan oleh Ulewicz K, dkk.
dengan total dari orang-orang diperiksa dibagi menjadi 3 kelompok. Ada 11 pria
dan 5 wanita dengan berbagai penyakit yang didiagnosis di Grup I, 5 pria sehat
di Grup II dan 9 pria dan 2 wanita dengan alergi, di Grup III merupakan
kelompok kontrol. Subyek diobati dengan eksposur oksigenasi hiperbarik 1,8-2,5
ata O2 dalam waktu 60-90 menit. Jumlah eksposur berkisar dari 1-4 untuk Grup II
sampai 10-15 sedangkan untuk kelompok I dan Grup III. Dalam semua kasus ujian
berikut dilakukan: tes hematologi (Hb, Ht, eritrosit, leukosit, dan trombosit
darah jumlah, gambar darah), tes imunologi (IgG, IgM, IgA, IgD, IgE, C3 fraksi
komplemen dan hematolytical aktivitas komplemen - CH50) dan semua uji klinis
tambahan yang diperlukan. Pemeriksaan ini dibuat sebelum serangkaian eksposur
hiperbarik, setelah 4 eksposur, setelah selesai mereka dan sebulan kemudian.
dokumentasi lengkap di Grup I diperoleh pada 6 kasus dan dalam 10 tersisa hanya
sebelum eksposur dan setelah selesai mereka. Di Grup II dokumentasi lengkap
hanya tersedia dalam 1 orang, tapi sebelum eksposur dan setelah selesai mereka
dipisahkan, dan akhirnya, di Grup III dokumentasi lengkap diperoleh di 7 orang,
tapi sebelum eksposur dan setelah selesai mereka di 4 lain. Umumnya, itu di
negara-negara alergi yang ditemukan efek terapi positif oksigenasi hiperbarik
ditemukan. Ini sudah dikuatkan oleh pergeseran masing-masing koefisien
iumunologi, dicatat oleh penulis lain juga. Pengamatan di atas perlu
dikonfirmasi dalam bahan yang lebih luas, dalam periode yang berbeda dari
penyakit dan dengan pemeriksaan tambahan lain yang digunakan.15
Terapi oksigen hiperbarik memiliki beberapa efek fisiologis yang membuat
pengobatan menarik untuk asma dan alergi. Tidak hanya oksigen hiperbarik
mengurangi pembengkakan dan peradangan, dapat meringankan hingga tingkat dasar
hipoksia yang dapat terjadi karena peningkatan tekanan pada sinus yang terjadi
akibat alergi. Studi awal juga menunjukkan bahwa kadar IgE, antibodi yang
menengahi respon imun untuk alergi dapat menurun dengan HBOT, yang dapat
berpotensi mengurangi besarnya respon alergi. Meskipun diperlukan studi lebih
banyak, data yang awal menunjukkan bahwa terapi oksigen hiperbarik dapat terapi
bagi mereka yang menderita alergi dan asma.16 Pada pasien dalam kasus ini telah
disarankan untuk dilakukan pengobatan adjuvan HBOT dengan diagnosis Asma
Bronchialle Eksaserbasi Akut Serangan Berat Episodik Jarang.
Prognosis
pada kasus ini adalah 70% tetap baik, namun 10-20% mengalami kekambuhan dalam
waktu 10 hari. Adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten pada kasus ini. Menurut Nataprawira, dilaporkan bahwa 25% anak dengan
asma persisten mendapat serangan mengi pada usia < 6 bulan. Beberapa temuan menunjukkan prognosis buruk jika asma berkembang
pada anak kurang dari 3 tahun, kecuali kejadiannya semata-mata berkaitan dengan
infeksi virus.4,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan POM RI
Agonis
Adrenoseptor Beta-2 Selektif.
[cited
May 8th 2015]. Available from URL:
2.
Ervita
Jennies-Jenis
Cairan Infus.
[cited
May 8th 2015]. Available from URL:
3.
Liu
AH, Covar RA, Spahn JD, Leung DYM.
Childhood
Asthma
In:
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics.
19th ed.
Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011. p. 780-90
4.
Nataprawira
HMD.
Diagnosis
Asma pada Anak.
Dalam:
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi 1.
Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2010. hal. 105-17
5.
Perreta
JS.
Asthma
In:
Neonatal and Pediatric Respiratory Care : A Patient Case Method.
United States of America: F. A. Davis Company; 2014. p.307-20
6.
Pribadi
A, Darmawan BS
Serangan
Asma Berat pada Asma Episodik Sering
Sari
Pediatri. Maret 2004: Vol. 5, No. 4; 171 – 177
7.
Rauf
S, Artati RD, Megliani.
Asma.
Dalam:
Rauf S, Artati RD, Megliani, editor. Standar Pelayanan Kesehatan Medik Anak.
Makassar:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS; 2009. hal. 56-65
8. Shrama GD
Pediatric
Asthma.
Nov
17, 2014. Available from: URL:
9.
Supriyatno
B
Diagnosis
dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Maj
Kedokt Indon. Maret 2005:
Vol. 55, No. 3; 237-238
10. Thappa DM.
Eczemas
and Dermatitis.
In:
Clinical Pediatric Dermatology.
India:
Elsevier; 2009. p. 68
11.
Wahyuni
AS.
Model
Perilaku Adherensi (Adherence) Pengobatan dan Kaitannya dengan Kualitas Hidup
Pasien Asma di Kota Medan.
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012
12.
Hyperbaric Oxygen Therapy. Cited on: Feb, 2017. Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview#showall
13. Allergy and Asthma Immunity. Cited on: Feb, 2017. Available from:
URL: http://www.orlandohyperbarics.com/conditions/allergies-asthma-immunity/
Oxidative stress in asthma and COPD: Antioxidants
as a therapeutic strategy Cited on: Feb, 2017. Available from: URL: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0163725805002767
Preliminary research on possibility of bronchial asthma treatment with
hyperbaric oxygenation. Cited On: Feb, 2017. Available from: URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3506436 Bull Inst Marit Trop Med Gdynia. 1987;38(1-2):59-68.
16. Gulati, Rashmi.
Hyperbaric Oxygen Therapy
and Asthma and Allergies
Cited
On: Feb, 2017. Available
from: URL: http://www.patientsmedical.com/treatments/asthmaallergies.aspx
17. Global Initiative for Asthma (GINA)
Definisi Asma, Tatalaksana
Asma Berat. 2014
terimakasih banyak informasinya, sangat membantu
BalasHapus