BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT REFERAT
FAKULTAS
KEDOKTERAN FEBRUARI 2017
UNIVERSITAS
PATTIMURA
PERANAN TERAPI
OKSIGEN HIPERBARIK
PADA PENYAKIT
DEKOMPRESI
Disusun Oleh:
1.
Rusman
Hadi Rachman (2009-83-008)
2.
Amri Amroullah Salampessy (2009-83-014)
Pembimbing:
Letkol Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE., M.Kes
Lettu Laut (K) dr.
Andika Agus Artanto
Lettu Laut (K) dr.
Irwansyah
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Bila
seseorang masuk ke bawah permukaan air dan menyelam semakin dalam, maka tekanan
yang akan diterimanya menjadi semakin besar. Hal tersebut terjadi disebabkan
oleh karena berat jenis air lebih tinggi dan pada udara. Tekanan yang diterima
tubuh akan diteruskan ke seluruh organ tubuh termasuk kecairan jaringan.
Tekanan yang ditermia tidak hanya berpengaruh mekanis, tetapi juga menyebabkan
gas-gas dalam udara nafas menjadi lebih banyak yang terlarut dan dapat
menimbulkan gangguan pada difusi dan transportasi gas pada proses pernafasan.
Orang yang dihubungkan dengan permukaan air melalui sistem saluran (selang)
pernafasan, tidak mampu mengembangkan rongga dadanya (melakukan inspirasi) bila
kedalaman penyelamannya >5 M. Pada kedalaman tersebut, tekanan air yang
menekan rongga dada tidak dapat diatasi oleh otot-otot inspirasi, oleh karena
itu diperlukan tekanan udara inspirasi yang lebih tinggi agar udara dapat masuk
ke dalam paru-paru. Tekanan tinggi termaksudlah yang menjadi pokok permasalahan
pada timbulnya Penyakit Dekompresi.
Penyakit
Dekompresi (PD) adalah penyakit dengan berbagai tingkat keluhan dan gejala,
yang dapat menggangu seluruh sistem organ tubuh dengan penyebab yang sama yaitu
terbentuknya gelembung N2 dalam jaringan dan darah. Gelembung terjadi akibat
berkurangnya tekanan barometer yang menyertai penyembulan (ascent) dalam upaya
mengakhiri penyelaman. PD dapat terjadi pada setiap saat dari sejak dimulainya
penyembulan, tetapi biasanya menjadi jelas setelah 24 jam. Gelembung N2 dapat
terjadi pada berbagai jaringan, dan dapat menyebabkan rasa terganggu (rasa
tidak enak), bahkan rasa nyeri. Dalam pembuluh darah, gelembung udara tersebut
menjadi emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah penderitanya.
Pengobatan
oksigenasi hiperbarik sudah dikenal sejak abad ke-17 dan digunakan sebagai
salah satu metode untuk menyembuhkan penyakit dan pengobatan. Tepatnya di
Inggris tahun 1662 oleh Henshaw,
Ruang Udara Bertekanan
Tinggi/RUBT (Hyperbaric Chamber)
digunakan untuk mengobati beberapa penyakit kulit dan rickets. Di Perancis tahun 1834 oleh dr
Junot menyatakan adanya penyembuhan bermakna pada pasien dengan penyakit kardiopulmoner yang
diobati degan hiperbarik. Di Indonesia pada tahun 1960, pengobatan hiperbarik
mulai digunakan oleh TNI-AL yang selanjutnya dikembangkan di Tanjung Pinang,
Jakarta, Ambon, Lakesla Surabaya, yang digunakan untuk menangani kasus-kasus cedera penyelamanan
seperti keracunan
gas pernapasan dan penyakit dekompresi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENYAKIT DEKOMPRESI
1.
Definisi
Caisson disease
(sinonim: Bends, Compressed Air Sickness, Divers’s Paralysis, Dysbarism)
adalah bila seorang penyelam telah lama berada di dalam laut sehingga sejumlah
besar nitrogen terlarut dalam tubuhnya, dan kemudian tiba-tiba naik ke
permukaan laut, sejumlah gelembung nitrogen dapat timbul dalam cairan tubuhnya
baik dalam sel maupun diluar sel, dan hal ini dapat menimbulkan kerusakan di
setiap tempat dalam tubuh, dari derajad ringan sampai berat bergantung pada
sejumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk.1
Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan yang
diakibatkan oleh penurunan tekanan
dengan cepat disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan
gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas
dari paru-paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary Overinflation Syndrome”.
Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat mengakibatkan adanya emboli udara
di arteri.2
2.
Klasifikasi
a. Tipe I penyakit dekompresi biasanya menyebabkan nyeri
semakin memburuk pada sendi (biasanya siku dan bahu), punggung, dan otot-otot,
rasa sakit termasuk manifestasi lain limfadenopati, bintik-bintik kulit, gatal
, dan ruam.3
b. Tipe penyakit dekompresi II cenderung menyebabkan gejala
neurologis dan kadang-kadang pernapasan. Ini biasanya memanifestasikan dengan
paresis, mati rasa dan kesemutan, kesulitan buang air kecil, dan kehilangan
kontrol kandung kemih atau usus. Sakit kepala dan kelelahan mungkin ada tapi
tidak spesifik. Pening, tinnitus, dan gangguan pendengaran dapat terjadi jika
telinga bagian dipengaruhi. Gejala yang parah termasuk kejang, bicara cadel,
kehilangan penglihatan, kebingungan, dan koma. Kematian dapat terjadi. Tersedak
(penyakit dekompresi pernapasan) merupakan manifestasi yang jarang namun
serius, termasuk gejala sesak napas, nyeri dada, dan batuk. Gelembung
embolisasi besar dari pohon pembuluh darah paru bisa mengakibatkan peredaran
darah yang cepat dan kematian.3
3.
Etiologi
Penyakit
dekompresi biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung gas, yang dapat
menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai macam gangguan.Suatu
gelembung gas yang terbentuk di punggung atau persendian dapat menyebabkan
nyeri terlokalisir (the bends).Gelembung gas pada jaringan medulla spinalis
atau pada nervus perifer dapat menyebabkan paraestesia, neuropraxia, atau
paralisis. Sementara gelembung gas yang terbentuk pada system sirkulasi dapat
mengakibatkan emboli gas pada pulmonal atau serebrum. Beberapa macam gas
bersifat lebih mudah larut dalam lemak.Nitrogen misalnya, 5 kali lebih larut
dalam lemak daripada dalam air.2,4
4.
Fisika penyelaman
Tekanan udara pada permukaan
laut pada suhu 0o C, pada dasarnya adalah tekanan yang disebabkan oleh berat
asmofir diatasnya. Tekanan ini konstan yaitu sekitar 760 mmHg (14,7 psi) dan
dijadikan dasar hukum atmosfir (1 ATA).
Berdasarkan hukum Pascal yang
menyatakan bahwa tekanan yang terdapat pada permukaan cairan akan menyebar ke
seluruh arah secara merata dan tidak berkurang. Pada setiap tempat di bawah
permukaan air tekanan akan meningkat sebesar 760 mmHg (1 Atmosfir) untuk setiap
kedalaman 10 meter. Dengan demikian penambahan tekanan air permukaan dengan
tekanan kedalaman air disebut tekanan Atmosfir Absolut (ATA).
Udara yang dihirup manusia
adalah udara biasa yang terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
-
78 %
Nitrogen (N2)
-
21 %
Oksigen (O2)
-
0,93 %
Argon (Ar)
-
0,04 %
Karbondioksida (CO2)
-
Sisanya
gas-gas mulia (He, Ne,dll)
Dalam penyelaman maka
hukum-hukum gas berlaku karena tekanan dan volume gas yang keluar masuk tubuh
manusia berubah sesuai keadaan.Dalam menyelam harus mengetahui
terlebih dahulu dasar-dasar penyelaman yang harus diketahui seorang penyelam
agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan saat menyelam.Salah satu dasar
penyelaman tersebut adalah fisika penyelaman.Fisika penyelaman adalah ilmu yang
mempelajari tentang penyelaman dengan menggunakan hukum-hukum fisika.
Hukum-hukum tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:
a.
Hukum Boyle
Hukum Boyle menegaskan
hubungan antara tekanan dan volume. Volume dari suatu kumpulan gas akan
berbanding terbalik dengan absolut yaitu:
Atau P1.V2
= P1.V2
Keterangan:
P = Tekanan Absolut
V = Volume
K = Konstanta
Ini berarti bahwa, jika tekanan meningkat
maka volume dari suatu kumpulan gas akan berkurang begitu juga sebaliknya.
Selama tekanan sebanding dengan kedalaman maka volume juga tergantung dengan
kedalaman. Bila tekanan 2 kali menjadi besar maka volume akan menjadi setengah
dari volume semula. Hubungan ini berlaku terhadap semua gas yang ada di dalam
ruangan tubuh sewaktu menyelam, menyelam kedalam air maupun saat naik ke
permukaan.
Seorang penyelam yang menghirup nafas
penuh di permukaan akan merasakan paru-parunya semakin lama semakin tertekan
oleh air di sekelilingnya saat dia turun. Semua rongga yang ada dalam tubuh
akan terpengaruh hubungan volume dan tekanan ini. Mengenai telinga bagian
tengah, tekanan air yang ada di dalam tubuh akan dihantarkan oleh cairan-cairan
tubuh kerongga udara didalam telinga tengah. Selama tekanan meningkat maka
volume akan berkurang karena telinga bagian tengah didalam rongga tulang kaku,
rongga yang sebelumnya terisi udara akan diisi lagi oleh jaringan-jaringan yang
membengkak, berdarah dan menonjol kedalam gendang telinga. Rangkaian yang
menjurus pada perusakan jaringan dapat dicegah dengan menyeimbangkan tekanan (
equalizing ). Udara ditiupkan kedalam saluran Eustachius dari tenggorokan agar
volume gas yang ada didalam telingan bagian tengah tetap konstan, sehingga
tekananya dapat menyamai atau seimbang dengan tekanan yang ada di air.
b.
Hukum Dalton
Hukum ini menyatakan
bahwa jumlah tekanan dari suatu campuran gas-gas adalah jumlah tekanan partial
dari tiap gas yang membentuk campuran tersebut.Jika gas itu secara sendiri
menempati seluruh ruang volume. Selama tekanan secara menyeluruh meningkat,
tekanan partial dari tiap-tiap gas pun akan meningkat. Pada kedalaman 40 meter
( tekanan 5 ATA ) penyelam yang bernafas dengan udara biasa akan menghirup
oksigen dengan tekanan partial yang sama ( 1 ATA ) seperti bila ia sedang
menghirup 100% O2 di permukaan air. Pemahaman hukum ini penting
untuk mengetahui efek toksin gas pernafasan pada kedalaman, penyakit dekompresi
dan penggunaan oksigen maupun campuran gas untuk tujuan pengobatan.
c.
Hukum Henry
Dinyatakan
bahwa pada suhu tertentu jumlah gas yang terlarut di dalam suatu cairan
berbanding lurus dengan tekanan partial dari gas tersebut diatas cairan. Bila
seorang penyelam turun sampai kedalaman 10 meter, tekanan partial nitrogen yang
dihirup menjadi 2 kali lipat dibandingkan dengan dipermukaan dan akhirnya
nitrogen yang terlarut dalam jaringan juga akan dua kali lipat.
Waktu
terjadi keseimbangan tergantung pada daya larut gas di dalam jaringan dan
kecepatan suplai gas ke jaringan oleh darah.Pengaruh fisiologi dari hukum
terhadap seorang penyelam berlaku untuk penyakit dekompresi, keracunan gas dan
pembiusan gas lembam (inert gas narcosis).
Bilamana
tekanan yang terdapat dalam larutan terlalu cepat berkurang, gas keluar dari
larutan dalam bentuk gelembung-gelembung gas. Pada penyelam, pelepasan
gelembung ini dapat menyumbat pembuluh darah atau merusak jaringan tubuh dan
meyebabkan berbagai pengaruh dari penyakit dekompresi atau bends.
d. Hukum
Charles
Hukum
ini menyangkut hubungan antara suhu, volume, dan tekanan.Dinyatakan bahwa bila
tekanan tetap konstan, volume dari sejumlah gas tertentu adalah berbanding
lurus dengan suhu absolut. Hukum inji sangat erat hubungannya dengan sifat
kompresi dan dekompresi dari gas-gas yang juga berkaitan dengan gas-gas dalam
aliran darah berwujud cair di tubuh manusia yang dapat menjadi lewat jenuh saat
menyelam dengan tekanan ( tabung ).
e. Hukum
Archimedes
Hukum
Archimedes menyatakan bahwa: “Setiap benda yang dibenamkan sebagian atau
seluruhnya kedalam cairan, maka ia akan mendapat gaya tekanan ke atas sebesar
berat cairan yang dipindahkan” Jadi semakin padat cairan itu, maka semakin
besar daya apungnya.Dengan demikian, penyelam dan kapal mengapung lebih tinggi
di laut dari pada di air tawar.
Dengan
paru-paru mengembang sepenuhnya, biasanya orang akan mengambang diatas
permukaan air laut yaitu dia mempunyai daya apung positif. Daya apung positif
yaitu bila seseorang cenderung untuk mengambang, sedangkan gaya apung negative
yaitu apabila seseorang yang cenderung tenggelam dan daya apung netral
seseorang cenderung melayang.
Dari
hukum-hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa, fisika penyelaman sangat penting
sebagai dasar penyelaman karena jika tidak mengetahui hukum-hukum maupun dasar
fisika penyelaman dapat berdampak buruk bahkan dapat menyebabkan kematian.
Banyak resiko saat melakukan penyelaman, jika penyelaman tidak didasarkan pada
fisika penyelaman maka penyelam akan mengalami kerusakan jaringan dalam
tubuhnya karena perbedaan volume dan tekanan yang tidak sembang.
5.
Patofisiologi4,5,6
Otopsi
pada manusia dan binatang dalam kasus caisson disease yang berat menunjukkan
adanya gelembung-gelembung gas dalam pembuluh darah dan jaringan
ekstravaskuler. Timbulnya gelembung-gelembung gas tadi berhubungan dengan
timbulnya peristiwa supersaturasi gas dalam darah ataupun jaringan tubuh pada
waktu proses penurunan tekanan di sekitar tubuh (dekompresi).
Kondisi
supersaturasi gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas tertentu masih
dapat ditoleransi, dalam arti masih memberi kesempatan gas untuk berdifusi
keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru dan
diekhshalasi keluar tubuh. Setelah melewati suatu batas kritis tertentu (supersaturation critique), kondisi
supersaturasi akan menyebabkan gas lepas lebih cepat dari jaringan atau darah
dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa gelombang gas. Gelembung-gelembung gas
ada yang terbentuk dalam darah (intravaskuler), jaringan (ekstravaskuler), dan
dalam sel (intraseluler).
Dengan
adanya fenomena seperti di atas, maka ada korelasi antara jumlah gelembung gas
yang terbentuk dengan kemungkinan timbulnya atau berat ringannya penyakit
dekompresi. Gelembung gas ekstravaskuler menimbulkan distorsi jaringan dan
kemungkinan kerusakan sel-sel di sekitarnya.Ini bisa mengakibatkan
gejala-gejala neurologis maupun gejala nyeri periartikuler.Terbentuknya
gelembung gas ekstravaskuler secara teoritis karena aliran darah vena di jaringan
tersebut yang relative lambat sehingga menghambat kecepatan eliminasi gas dari
jaringan.
Gelembung-gelembung
gas intravaskuler akan menimbulkan 2 akibat, yaitu:
a.
Akibat langsung atau akibat mekanis sumbatan menimbulkan
iskemia atau kerusakan jaringan sampai infark jaringan,
b.
Akibat tidak langsung atau akibat sekunder dari adanya
gelembung gas dalam darah (dikenal dengan secondary
blood bubble interface reactions) bertanggung jawab atas terjadinya
fenomena hipoksia seluler pada penyakit dekompresi.
Ada dua macam gelembung gas intravaskuler, yaitu :
a.
Gelembung yang stationer,
b.
Gelembung yang ikut sirkulasi.
Gelembung gas intravaskuler yang stationer
selain menimbulkan efek sumbatan juga menimbulkan gangguan lewat proses
biokimia dan bisa menimbulkan gejala nyeri periartikuler maupun gejala-gejala
neurologis perifer. Gelembung gas intravaskuler yang yang ikut sirkulasi bila
tidak banyak jumlahnya akan difiltrasi lewat paru (silent bubbles). Bila jumlahnya banyak akan menimbulkan sumbatan
pada sirkulasi pulmoner dan akhirnya masuk ke dalam system arterial lewat shunt
di paru.
Gelembung gas yang masuk ke sistem arterial
akan menimbulkan gangguan perfusi mikrovaskuler organ-organ, yang selanjutnya
mengakibatkan terjadinya iskemia local, kerusakan jaringan dan infark. Kelainan
ini bisa memberi gejala neurologis, kardiovaskuler dan nyeri. Gelembung gas
intravaskuler menimbulkan agregasi trombosit pada permukaan antara gelembung
gas dan plasma, yang diikuti serangkaian proses reaksi biokimia yang kompleks
berupa pelepasan zat-zat seperti katekolamin, SMAF (Smooth Muscle Activating Factor), ACTH dan faktor-faktor humoral
lain.
Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh
rangkaian proses biokimia yang terjadi pada penyakit dekompresi adalah :
a.
Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dengan akibat
:
1). Hemokonsentrasi dan hipovolemia
2). Udema paru
b. Statis pada kapiler-kapiler karena adanya
hemokonsentrasi
c.
Hiperkoagulasi dalam darah
d.
Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli
Semua perubahan
diatas pada dasarnya akan menjurus pada timbulnya hipoksia seluler pada
penyakit dekompresi. Jaringan tubuh manusia sangat heterogen dihubungkan dengan
masalah kemampuan menyerap atau melepaskan gas nitrogen, ada jaringan yang
cepat dan ada yang lambat dalam mencapai saturasi (kejenuhan) nitrogen
tergantung pada factor kecepatan aliran darah ke jaringan dan daya larutan
nitrogen dalam jaringan.
Darah adalah cairan
tubuh yang tercepat menerima dan melepaskan nitrogen.Darah menerima nitrogen
dari paru dan mencapai kejenuhan nitrogen dalam waktu beberapa menit.Otak
termasuk dalam jaringan yang cepat karena mempunyai banyak suplai darah.Tulang
rawan pada permukaan sendi mempunyai suplai darah yang kurang, sehingga
memerlukan waktu lebih lama (sampai beberapa jam) untuk mencapai kejenuhan
nitrogen.Nitrogen mempunyai daya larut yang baik dalam jaringan lemak, sehingga
jaringan lemak bisa melarutkan nitrogen lebih banyak daripada jaringan-jaringan
lainnya.
Konsep jaringan cepat
dan lambat penting untuk memahami bentuk-bentuk klinis penyakit dekompresi yang
mungkin timbul. Penyelaman singkat dan dalam akan menghasilkan pembebanan
nitrogen yang tinggi pada jaringan-jaringan cepat, tetapi tidak cukup waktu
untuk pembebanan tinggi pada jaringan-jaringan lambat. Dekompresi yang
inadekuat memungkinkan pembentukan gelembung nitrogen didalam darah yang bisa
mengakibatkan gangguan pernapasan (chokes)
atau gejala neurologis.
Penyelaman yang
relatif dangkal tapi lama akan memberikan pembebanan nitrogen yang kurang lebih
sama antara jaringan cepat dan jaringan yang lebih lambat. Perbedaan tekanan
yang tidak terlampau besar antara kedalaman dan permukaan menyebabkan darah
lebih mampu mentolerir kelebihan nitrogen tersebut, karena darah sebagai
jaringan cepat bisa mengeliminasi nitrogen lebih cepat lewat alveoli paru
sedangkan jaringan lambat tidak bisa. Penyelaman seperti ini cenderung
menimbulkan nyeri pada persendian (bends), karena sendi adalah jaringan lambat
dan tidak dapat melepas nitrogen dengan cepat lewat darah.
Bila seseorang menggunakan udara bertekanan
tinggi sebagai media pernapasan untuk menyelam, maka semakin dalam dan
semakin lama ia menyelam akan semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam
jaringan tubuh. Sesuai hukum Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan
sebanding dengan tekanan gas di atas cairan itu.Karena oksigen (O2)
dikonsumsi dalam jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang
merupakan gas inert (tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di
permukaan laut adalah 1 Atmosfer Absolut
(ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan bertambah 1 ATA. Jadi
bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seseorang penyelam pada
permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia akan menyerap 3 liter N2.
N2 yang berlebihan ini akan didistribusikan oleh darah ke dalam
jaringan-jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut
serta daya gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang
tinggi dan melarutkan banyak N2 daripada jaringan yang lainnya.
Ketika penyelam naik ke permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari
proses yang memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2yang
rendah dalam paru-paru selama naik menyebabkan darah melepaskan N2
ke dalam paru-paru. Proses ini berlangsung beberapa jam karena jaringan lambat
melepaskan N2 dengan perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam
atau lebih untuk menghilangkan semua N2 yang berlebihan. Jika
dekompresi berlangsung terlalu cepat, maka N2 tidak dapat
meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang dilukiskan
diatas.Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk mempertahankan
kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena yang kita lihat bila
tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba.
Gambar 1. Mekanisme timbulnya gejala pada decompression
syndrome6
6.
Diagnosis
Gejala berat dapat
bermanifestasi dalam beberapa menit dari permukaan, tetapi pada kebanyakan
pasien, gejala dimulai secara bertahap, kadang-kadang dengan prodrome dari
malaise, kelelahan, anoreksia, dan sakit kepala. Gejala terjadi dalam 1 jam
dari permukaan di sekitar 50% dari pasien dan oleh 6 jam dalam 90%. Gejala klnis timbul saat dekompresi atau
dipermukaan (paling lama 24 jam setelah
menyelam). Mula-mula rasa kaku kemudian rasa nyeri, kekuatan otot
menurun, bengkak kemerahan Peau d’orange, banyak pada penyelam ulung dan
singkat, anggota atas 2-3x lebih banyak dari bawah, ⅓ kasus pada bahu kemudian
siku, pergelangan tangan, tangan, sendi paha, lutut dan kaki, asimetri, kasus
ringan, tidak rekompresi, nyeri hilang 3-7 hari.4,7
Tipe
I
CD tipe I ditandai dengan satu atau beberapa
dari gejala berikut :4
a.
Rasa
nyeri ringan yang menetap setelah 10 menit onset (niggles),
b.
Pruritus,
atau “skin bends” yang menyebabkan rasa gatal atau terbakar pada kulit, dan
c.
Ruam pada
kulit yang biasanya beraneka warna atau menyerupai marmer atau papular, atau
ruam yang menyerupai plak. Pada kasus tertentu yang jarang menyerupai kulit
jeruk.
Tipe
II
Caisson
disease tipe II ditandai oleh :4
1)
Gejala
gangguan pada paru,
2)
Syok
hipovolemik, atau
3)
Gangguan
pada sistem saraf. Dari kasus yang dilaporkan hanya ada sekitar 30% yang
disertai dengan keluhan nyeri. Tanda dan gejalanya bervariasi karena
kompleksnya susunan saraf pusat dan perifer. Onset gejala biasanya segera atau
hingga 36 jam.
Diagnosis caisson disease dapat ditegakkan
melalui pertanyaan anamnesa mengenai riwayat menyelam penderita sebelumnya
(dalam waktu 24 jam terakhir) dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan
gejala-gejala caisson disease.
Osteonekrosis Dysbaric adalah manifestasi akhir dari
penyakit dekompresi. Ini adalah bentuk berbahaya dari nekrosis tulang aseptik
yang disebabkan oleh eksposur yang lama atau berulang erat ke daerah bertekanan
(biasanya pada orang yang bekerja di udara terkompresi dan komersial mendalam
ketimbang penyelam rekreasi). Kerusakan bahu dan pinggul permukaan artikular
dapat menyebabkan rasa sakit kronis dan cacat berat.7
7.
Penatalaksanaan1,5,8,9
Walaupun kasus-kasus
yang ringan dapat diobati dengan menghirup oksigen 100% pada tekanan permukaan,
namun pengobatan terpenting ialah rekompresi dan oksigen.
a.
Tindakan dini
Untuk penatalaksanaan pada pasien Caisson
Disease, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas
dengan menjamin ventilasi dan mencapai sirkulasi.Pasien harus ditempatkan dalam
posisi terlentang. Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :
1) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit
dengan menggunakan masker reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen
100% hanya dapat ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas
oksigen paru.
2) Pemberian cairan untuk mempertahankan output
urin yang baik. Cairan yang diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari.Hemokonsentrasi
yang terkait dengan Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan
secara oral atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid /
koloid untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman
(diuresis perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam)
atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.
3) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20
mg secara intravena, kemudian dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.
4) Diazepam (5-10 mg) jika pasien mengalami
pusing, ketidakstabilan dan gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin
(vestibular) pada telinga bagian dalam.
5) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg /
menit selama 10 menit untuk 500 mg pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit
setelahnya untuk memantau konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg
/ mL. Jika lebih dari 25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin
600 mg sebagai anti-platelet.
6) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan
dalam jaringan sehingga antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam
pengobatan DCS. Satu pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan
ekstremitas bawah.Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk
semua pasien dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan
ekstremitas bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau
setara diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera
mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan
emboli paru pada pasien lumpuh.
7) Terapi in-air
recompressiondalam ruang
hiperbarik.
b.
Rekompresi
Tujuan rekompresi : Memperkecil gelembung-gelembung gas,
gejala menghilang saat dekompresi sampai ke permukaan dan gelembung-gelembung
gas larut dengan rekompresi yang diikuti dekompresi secara perlahan-lahan.
Tujuan oksigenasi : Memperbaiki hipoksia jaringan dan
mengurangi tekanan nitrogen yang terlarut dalam darah dan jaringan.
Setelah diagnosis ditegakkan pengobatan harus
dilaksanakan secepatnya, paling lambat 6 jam pertama. Kizer 1982, menganjurkan
pengobatan rekompresi paling lama 12 jam setelah gejala-gejala timbul. Menurut
“ The Diver Network” di USA memberi batas waktu 24 jam untuk penanganan
kecelakaan-kecelakaan penyelam. Namun dari beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa lebih cepat diobati, hasilnya akan lebih baik. Untuk menghindari
keterlambatan dalam penanganan penderita maka pengobatan dapat dimulai dari
tempat kejadian (untuk sementara), transportasi ke fasilitas RUBT dan RUBT
sendiri.
Rekompresi di tempat kejadian, menurunkan kembali
penderita melalui tali ke air dan memakai oksigen sampai kedalaman 9 meter.
Bersama pendamping memakai “full face mask” dan bernafas dengan oksigen 100%
selama 30 menit untuk kasus ringan dan 60 menit untuk kasus berat. Bila ada
perbaikan, naik kepermukaan dengan kecepatan 1 meter dalam 12 menit. Bila
belum, dapat diperpanjang menjadi 60 menit.Jika dalam perjalanan kepermukaan
timbul gejala maka berhenti selama 30 menit. Setelah tiba dipermukaan penderita
harus menghirup 02 l00% dan udara selama 90 menit, jika gagal maka penderita
harus diangkut ke fasilitas RUBT.
Pengangkutan penderita ke fasilitas RUBT dapat dilakukan
dengan kapal laut, kendaraan darat, pesawat terbang dengan kabin bertekanan 1
atm, bila tidak ada maka ketinggian maksimum 1000 feet (300 meter). Selama
perjalanan penderita mengisap oksigen 100% 30 menit, udara 5 menit secara
berganti.
8.
Prognosis
Prognosis
yang baik jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala yang timbul sejak
awal, diagnosis yang tepat, dan pengobatan yang adekuat.Tingkat keberhasilan dari terapi dan pengobatan lebih dari75-85% dapat dicapai.10
Pengobatan
langsung dengan oksigen 100%, diikuti oleh recompressi dalam ruang hiperbarik,
dalam kebanyakan kasus menunjukan tidak ada efek jangka panjang. Namun,
cederapermanen dari DCS atau efek jangka panjang masih mungkin terjadi. Tiga bulan follow-up pada kecelakaan
menyelam dilaporkan (Dan, tahun 1987)yang menunjukkan hasil, sebesar 14,3% dari 268 penyelam masih memiliki
tanda-tanda dan gejala sisa dari DCS Tipe II dan 7% dari DCSTipe I. Follow-up yang lebih lama menunjukkan hasil yang sama, sebesar 16% memiliki gejala sisa neurologis yang bersifat permanen.11
9.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat timbul akibat Caisson Disease adalah kelumpuhan, nekrosis miokard,dan cederaiskemiklainnya
mungkinterjadi apabila tidak segera dilakukan recompression.12
B. TERAPI
HIPERBARIK OKSIGEN (HBOT)
1.
Definisi13,14
Hiperbarik
berasal dari kata hyper berarti tinggi, bar berarti tekanan. Dengan kata lain
terapi hiperbarik adalah terapi dengan menggunakan tekanan yang tinggi. Pada
awalnya, terapi hiperbarik hanya digunakan untuk mengobati decompression
sickness,
yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan tekanan lingkungan secara mendadak sehingga
menimbulkan sejumlah gelembung nitrogen dalam cairan tubuh baik didalam sel maupun diuar
sel, dan hal ini dapat menimbulkan kerusakan disetiap organ di dalam tubuh,
dari derajat ringan sampai berat bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung
yang terbentuk. Seiring dengan berjalannya waktu, terapi hiperbarik berkembang fungsinya untuk terapi macam-macam penyakit, beberapa
diantaranya seperti stroke, multipel sklerosis, cerebral edema, keracunan karbon monoksida dan
sianida, trauma kepala tertututp, gas gangren, peripheral neuropathy,
osteomielitis, sindroma kompartemen, diabetik neuropati, migran, infark miokard
dan lain-lain. Hiperbarik
oksigen adalah suatu cara
terapi dimana penderita harus berada dalam suatu ruangan bertekanan, dan
bernapas dengan oksigen 100% pada suasana tekanan ruangan yang lebih besar dari
1 ATA (atmosfer absolute). Tidak terdapat definisi yang pasti akan tekanan dan
durasi yang digunakan untuk sesi terapi oksigen hiperbarik. Umumnya tekanan
minimal yang digunakan adalah sebesar 2,4 atm selama 90 menit. Banyaknya sesi
terapi bergantung pada kondisi pasien dengan rentang 1 sesi untuk keracunan ringan karbon
monoksida hingga 60 sesi atau lebih untuk lesi diabetik pada kaki.
2.
Mekanisme13
Mekanisme TOBH melalui dua mekanisme yang berbeda. Pertama,
bernapas dengan oksigen murni dalam ruang udara bertekanan tinggi (hyperbaric
chamber)
yang tekanannya lebih tinggi dibandingkan tekanan atmosfer, tekanan tersebut
dapat menekan saturasi hemoglobin, yang merupakan bagian dari sel darah merah
yang berfungsi mentransport oksigen yang secara kimiawi dilepaskan dari paru ke
jaringan. Bernapas dengan oksigen 100% pada atmosfer yang normal tidak efek
pada saturasi hemoglobin.
Kedua,
di bawah tekanan atmosfer, lebih banyak oksigen gas terlarut dalam plasma.
Meskipun dalam kondisi normal transport oksigen terlarut dalam plasma jauh
lebih signifikan daripada transport oleh hemoglobin, dengan TOBF kontribusi
transportasi plasma untuk jaringan oksigenasi sangat meningkat. Sebenarnya,
menghirup oksigen murni pada tiga kali yang normal atmosfer.
Hasil
tekanan dalam peningkatan 15 kali lipat dalam konsentrasi oksigen terlarut
dalam plasma. Itu adalah konsentrasi yang cukup untuk memasok kebutuhan tubuh saat
istirahat bahkan dalam total tidak adanya hemoglobin.
Sistem kerja TOBH, pasien dimasukkan dalam ruangan
dengan tekanan lebih dari 1 atm, setelah mencapai kedalaman tertentu disalurkan oksigen
murni (100%) kedalam ruang tersebut. Ketika kita bernapas dalam keadaan normal,
udara yang kita hirup komposisinya terdiri dari hanya sekitar 20% adalah oksigen dan 80%
nya adalah nitrogen. Pada TOBH, tekanan udara meningkat sampai dengan 2 kali keadaan nomal dan
pasien bernapas dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% dalam tekanan
tinggi, menyebabkan tekanan yang akan melarutkan oksigen ke dalam darah serta
jaringan dan cairan
tubuh lainnya hingga mencapai
peningkatan konsentrasi 20 kali lebih
tinggi dari normal.
Oksigenasi ini dapat memobilisasi penyembuhan alami
jaringan, hal ini merupakan anti inflamasi kuat yang merangsang perkembangan
pembuluh darah baru, dapat membunuh bakteri dan mengurangi pembengkakan.
3.
Indikasi13,14,15
Hiperbarik dapat memiliki
beberapa manfaat untuk mengobati penyakit-penyakit akibat penyelaman dan
kegiatan kelautan:
·
Penyakit Dekompresi
·
Emboli udara
·
Luka bakar
·
Crush Injury
·
Keracunan gas karbon monoksida (CO)
Terdapat
beberapa pengobatan tambahan, yaitu:
·
Gas gangren
·
Komplikasi diabetes mellitus (gangrene
diabeticum)
·
Eritema nodosum
·
Osteomyelitis
·
Buerger’ s diseases
·
Morbus Hansen
·
Psoriasis vulgaris
·
Edema serebral
·
Scleroderma
·
Lupus eritematosus (SLE)
·
Rheumatoid artritis
Terdapat
pula pengobatan pilihan, yaitu:
·
Pelayanan kesehatan dan kebugaran
·
Pelayanan kesehatan olahraga
·
Pasien lanjut usia (geriatri)
·
Dermatologi dan kecantikan
4.
Kontraindikasi13,14,15,16
Kontraindikasi TOHB terdiri dari kontraindikasi
absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut yaitu penyakit pneumothorax yang
belum ditangani. Kontraindikasi relatif meliputi keadaan umum lemah, tekanan
darah sistolik lebih dari 170 mmHg atau kurang dari 90 mmHg, diastole lebih
dari 110 mmHg atau kurang dari 60 mmHg, demam tinggi lebih dari 38oC,
ISPA, sinusitis, Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup), penyakit asma,
emfisema dan retensi CO2, infeksi virus, infeksi kuman aerob seperti TBC, lepra,
riwayat kejang, riwayat neuritis optik, riwayat operasi thorax dan telinga,
wanita hamil, penderita sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin, bleomycin.
5.
Persiapan13,14
Persiapan terapi oksigen
hiperbarik antara lain:
·
Pasien diminta untuk menghentikan
kebiasaan merokoknya 2 minggu sebelum proses terapi dimulai. Tobacco mempunyai
efek vasokonstriksi sehingga mengurangi penghantaran oksigen ke jaringan.
·
Beberapa medikasi dihentikan 8 jam sebelum
memulai terapi oksigen hiperbarik antara lain vitamin C, morfin dan alkohol.
·
Pasien diberikan pakaian yang terbuat dari
100% bahan katun dan tidak memakai perhiasan, alat bantu dengar, lotion yang
terbuat dari bahan dasar petroleum, kosmetik, bahan yang mengandung plastik,
dan alat elektronik.
·
Pasien tidak boleh menggunakan semua zat
yang mengandung minyak atau alkohol (yaitu, kosmetik, hairspray, cat kuku,
deodoran, lotion, cologne, parfum, salep) dilarang karena berpotensi memicu
bahaya kebakaran dalam ruang oksigen hiperbarik.
·
Pasien harus melepaskan semua perhiasan,
cincin, jam tangan, kalung, sisir rambut, dan lain-lain sebelum memasuki ruang
untuk mencegah goresan akrilik silinder di ruang hiperbarik.
·
Lensa kontak harus dilepas sebelum masuk
ke ruangan karena pembentukan potensi gelembung antara lensa dan kornea.
·
Pasien juga tidak boleh membawa koran,
majalah, atau buku untuk menghindari percikan api karena tekanan oksigen yang
tinggi berisiko menimbulkan kebakaran.
·
Sebelum pasien mendapatkan terapi oksigen
hiperbarik, pasien dievaluasi terlebih dahulu oleh seorang dokter yang
menguasai bidang hiperbarik. E valuasi mencakup penyakit yang diderita oleh
pasien, apakah ada kontraindikasi terhadap terapi oksigen hiperbarik pada
kondisi pasien.
·
Sesi perawatan hiperbarik tergantung pada
kondisi penyakit pasien.
·
Pasien umumnya berada pada tekanan 2,4 atm
selama 90 menit. Tiap 30 menit terapi pasien diberikan waktu istirahat selama 5
menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari keracunan oksigen pada pasien.
·
Terapi oksigen hiperbarik memerlukan
kerjasama multidisiplin sehingga satu pasien dapat ditangani oleh berbagai
bidang ilmu kedokteran.
·
Pasien dievaluasi setiap akhir sesi untuk
perkembangan hasil terapi dan melihat apakah terjadi komplikasi hiperbarik pada
pasien.
·
Untuk mencegah barotruma GI, ajarkan
pasien benapas secara normal (jangan menelan udara) dan menghindari makan besar
atau makanan yang memproduksi gas atau minum sebelum perawatan.
C. TERAPI OKSIGENASI HIPERBARIK PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT DEKOMPRESI
Penyakit
dekompresi terjadi akibat supersaturasi kritis pada penurunan tekanan
sekitarnya, yang mengakibatkan gas lepas lebih cepat dari jaringan atau darah
dalam bentuk tidak larut dalam bentuk gelembung gas. Gelembung-gelembung gas
yang terbentuk dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah, sehingga
menyebabkan iskemia pada organ, dan gelembung tersebut juga dapat menyebabkan
keadaan hipoksia seluler. Oleh karena itu, tujuan pengobatan penyakit
dekompresi adalah melawan efek hipoksia pada jaringan. Pengobatan terdiri dari
3 tindakan yang saling melengkapi:13,16
1. Oksigenasi
Oksigenasi memiliki
keuntungan untuk melawan hipoksia jaringan, mengurangi tekanan nitogen yang
terlarut dalam plasma, dan mempercepat larutnya kembali gelembung-gelembung gas
nitrogen.
2. Rekompresi
Rekompresi memiliki
tujuan untuk memperkecil gelembung gas dan melarutkan kembali gas-gas nitrogen
ke dalam darah atau jaringan.
3. Pengobatan
dengan medikamentosa (terhadap perubahan-perubahan biohumoral yang terjadi
dalam penyakit dekompresi).
Penggabungan terapi oksigenasi dan
rekompresi terdapat pada terapi oksigenasi hiperbarik. Terapi ini paling baik
karena menggabungkan keuntungan-keuntungan dari masing-masing terapi yang pada
prinsipnya sesuai dengan teori fisika yang sederhana, yaitu bila diberikan
tekanan tinggi pada tubuh kita gelembung akan mengecil volume dan diameternya
(hukum Boyle), selain itu sesuai hukum Henry bahwa sebagian gelembung nitrogen
akan kembali menjadi larutan. Oksigen tekanan tinggi dapat berdifusi dalam
jaringan tanpa melewati darah, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh
jaringan.
Prosedur Terapi Oksigen
Hiperbarik pada Pasien dengan Penyakit Dekompresi14,15,16
Karena adanya bahaya keracunan oksigen,
maka terapi OHB dilakukan pada tekanan O2 = 60 fsw (2,8 ATA). Untuk efekstif
hasil OHB, maka harus dilaksanakan sebelum 5-6 jarn sejak munculnya gejala,
maksirnum 12 jam. Semakin cepat dilaksanakan terapi OHB khasitnya semakin baik
karena belum terjadi komplikasi mekanis dan biokimiawi yang ditimbulkan oleh
gelembung sehingga belum ada kerusakan yang permanen.
Dalam terapi oksigenasi hiperbarik dikenal
tabel pengobatan US Navy, yang terdiri dari tabel pengobatan dengan udara
tekanan tinggi, yaitu tabel IA, 2A, 3, dan 4 serta tabel pengobatan dengan oksigen
bertekanan tinggi yaitu tabel 5, 6 dan 6A. Tabel pengobatan dengan udara
tekanan tinggi saat ini sudah ditinggalkan karena waktu pengobatannya lama
sehingga sering terjadi kegagalan menyelesaikan tabel pengobatan, dan hasilnya
kurang efektif dibandingkan pengobatan dengan oksigen tekanan tinggi.
Untuk dapat memilih tabel pengobatan
dengan tepat maka diagnosa harus tepat pula. Mendiagnosa kasus penyakit
penyelaman disamping berdasarkan gejala klinis yang ada harus kita lihat pula
riwayat penyelamannya.
Pengobatan
rekompresi di dalam OHB, diantaranya:14,16
1. Tabel
5
Tabel ini dipakai untuk
mengobati pain-only DCS jika gejalanya hilang dalam waktu kurang dari l0 menit
pada 60 fsw. Pelaksanaan:
a. Setelah
pasien, tender, dan operator RUBT siap, tekan (kompresi/descent) RUBT dengan
kecepatan 25 fpm. Selama penekanan pasien bernafas dengan udara.
b. Setibanya
di 60 fsw, segera pasang masker dan penderila bernafas dengan oksigen murni 20
menit udara 5 menit, dilanjutkan CO2 murni 20 rnenit. Pada 20 menit pertama
harus diperhatikan keluhan penderita bila kurang dari l0 menit keluhan hilang,
selesaikan tabel 5. Lamanya di 60 fsw dihitung sejak tiba di 60 fsw sampai
mulai di dekompresi.
c. Setelah
kompresi di 60 fsw selesai lakukan dekompresi (ascent) dengan kecepatan I fpm
sampai tiba di 30 fsw. Jika terjadi keterlambatan naik (ascent) jangan
dikompensasi, sebaliknya jika terlalu cepat harus dikompensasi dengan
memperlambat naik (ascent).
d. Setibanya
di 30 fsw, lepas masker, penderita bernafas dengan udara selama 5 menit,
dilanjutkan oksigen 20 menit, udara 3 menit. Dekompresi di 30 fsw selesai.
e. Lakukan
dekompresi (ascent) dari 30 fsw kepermukaan dengan kecepatan I feet permenit
selama dekompresi pasien bernafas dengan oksigen. Keluarkan penderita dari
RUBT, terapi selesai.
f. Jika
karena sesuatu hal oksigen harus dihentikan, tunggu sclama l8 menit evaluasi
apa yang terjadi untuk mencntukan tindakan selanjutnya.
g. Jika
oksigen harus dihentikan pada 60 fsw, setibanya di 30 fsw pindah ke tabel 6.
2.
Tabel 6
Tabel ini dipakai untuk penyakit dekompresi tipe serius (berat), atau
tipe pain only jika gejala tidak hilang dalarn waktu l0 rnenit pertama
di 60 fsw. Pelaksanaan :
a. Kompresi/descent dengan kecepatan 25 fpm sampai kedalaman 60 fsw selama
penekanan pasien bernafas dengan udara.
b. Setibanya 60 fsw segera pasang masker penderita bernafas dengan oksigen
murni 20 menit - udara 5 menif oksigen murni 20 menit – udara 5 menit; oksigen
murni 20 menit - udara 5 menit. tamanya di 60 fsw dihitung sejak tiba sampai
mulai didekompresi.
c. Lakukan dekompresi dengan kecepatan I fpm sampai tiba di 30 fsw. Jika
terjadi keterlambatan ascent jangan dikompensasi, Jika terlalu cepat harus
dikompensasi dengan memperlambat ascent. Selama dekompresi pasien bernafas
dengan oksigen.
d. Setibanya di 30 fsw lepas masker, bernafas dengan udara 15 menit,
pasang masker bernafas dengan oksigen 30 menit, udara 15 menit - oksigen 30
menit. Dekompresi di 30 fsw selesai.
e. Lakukan dekompresi (ascent) dari 30 fsw kepermukaan dengan kecepatan I
fpm selama dekompresi pasien bernafas dengan oksigen. Keluarkan pasien dari
RUBT, terapi selesai.
f. Jika oksigen terpaksa hanrs dihentikan, tunggu 15 menit, evaluasi apa
yang terjadi untuk menentukan tindakan selanjutnya.
g. Selama terapi tender bemafas dengan udara. Kecuali untuk penyelaman
ulang atau tabel diperpanjang maka tender bernafas dengan oksigen murni saat
dekompresi dari 30 fsw ke permukaan.
Tabel 6 dapat diperpanjang dengan menambahkan pada :
60 fsw : 20 menit oksigen - 5 menit udara dan/atau
30 fsw : 60 menit oksigen - 5 menit udara.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Penyakit Dekompresi merupakan Suatu penyakit yang
disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelmbung gas dari fase larut dalam
darah atau jaringan akibat penurunan tekanan disekitarnya.
2.
Penyakit Dekompresi diklasifikasikan menjadi DCS Tipe I
dan DCS Tipe II.
3.
Hiperbarik
oksigen adalah suatu cara
terapi dimana penderita harus berada dalam suatu ruangan bertekanan, dan
bernapas dengan oksigen 100% pada suasana tekanan ruangan yang lebih besar dari
1 ATA (atmosfer absolute).
4.
Tujuan
pengobatan penyakit dekompresi adalah melawan efek hipoksia pada jaringan.
Pengobatan terdiri dari 3 tindakan yang saling melengkapi yaitu oksigenasi, rekompresi dan pengobatan
medikamentosa.
5.
Dalam terapi oksigenasi hiperbarik dikenal
tabel pengobatan US Navy, yang terdiri dari tabel pengobatan dengan udara
tekanan tinggi, yaitu tabel IA, 2A, 3, dan 4 serta tabel pengobatan dengan
oksigen bertekanan tinggi yaitu tabel 5, 6 dan 6A.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Guyton AC, Hall
JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani D,
Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
2.
Noltkamper,
Daniel. Scuba Diving : Barotrauma and
Decompression Sickness. 2012. Cited on : Feb 16th, 2017.
Available from : http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_em.htm
3.
Bennett, Mike. Handbook of diving and
Hyperbaric Medicine, The Prince of Wales Hospital Oktober 2004.
4.
Kusuma, Ratih. Caisson
Disease. 2012. Cited on : Feb16th 2017). Available from : http://www.scribd.com/doc/92963588/Caisson-Disease
5.
Rijadi,
R.M. Penyakit Dekompresi. In :Ilmu
Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. P:
89-103.
6.
Anonimous. Decompression
Sickness and Decompression Illness. 2009. Cited on : Feb 16th 2017). Available from : http://www.thescubasite.com/Learn-To-Scuba-Dive/decompression-sickness-decompression-illness
7.
Bennett, Mike. Handbook of diving and
Hyperbaric Medicine, The Prince of Wales Hospital Oktober 2004.
8.
Irga. Barotrauma. January 3 2008. Cited on : Feb16th
2017.Available from : http://irwanashari.com.
9.
Powell,
M.R. Mechanism and Detection of
Decompression Sickness . 2009. Cited on: September 5th 2013. Available from : http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/768397.pdf
10. Noltkamper, D.F. Barotrauma/decompression sickness treatment.
2012. (Available from :
http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/page10_em.htm#Prevention,
Cited on : September 5th ,2013)
11.
Alfred A. Bove.
Decompression Sickness(Caisson Disease; The Bends). The Merk Manual. 2009.
12. Anonymous. Diagnosis and treatment of decompression
sickness and arterial gas embolism. 2005. Hal 31-32.
13. Huda
N. Tesis Pengaruh Hiperbarik Oksigen (HBO) terhadap perfusi perifer luka
gangrene pada penderita DM DI RSAL Dr. Ramelan Surabaya. FK UI. 2010
14. Djauw,
Lukman. Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) Di Lembaga Kesehatan Kelautan Angkatan
Laut (Lakesla). Surabaya. 2015.
15. Vann R D, Denoble
P J, Howle L E, Weber P W et all. Resolution
and Severity in Decompression Illness. Aviation, Space and Enviromental
Medicine. Volume 80, No.5, Section I. 2009.
16. U.S. Navy Diving Manual. Diagnosis
and treatment of Decompression Sickness and Arterial Gas Embolism. Chapter 20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar