Rabu, 31 Mei 2017

(REFERAT) PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK (HBOT) TERHADAP EMBOLI PARU (Letkol Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE, M. Kes; dr. Murtia, Sp. A , Msc; Lettu laut (K) dr. Andhika Agus A; Lettu laut (K) dr. Irwansyah)


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT                                          REFERAT      
FAKULTAS KEDOKTERAN                                                                          MEI 2017
UNIVERSITAS PATTIMURA

  PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK (HBOT) 
TERHADAP EMBOLI PARU 
Disusun oleh :
Marisa O. Luhukay
(201083011)
Verra Kondo Lembang
(201083015) 
Yane Dennis Louhenapessy
(201083038) 
Nurul Fajriah Afiatunnisa
(201083045) 

Pembimbing I:
Letkol Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE, M. Kes



 
Pembimbing II:                      Pembimbing III:                           Pembimbing IV:
dr. Murtia, Sp. A , Msc      Lettu laut (K) dr. Andhika Agus A    Lettu laut (K) dr. Irwansyah

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
RUMKITAL DR. F. X. SUHARDJO LANTAMAL IX AMBON
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
            Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi dengan bernafas menghirup oksigen 100% didalam ruang perawatan atau hyperbaric chamber yang diberi tekanan yang lebih besar dari permukaan laut (1 atmosfer absolut, ATA). HBOT dapat diterapkan dalam monoplace (satu orang) atau multiplace chamber. Pada multiplace chamber diberikan tekanan dengan udara, kemudian oksigen di berikan melalui face-mask, hood tent atau endotracheal tube, sedangkan pada monoplace chamber diberikan tekanan dengan menggunakan oksigen.1
           HBOT mampu dalam memperbaiki kelainan emboli paru. Emboli paru merupakan satu dari banyak penyakit pada vaskuler paru. Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli trombus atau emboli yang lainnya, termasuk emboli udara. Emboli udara akibat yang paling serius dari barotrauma paru ascent adalah masuknya gas dari alveoli ke sistem vena paru. Emboli gas terbawa ke jantung dan kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi arterial sehingga menimbulkan obstruksi emboli gas di pembuluh-pembuluh paru.2,3
            Penyakit emboli gas yang biasa terjadi pada penyelaman dapat di akibatkan karena naik ke permukaan dengan cepat. Dimana, interval diantara penyelaman yang tidak tepat dapat menyebabkan mendadak timbulnya gejala akut karena redistribusi vaskuler dari gelembung sehingga terjadi gangguan fungsi pernafasan dan jantung.3
            Emboli paru merupakan salah satu masalah kesehatan dengan insidensi yang masih tinggi dan angka mortalitasnya cukup signifikan. Survei epidemiologis di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kira-kira terdapat 50.000 kasus penyakit ini tiap tahunnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kurang dari 10% pasien emboli paru meninggal akibat penyakit ini. Emboli udara sedikit saja sudah dapat menimbulkan gangguan serius. Kematian bisa terjadi terutama karena sumbatan di pembuluh koroner atau cerebral.3
           
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Terapi Oksigen Hiperbarik
2.1.1    Definisi
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber) dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA.4
Tekanan 1 atmosfer (760 mmHg) adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam keseimbangan.4
 2.1.2    Hyperbaric chamber
Terapi oksigen hiperbarik pada suatu ruang hiperbarik (hyperbaric chamber) yang dibedakan menjadi 2, yaitu:
-          Monoplace        : pengobatan satu penderita
-          Multiplace      : pengobatan untuk beberapa penderita pada waktu bersamaan dengan bantuan masker tiap pasiennya
Pasien dalam suatu ruangan menghirup oksigen 100% bertekanan tinggi >1 ATA. Tiap terapi diberikan selama 2-3 ATA, menghasilkan 6 ml oksigen terlarut dalam 100 ml plasma, dan durasi rata-rata terapi 60-90 menit. Jumlah terapi bergantung dari jenis penyakit. Untuk kasus akut sekitar 3-5 kali dan untuk kasus kronik bisa mencapai 50-60 kali. Dosis yang digunakan pada perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman untuk pasien dan mempunyai efek imunosupresif.
2.1.3    Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik
            Fisiologi terapi oksigen antara lain:4
  1. Dasar dari terapi hiperbarik menggunakan prinsip fisika.
  2. Udara yang kita hirup sehari-hari mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2) 21%.
  3. Sedangkan pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung Oksigen (O2) 100%.
  4. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.
2.1.6    Indikasi Terapi Hiperbarik Oksigen
Indikasi terapi hiperbarik oksigen:
Ø  Kondisi akut (dimana terapi HBO harus diberikan awal dan dikombinasikan dengan pengobatan konvensional) :
  1. Intoksikasi gas CO
  2. Gas gangren
  3. Emboli udara dan Penyakit dekompresi
  4. Gangguan vaskuler perifer
  5. Syok
Ø  Kondisi kronis :
1.      Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan/luka bermasalah (diabetes/vena dll).
2.      Radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan.
3.      Cangkok kulit dan penutup (yang mengalami reaksi penolakan/rejection)
4.      Osteomyelitis kronis

2.1.7    Kontraindikasi Terapi Hiperbarik Oksigen
Kontraindikasi terapi hiperbarik oksigen antara lain:6
1.      Kontraindikasi absolut:
a.       Pneumothorax
Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi pneumothorax tersebut.
2.      Kontraindikasi relatif
1.      ISPA
2.      Sinusitis kronis
3.      Penyakit kejang
4.      Emfisema dengan retensi CO2
5.      Panas tinggi yang tidak terkontrol
6.  Kehamilan
2.1.8    Komplikasi
Ketika digunakan dalam protokol standar tekanan yang tidak melebihi 3 ATA ( 300 kPa ) dan durasi pengobatan kurang dari 120 menit, terapi oksigen hiperbarik aman.
Efek samping yang paling umum adalah: Barotrauma telinga,barotrauma paru,    Barotrauma dental,  Toksisitas oksigen dan  Reaksi kecemasan.
2.1.9    Efek Terapi
Efek yang didapatkan dari terapi HBOT ada dua yang pertama efek mekanik dan kedua efek fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.
1.      Efek mekanik. Meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara seperti pada terapi penderita dekompresi akibat kecelakaan kerja penyelaman dan gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan medis rumah sakit. Akibat peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan yang memberikan manfaat terapeutik: bakteriostatik pada infeksi kuman anaerob, detoksikasi pada keracunan karbon monoksida, sianida dan hidrogensulfida, reoksigenasi pada kasus iskemia akut, crush injury, compartment syndrome maupun kasus iskemia kronis, luka yang tidak sembuh, nekrosis radiasi, skin graft preparation dan luka bakar.
2.      Efek Fisiologis. Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi, dan difusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal
 2.2       Pulmonary Overinflation Syndromes
2.2.1    Definisi7
Pulmonary Overinflation Syndromes (POIS) adalah kebocoran gas menuju jaringan interstitial pulmo yang tidak menunjukkan gejala kecuali kebocoran lebih lanjut terjadi. Jika gas masuk sirkulasi arterial, berpotensi terjadi emboli gas arterial yang fatal. Pulmonary Overinflation Syndromes termasuk salah satu grup penyakit barotrauma yang disebabkan ekspansi udara yang terperangkap di paru selama naik (reverse squeeze) atau tekanan berlebih pada paru dengan subsekuen overekspansi dan pecahnya kantong udara alveolar. Penyebab pecahnya kantong udara alveolar adalah tekanan berlebih di dalam paru disebabkan oleh tekanan yang positif dan kegagalan ekspansi gas untuk keluar dari paru selama naik.
Manifestasi klinis POIS tergantung pada lokasi dimana udara bebas berada. Di semua kasus, yang pertama terjadi adalah pecahnya alveoli dengan sebuah koleksi udara di jaringan paru, sebuah kondisi yang dikenal sebagai interstitial emfisema. Interstitial emfisema ini tidak menimbulkan gejala sampai distribusi udara lebih lanjut terjadi. Gas mungkin menemukan jalan menuju cavitas dada atau sirkulasi arterial.
2.2.2    Arterial Gas Embolism (AGE)7
Arterial gas embolism, kadang disebut juga emboli udara adalah obstruksi aliran darah disebabkan oleh gelembung udara (emboli) yang memasuki sirkulasi arterial. Obstruksi dari arteri otak dan jantung dapat menimbulkan kematian jika tidak dilepaskan seketika.
2.2.3    Etiologi AGE7
AGE disebabkan oleh ekspansi gas yang berada di paru–paru ketika bernapas dalam tekanan dan tertahan di paru–paru ketika naik. Gas mungkin dipertahankan secara sadar maupun tidak sadar. Gas dapat terjebak dan menyebabkan obstruksi dari paru–paru yang terkena imbas dari insiden atau penyakit sebelumnya; atau dari penyelam yang bereaksi panik pada situasi sulit, mungkin menahan napas tanpa menyadarinya. Jika terdapat cukup gas dan jika itu mengembang secara cukup, tekanannya akan memaksa gas melalui dinding alveolar menuju jaringan sekitarnya dan menuju aliran darah. Jika gas memasuki sirkulasi arterial, itu akan menyebar menuju semua organ tubuh. Organ yang terutama rentan terhadap AGE dan yang bertanggung jawab untuk gejala yang mengancam keselamatan adalah CNS dan jantung. Di semua kasus dari AGE, memungkinkan untuk dihubungkan dengan pneumothorax dan tidak seharusnya diabaikan. Keterbatasan dari suplai udara dan kebutuhan untuk sebuah kenaikan yang darurat adalah penyebab tersering AGE.

2.2.4    Mekanisme Terjadinya AGE
Penyebab pecahnya kantong udara alveolar adalah tekanan berlebih di dalam paru disebabkan oleh tekanan yang positif dan kegagalan ekspansi gas untuk keluar dari paru selama naik.
1.      Pecahnya alveoli dengan sebuah koleksi udara di jaringan paru, sebuah kondisi yang dikenal sebagai interstitial emfisema.
2.      Interstitial emfisema ini tidak menimbulkan gejala sampai distribusi   udara lebih lanjut terjadi. Gas mungkin menemukan jalan menuju  cavitas dada atau sirkulasi arterial.

2.2.5    Gejala klinis AGE7
1.      Tidak sadar
2.      Paralisis
3.      Kekakuan
4.      Kelemahan
5.      Kelelahan yang ekstrem
6.      Besarnya area yang mengalami sensasi abnormal (Paresthesia)
7.      Kesulitan berpikir
8.      Vertigo
9.      Konvulsi
10.  Abnormalitas pengelihatan
2.2.6    Treatment AGE7
Rekompresi langsung
Terapi Rekompresi untuk gangguan penyelaman dengan tujuan :
a.     Kompresi gelembung gas sehingga volume gelembung mengecil, kemudian menurunkan tekanan lokal dan melancarkan kembali aliran darah.
            b.      Menyediakan waktu yang cukup untuk resorbsi gelembung.
c.   Meningkatkan oksigen dalam darah dan kemudian penghantaran oksigen menuju jaringan yang luka.
            Terapi rekompresi ketika chamber tersedia. Tabel terapi oksigen secara signifikan lebih efektif daripada tabel terapi udara. Tabel terapi udara hanya dapat digunakan setelah kegagalan sistem oksigen atau intoleransi pasien terhadap masalah toksisitas oksigen dengan rekomendasi petugas kesehatan penyelaman. Tabel 4 dapat digunakan dengan atau tanpa oksigen tetapi harus selalu digunakan dengan oksigen jika tersedia.
       I.            Hal yang selalu harus dilakukan:
a.       Ikuti tabel terapi secara akurat, kecuali dimodifikasi oleh Petugas Kesehatan Penyelaman dengan persetujuan dari Komandan.
b.      Memiliki tender yang memenuhi syarat di ruang setiap saat selama perawatan.
c.       Menjaga tingkat penurunan dan kenaikan yang normal.
d.      Periksa pasien secara menyeluruh.
e.       Selalu pikirkan kemungkinan emboli gas arteri atau penyakit dekompresi pada pasien yang tidak sadar kecuali kemungkinan kondisi tersebut dapat dikesampingkan.
f.       Gunakan tabel terapi udara hanya jika oksigen tidak tersedia.
g.      Waspada untuk peringatan tanda-tanda keracunan oksigen jika oksigen digunakan.
h.      Dalam hal terjadi kejang, buka masker oksigen dan stabilkan pasien dari bahaya. Jangan memaksa membuka mulut selama kejang.
i.        Menjaga penggunaan oksigen dalam waktu dan kedalaman tertentu yang ditentukan oleh tabel terapi.
j.        Periksa kondisi dan tanda-tanda vital pasien secara berkala. Sering diperiksa jika kondisi pasien berubah dengan cepat atau tanda-tanda vital yang tidak stabil.
k.      Amati pasien setelah pengobatan untuk kekambuhan gejala. Amati 2 jam hanya untuk gejala nyeri, 6 jam untuk gejala yang serius. Jangan melepaskan pasien tanpa konsultasi Petugas Kesehatan Penyelaman.
l.        Menjaga ketepatan waktu yang akurat dan merekam.
m.    Menjaga persediaan alat darurat utama dan kedua.

    II.            Hal yang relatif dapat dilakukan:
a.       Izinkan adanya pemendekan atau perubahan lain dari tabel, kecuali di bawah arahan dari Petugas Kesehatan Penyelaman.
b.      Tunggu tas resusitasi. Gunakan resusitasi mulut ke mulut dengan perangkat penghalang segera jika pernapasan berhenti.
c.       Lakukan kompresi dada selama lebih dari 10 detik.
d.      Izinkan penggunaan oksigen 100% di bawah 60 kaki dalam kasus DCS atau AGE.
e.       Biarkan personil yang di dalam ruangan untuk mengambil posisi sempit yang mungkin menginterfensi sirkulasi darah lengkap.
 Secara umum, tatalaksana yang dilakukan antara lain:
1.      Pertolongan pertama
2.      Oksigen 100%
a.       Perawatan rekompresi dengan oksigen.
           Gunakan terapi oksigen Tabel 5, 6, 6A, 4, atau 7.  
           Tingkat penurunan untuk semua tabel ini adalah 20 kaki per menit . Setelah mencapai kedalaman perawatan 60 WPS atau tempat dangkal pasien pada oksigen. Untuk perawatan kedalaman lebih dari 60 FSW, dapat menggunakan terapi gas jika tersedia.
b.      Perawatan rekompresi ketika oksigen tidak tersedia.
Penggunaan terapi oksigen Tabel 1A, 2A, dan 3 hanya sebagai pilihan terakhir ketika oksigen tidak tersedia. Gunakan terapi udara Tabel 1A jika nyeri menghilang pada kedalaman kurang dari 66 fsw. Jika nyeri menghilang pada kedalaman lebih besar dari 66 fsw, gunakan Tabel Terapi 2A. Tabel Terapi 3 digunakan untuk pengobatan gejala yang serius dimana oksigen tidak dapat digunakan. Gunakan Tabel Terapi 3 jika gejala menghilang dalam waktu 30 menit pada 165 fsw. Jika gejala tidak menghilang dalam waktu kurang dari 30 menit di 165 fsw, menggunakan Tabel Terapi 4. Terapi oksigen pada Tabel 1A, 2A, dan 3 disediakan sebagai pilihan terakhir ketika oksigen tidak tersedia.
3.      Arterial gas embolism dirawat menurut perawatan DCS tipe 1 dengan inisial kompresi sampai 60 fsw. Jika gejala membaik dalam periode napas oksigen pertama, kemudian perawatan dilanjutkan dengan tabel 6. Jika gejala bertambah buruk, bisa dilanjutkan perawatan DCS tipe 2, tanpa melebihi 165 fsw. 

Tabel terapi AGE

Tabel terapi 6
Tabel 6 digunakan untuk hal berikut:
1.      Emboli gas arteri.
2.      Gejala Tipe II DCS.
3.      Gejala Tipe I DCS dimana dalam waktu 10 menit pada 60 fsw  rasa sakit bertambah parah dan rekompresi langsung harus dilakukan sebelum pemeriksaan neurologis dapat dilakukan:
o   Cutis marmorata
o   Keracunan karbon monoksida yang parah, keracunan sianida, atau menghirup asap
o   Asymptomatic dihilangkan dengan dekompresi
o   Symptomatic ascent yang tidak terkontrol
o   Gejala recurrence dari 60 fsw
Tabel 6A digunakan untuk terapi AGE atau gejala DCS ketika gejala berat tetap tidak berubah dalam 20 menit pertama di 60 fsw (2 ATA). Pasien dikompresi ke kedalaman yang melegakan (meningkat signifikan), tidak melebihi 165 fsw (6 ATA). Begitu sampai di kedalaman membaik, terapi gas (N2O2, HeO2) dimulai bila tersedia. Konsultasi dengan Petugas Kesehatan Penyelam secepat mungkin.

2.2.7    Pemeriksaan Foto thorax
Pada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya ditemui kelainan yang sering berhubungan dengan adanya kelainan penyakit kronik paru dan jantung. Tidak ada gambaran patogonomik untuk emboli paru pada hasil foto dada.
Pada pasien emboli paru tanda radiologik yang sering didapatkan adalah pembesaran arteri pulmonalis desendens, peninggian diafragma bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan karena peningkatan tekanan arteri tersebut menyebabkan dilatasi pembuluh darah di atas obstruksi. Pembesaran jantung kanan bervariasi besarnya, sering sulit dideteksi. Tanda Westermark, yaitu suatu hiperlusen paru, dan ini dianggap paling khas pada emboli paru, meskipun hanya ditemukan pada 15% kasus. Peninggian diafragma bilateral sering terdapat dan khas pada emboli paru, terutama apabila berhubungan dengan adanya densitas paru dan atelektasis (plate like atelectasis).
Gambaran lain yang dapat ditemukan pada emboli paru adalah efusi pleura unilateral atau bilateral, dan menghilang beberapa hari setelah perfusi membaik. Hasil pemeriksaan radiologis sangat penting dalam evaluasi hasil sidikan perfusi/ventilasi paru.

1.      Sidikan perfusi paru dan ventilasi
2.      Angiografi paru
3.      Analisis gas darah
4.      Dopler ultra sound blood velocity detector
5.      Impedance plethysmography (IPG)
6.      Isotop 125 atau fibrinogen test
 2.2.8        Perbedaan AGE dengan Penyakit DCS6
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh perlepasan dan mengembangnya gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan di sekitarnya.
Gejala :
1.      Rasa nyeri seluruh tubuh
2.      Kelelahan
3.      Gejala neurologis
4.      Gejala gangguan pernafasan maupun gangguan jantung setelah menyelam.
Hal ini berhubungan dengan kecepatan lepasnya gas nitrogen dari fase larut menjadi tidak larut dalam bentuk gelembung gas (bubles) waktu proses dekompresi berlangsung.
Kondisi supersaturai gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas tertentu masih bias ditolerir, dimana memberikan kesempatan gas untuk berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru dan diekshalasi keluar tubuh.
          2.2.9        Prevensi AGE7
Resiko dari AGE dapat dikurangi atau di hilangkan dengan memperhatikan pada berikut:
1.      Semua penyelam harus menerima latihan intensif fisik dan fisiologi menyelam, begitu juga dengan penggunaan yang benar dari alat penyelaman. Perhatian khusus harus diberikan pada latihan menyelam SCUBA, karena operasi SCUBA menghasilkan insiden yang tinggi dari emboli.
2.      Seorang penyelam tidak menginterupsi napas selama naik dari sebuah penyelaman dimana gas kompresi telah dihirup.
3.      Seorang penyelam harus menghembuskan napas terus-menerus sementara membuat pendakian darurat. Tingkat pernafasan harus sesuai dengan tingkat pendakian. Untuk pendakian bebas, dimana penyelam menggunakan daya apung alami untuk dilakukan ke permukaan, laju pernafasan harus cukup besar untuk mencegah emboli, tapi tidak begitu besar sehingga daya apung positif hilang. Dalam pendakian yang tidak terkontrol atau apung, dimana pelampung, baju kering atau daya apung kompensator membantu penyelam, tingkat pendakian mungkin jauh melebihi dari pendakian bebas. Pernafasan harus dimulai sebelum pendakian dan harus stabil dan kuat. Sulit untuk penyelam yang tidak terlatih untuk menjalankan pendakian darurat dengan benar. Hal ini juga sering berbahaya untuk melatih seorang penyelam di teknik yang tepat.
4.      Penyelam jangan ragu untuk melaporkan setiap penyakit, terutama penyakit pernapasan seperti flu, pada Pengawas Penyelaman atau Personil Medis Penyelaman sebelum menyelam.

                                                                               BAB 3
HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN ARTERIAL GAS EMBOLI

3.1       Efek Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Arterial Gas Embolism7
                        Terdapat hanya 2 efek dasar dari oksigenasi hiperbarik pada tubuh manusia. Efek mekanikal yang mana berguna dalam mengurangi ukuran gelembung (mengikuti kejadian penyelaman atau perkenalan iatrogenik dari udara intravaskuler), dan efek meningkatkan tekanan parsial dari oksigen (dimana bermacam–macam tergantung dari keadaan fisik dan patofisiologi di organ dan jaringan).7
3.2       Efek Mekanikal tekanan6
Efek pada ukuran gelembung
Gelembung dan gas yang mengisi cavitas dalam tubuh bersifat subjektif terhadap efek mekanik dari pergantian tekanan. Efek ini mengikuti hukum Boyle, yang mana menyatakan bahwa volum berbanding terbalik terhadap tekanan absolute. Volum berubah pada sebuah progresi geometris yang dihubungkan dengan perubahan tekanan; besar reduksi mengambil tempat di dekat permukaan, dengan subsekuen reduksi menjadi lebih kecil di tekanan tinggi. Efek mekanikal tekanan juga sumber dari barotrauma yang tidak diinginkan dalam bentuk distress middle-ear, sinus squeeze, lung squeeze selama kompresi (tekanan signifikan berbeda pun akan menyebabkan pembuluh darah di area bertekanan rendah untuk membesar untuk menyesuaikan tekanan, dapat menyebabkan pendarahan telinga tengah, perdarahan sinus, atau perdarahan pulmo yang dihubungkan dengan squeeze), dan rusaknya paru bila seseorang menahan napasnya selama dekompresi. Jika seorang pasien menderita distensi gas usus, kompresi di chamber akan meringankan ketidaknyamanannya ketika inhalasi oksigen akan memantapkan sebuah gradien tinggi untuk menghilangkan nitrogen dari usus yang distensi. Udara terjebak di usus menurun sampai kurang lebih 50% ketika seorang pasien bernapas oksigen melebihi periode 6 jam pada 2 tekanan absolut.
Di DCS dan emboli udara, pada dasarnya semua gelembung udara adalah intravaskular. Kedua nitrogen dan helium berdifusi sangat cepat melalui sitoplasma dari sel menuju kapiler terdekat. Hal itu yang menyebabkan masalah dalam bentuk transportasi gas. Pembuluh darah kapiler hanya dapat membawa sebuah nilai tertentu dari gas insersi subjek ke kendala koefisien kelarutan Bunsen pada suhu 37 derajat Celcius. Jika lebih banyak gas menuju pembuluh darah dari jaringan daripada darah yang terbawa di larutan, itu adalah gelembung.
Ketika gelembung terbentuk, jumlah gelembung yang lebih banyak dibawa, sampai pada poin dimana gelembung menjadi terlalu besar dan membuat aktif platelet signifikan dan merusak dinding pembuluh darah. Ketika sebuah gelembung udara dikompresi ke 6 ATA, volumnya mengecil sampai 16% dari yang ada di permukaan. Sebuah gelembung bulat, bagaimanapun, penurunan diameternya kurang lebih 1,5 pada 6 ATA. Fakta ini mungkin membuat takut orang yang mengobati DCS, karena dengan setiap peningkatan atmosfer di atas 6 ATA, reduksi diameternya gelembung menjadi lebih sedikit. Hal ini harus diingat bahwa, hanya jenis gelembung bulat yang tidak membuat sakit linu.
Satu–satunya gelembung yang membuat rugi mekanikal adalah gelembung berbentuk silindris, cenderung memblok pembuluh darah. Pada rekompresi 3 ATA, gelembung ini berkurang panjangnya 2/3 bagian; pada 6 ATA, gelembung berkurang menjadi 1/6 dari panjang aslinya. Ini menimbulkan perubahan signifikan pada arsitektur gelembung dan mungkin menyebabkan gelembung menjadi bulat dan terlepas. Pembuluh darah yang menuju paru menjadi membesar, dimana gelembung kemudian terjebak dan dieliminasi oleh difusi gas melalui dindingnya. Mekanisme dari hilangnya gelembung terjadi ketika gelembung bulat menjadi partikel yang lebih kecil. Paksaan dari tekanan permukaan menyebabkan gelembung kolaps. Pada poin tersebut, gelembung antara kolaps dan menghilang atau mengecil ke ukuran inti.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Gill, A L, and Bell C A. Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of action and outcomes, Oxford Jurnalist, Volume 97, Issue 7. 2004. Pp. 385-395.
2. Mayo Clinic Staff. Test and Procedures Hyperbaric Oxygen Therapy. [online]. 2011. Available from: http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/hyperbaric-oxygen-therapy/basics/definition/PRC-20019167
3. Mathieu, Daniel, Wattel, Francis. Methodology for Assesing Hyperbarik Oxygen Therapy in Clinical Practice.Handbook on Hyperbarik Medicine 1st ed. Netherlands Springer. 2006
4.  Elias, C.N., Oshida., Yoshiki., Henrique., Cavalanti L.J., Alberto, Muller C., 2008, Relationship between surface properties (roughness, wettability and morphology) of titanium and dental implant removal torque, Journal of Mechanical Behavior of Biomedical Materials I, 234-242, Elsevier Ltd.
5. Sahni, T. Hyperbaric Oxygen Therapy: Current Trends and Applications. JAPI vol 51. 2013
6.  Riyadi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Lakesla. 2013
7.  U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar