Rabu, 31 Mei 2017

(REFERAT) PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP BUERGER DISEASE



BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT                 REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN                                                 MEI 2017
UNIVERSITAS PATTIMURA


PERANAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
TERHADAP BUERGER DISEASE



Disusun Oleh:
1.      Ninik M Sallatalohy        (2010-83-041)
2.      Lorencye Tuhusula        (2010-83-016)
3.      Marice M Toamain        (2010-83-040)
4.      Wina Asriani                   (2010-83-037)

 Pembimbing I:
Letkol Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE, M. Kes



 
Pembimbing II:                             Pembimbing III:             
                      Lettu laut (K) dr. Andhika Agus A    Lettu laut (K) dr. Irwansyah

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017





BAB I
PENDAHULUAN
Peripheral Arteri Disease (PAD) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka. Jadi, penyakit arteri perifer meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterial, dan semua percabangan setelah keluar dari aortailiaka. PAD disebabkan oleh atheroma (penumpukan lemak) pada dinding arteri yang memulai suatu insufisiensi  aliran darah ke otot dan jaringan lainnya. Pasien dengan PAD mungkin dapat memiliki gejala namun kadang juga dapat bersifat asimptomatik. Gejala paling umum yang paling sering dan menjadi karakteristik yaitu nyeri dan kelemahan pada saat berjalan, dimana akan hilang saat istirahat. Pasien dengan diagnosis PAD, terutama pada orang yang asimptomatis, memiliki resiko tinggi untuk mortalitas, infrak miokard, dan stroke. Resiko relatif adalah yang paling sering adalah antara usia dan seks tanpa PAD.1,2 Menejemen PAD dapat menjadi kesempatan untuk pencegahan terhadap masalah kardiovaskular yang lebih lanjut. Modifikasi gaya hidup dan intervensi terapeutik dapat dilakukan untuk mengurangi resiko.1
PAD mempengaruhi sekitar 10 dari populasi di Amerika,  30% - 40% pasien mengalami gejala klaudikasio. Prevalensi PAD meningkat seiring bertambahnya usia dan jumlah faktor resiko vaskular. Prevalensinya bervariasi tergantung umur, namun jumlahnya lebih tinggi pada kelompok usia diatas 40 tahun (15%-20%) Kebanyakan pasien PAD (80%), adalah perokok maupun bekas perokok. Di Indonesia, prevalensinya pada pasien diabetes mellitus mencapai 44%.  Data rekam medis Pusat Jantung Harapan Kita (PJNHK) menunjukkan jumlah pasien PAD ekstremitas bawah sebanyak 119 pasien selama Januari 2011 hingga Agustus 2012.3 PAD sendiri bertanggung jawab sebagai suatu penanda penigkatan resiko efek kardiovaskular dan serebrovaskular.4 Sekitar 50% dari pasien dengan PAD tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga sulit untuk memperkirakan prevalensi sebenarnya. Pada studi Framingham telah didemonstrasikan bahwa merokok, diabetes mellitus, usia tua, dislipidemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia, dan peningkatan fibrinogen merupakan faktor resiko yang telah terbukti pada PAD. Faktor-faktor resiko tersebut akan memberikan kontribusi yang masing masing dalam terjadinya PAD.5
PAD mencakup semua gangguan pada arteri non-koroner yang memperdarahi ekstrimitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, aorta abdominalis serta semua percabangan setelah keluar dari aorto iliaka.2 PAD dapat melibatkan berbagai arteri lain, namun secara klinis, PAD merupakan gangguan pada arteri yang memperdarahi ekstremitas bawah.3 Arteri yang terlibat adalah arteri aorto-iliaka (30%), arteri femoralis dan poplitea (80-90%), arteri tibialis dan peroneal (40-50%). Keterbatasan aliran darah pada arteri dapat menimbulkan kondisi iskemia karena terdapat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan. Aktivitas pada tungkai seperti pada saat seseorang berolahraga merupakan kondisi yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan tersebut mengingat penggunaan otot skeletal akan meningkatkan kebutuhan aliran darah ke otot tersebut. Sementara itu, adanya stenosis atau sumbatan pada arteri menyebabkan tidak mampunya kebutuhan tersebut terpenuhi. Pada PAD, arteri yang terganggu tidak dapat berespon terhadap stimulus untuk vasodilatasi. Selain itu, endotel yang mengalami disfungsi pada aterosklerosis tidak dapat melepaskan substansi vasodilator seperti adenosin serta nitrit oksida dalam jumlah yang normal. Jika aterosklerosis atau stenosis terjadi sedemikian parah hingga tidak menyebabkan tidak tercukupinya suplai darah atau oksigen bahkan pada saat istirahat, akan terjadi kegawatan pada tungkai karena berpotensi besar terjadi nekrosis jaringan dan ganggren.4      
Sebenarnya penyakit Buerger (Tromboangitis Obliterans) merupakan penyakit oklusi pembuluh darah perifer yang lebih sering terjadi di Asia dibandingkatan di Negara-negara barat. Penyakit ini meurpakan penyakit idiopatik, kemungkinan merupakan kelainan pembuluh darah karena autoimmune, panangitis yang hasil akhirnya menyebabkan stenosis dan oklusi pada pembuluh darah (Sjamsuhidajat, 2005).
Laporan pertama Tromboangitis Obliterans telah dijelaskan di Jerman oleh Von Winiwarter pada tahun 1879 dalam artikel yang berjudul “A strange form of endarteritis and endophlebitis with gangrene of the feet”. Kurang lebih sekitar seperempat abad kemudian, di Brookline New York, Leo Buerger mempublikasikan penjelasan yang lebih lengkap tentang penyakit ini dimana ia lebih memfokuskan pada gambaran klinis dari Tromboangitis Obliterans sebagai “presenile spontaneous gangrene” (Sjamsuhidajat, 2005)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Buerger
            Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans merupakan penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer pada ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam. Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah akan mengalami kontriksi dan obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.
2.2 Epidemiologi
            Hampir 100% kasus penyakit Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda. Penyakit ini banyak didapatkan di Korea, Jepang, Indonesia, India, dan Negara lain di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun selama separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan oleh karen penurunan jumlah perokok dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang lebih baik.
            Kematian oleh karena penyakit Buerger jarang ditemukan, namun pada penderita penyakit Buerger yang masih terus merokok, 43% penderita harus melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras, dan jenis kelamin (International Classification of Disease, Tenth Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan etnis putih dan hitam 8:1.
2.3 Etiologi
            Penyebab penyakit Buerger tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
            Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau  tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimun lainnya, penyakit Buerger dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adakah suatu enderitis yang dimediasi sistem imun.
2.4 Patogenesis
            Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya masih belum jelas, tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar trombus. Penderita memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitif pada kolagen tipe I dan tipe III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel, dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A 54, dan HLA-B5 yang dipantau pada penderita ini yang diduga secara genetik memiliki penyakit ini.
            Akibat iskemia pembuluh darah terutama pada ekstremitas inferior akan terjadi perubahan patologis, yaitu :
a.)    Otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis,
b.)    Tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren makan terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis,
c.)    Terjadi kontraktur dan atrofi,
d.)    Kulit menjadi atrofi,
e.)    Fibrosis perineural dan perivaskular,
f.)     Ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
2.5 Manifestasi Klinis
            Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri. Pengelompokkan Fontaine tidak dapat digunakan karena nyeri terjadi justru saat istirahat. Nyeri bertambah saat malam hari dan dalam keadaan dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada keadaan tergantung. Serangan nyeri dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lanjut, ketika ada gangren maka nyeri semakin hebat dan menetap.
            Manifestasi awal adalah adanya kaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan gambaran dari adanya oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibialis. Nyeri pada saat istirahat timbul progresif dan tidak hanya mengenai jari kaki tetapi juga jari tangan, jari yang terkena memperlihatkan tanda sianosis atau rubor. Sering terjadi radang lipatan kuku dan dapat berakibat paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama phalang distal yang dapat berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
            Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan tebal pada tungkai dan fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi berwarna putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit Buerger. Pada daerah yang terkena sering terjadi nyeri.
            Perubahan warna kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan campuran pucat, sianosis, dan kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
            Tromboplebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum tampak gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka gejala tersebut hampir patognomonik untuk tromboangitis obliterans.
            Gejala klinik tromboangitis obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangern terjadi pada fase lanjut dan sering didahului dengan edema dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai dengan tanda selulitis.
Gambar 2.3 Ujung jari penderita penyakit Buerger
            Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang tidak dapat diprediksi. Morbus Buerger ini mungkin menyerang satu kaki atau tangan dan mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya sering terganggu karena nyeri yang mendadak timbul saat malam hari.
2.6 Diagnosis
            Diagnosis pasti dari penyakit Buerger sulit ditemukan ketika penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan diagnosis walaupun kriteria tersebut pada penulis satu dengan yang lainnya berbeda.
            Beberapa hal dibawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis penyakit Buerger :
1.      adanya tanda insufisiensi arteri
2.      umunya pada pria dewasa muda
3.      perokok berat
4.      adanya gangrren yang sukar sembuh
5.      riwayat trombophlebitis yang berpindah
6.      tidak ada tanda atherosclerosis di tempat lain
7.      yang terkena biasanya ekstremitas bawah
8.      diagnosa pasti ditemukan dengan patologi anatomi

Sebagian besar pasien, 70-80% yang menderita penyakit Buerger mengalami nyeri iskemik bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada tumit, kaki atau jari-jari kaki.
Penyakit Buerger harus dicurigai pada penderita dengan satu atau lebih tanda klinis dibawah ini :
a.              Jari iskemik yang nyeri pada ekstremitas atas dan bawah pada laki-laki dewasa muda dengan riwayat merokok berat.
b.             Klaudikasi kaki
c.              Trombophlebitis superficial berulang
d.             Sindrom Raynaud

Pemeriksaan angiografi pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografi tersebut ditemukan gambaran “corkscrew” dari arteri yang terjadi oleh karena adanya kerusakan vaskular, sebagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga menunjukkan adanya oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada daerah tangan dan kaki.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu untuk mendiagnosa penyakit Buerger, yaitu  untuk mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah.
Pada pemeriksaan histopatologis, lesi dini menunjukkan adanya oklusi pembuluh darah oleh karena terdapat trombus yang mengandung Polimorphonuclear (PMN) dan mikroabses ; serta adanya penebalan dinding pembuluh darah yang cukup luas (Sjamsuhidayat, 2005).
2.7 Diagnosa Banding                                                                                              
·         Sindrom antibodi Antiphospholipid and Pregnancy
·         Atherosclerosis
·         Diabetes Mellitus Tipe 1
·         Diabetes Mellitus Tipe 2
·         Frostbite
·         Giant Cell Arteritis
·         Gout 
·         Polyarteritis Nodosa
·         Raynaud Phenomenon
·         Reflex Sympathetic Dystrophy
·         Scleroderma
·         Systemic Lupus Erythematosus
·         Takayasu Arteritis
·         Thoracic Outlet Obstruction


2.8 Terapi                                                            
       Belum ada terapi yang dapat menyembuhkan penyakit Buerger. Penanganan yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi gejala dan mencegah perburukan penyakit. Cara paling efektif untuk menghentikan perkembangan penyakit adalah dengan berhenti menggunakan produk – produk tembakau. Seseorang dengan penyakit Buerger harus segera berhenti merokok, atau jika tidak, penyakit akan memburuk meskipun hanya merokok sedikit saja.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk berhenti merokok, antara lain:
·         Hindari produk – produk pengganti nikotin, karena bisa mengaktifkan penyakit Buerger.
·         Gunakan produk – produk yang tidak mengandung nikotin.
·         Melakukan program khusus untuk berhenti merokok, biasanya penderita tinggal selama beberapa hari atau minggu di rumah sakit atau sarana medis tertentu, dan mengikuti sesi konseling atau aktivitas harian untuk membantu mengatasi keinginan untuk merokok dan membantu belajar hidup bebas tembakau.
Selain itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi penyakit Buerger, antara lain:
·         Hindari paparan terhadap dingin
·         Hindari penggunaan obat – obat tertentu yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah (misalnya obat flu yang mengandung efedrin) dan obat – obat yang meningkatkan kecenderungan untuk terbentuknya bekuan darah (misalnya estrogen)
·         Cegah terjadinya cedera pada anggota gerak yang terkena, misalnya cedera karena dingin atau panas, serta cedera akibat menggunting atau mengikis kapalan atau mata ikan
·         Gunakan sepatu yang pas dan memiliki ruang yang cukup untuk jari – jari kaki, sehingga mencegah terjadinya cedera pada kaki
·         Olahraga teratur, misalnya dengan berjalan kaki selama 15 – 30 menit 2x sehari, dapat membantu untuk memperbaiki sirkulasi
·         Kompres hangat
·         Amputasi jika terjadi infeksi atau gangren
·         Obat – obat untuk mengencerkan darah dan melebarkan pembuluh darah, sehingga memperbaiki aliran darah dan melarutkan bekuan darah. Tetapi obat – obat ini mungkin tidak efektif
·         Memotong saraf pada daerah yang terkena dengan pembedahan (simpatektomi) untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan aliran darah. Jarang dilakukan karena perbaikan aliran darah hanya bersifat sementara.
·         Oral analgesik nonsteroid dan narkotika dapat diberikan untuk meringankan nyeri iskemik
·         Antibiotik oral yang tepat dapat digunakan untuk mengobati ulkus ekstremitas distal yang terinfeksi

2.9 Edukasi pasien
       Pasien dengan penyakit Buerger harus berulang kali disarankan untuk berhenti merokok dan diyakinkan bahwa jika mereka mampu berhenti merokok, penyakit ini akan membaik dan amputasi dapat dihindari.
       Dokter harus menasehati pasien bahwa berhenti merokok diperlukan untuk kesembuhan penyakit. Dan mengharuskan menghindari asap rokok. Tapi sulit bagi pasien yang hidup dengan perokok lain.
       Pasien dengan penyakit Buerger yang terbaring di tempat tidur harus diberi tahu tentang pentingnya pelindung tumit dengan bantalan atau sepatu bot berbusa (Medscape, 2010).
2.10 Komplikasi
·         Ulkus
·         Gangren
·         Infeksi
·         Amputasi
·         Oklusi arteri koroner, renal, splenikus, mesenterika (jarang)
2.11 Prognosis
       Di antara pasien dengan yang berhenti merokok, 94% dapat mencegah amputasi, di antara pasien yang berhenti merokok sebelum gangren terjadi, tingkat amputasi mendekati 0%. Hal ini kontras dengan pasien yang terus merokok, ada kemungkinan 43% akan membutuhkan amputasi dalam 7 -  8 tahun. berhenti merokok umumnya dapat menghidari amputasi tungkai, pasien mungkin tetap memiliki Raynaud sindrom bahkan setelah berhenti



BAB III
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
3.1 Pendahuluan
Terapi hiperbarik di negara-negara maju telah berkembang dengan pesat. Terapi ini digunakan untuk menangani berbagai macam penyakit, baik penyakit akibat penyelaman maupun penyakit bukan penyelaman. Di Indonesia, kesehatan hiperbarik telah mulai dikembangkan oleh kesehatan TNI AL pada tahun 1960 dan terus berkembang sampai saat ini. Kesehatan TNI AL mempunyai ruang udara bertekanan tinggi di 4 lokasi, yaitu Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya, dan Ambon. Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa penyakit dapat sebagai terapi utama maupun terapi tambahan. Namun tidak boleh dilupakan, meskipun banyak keuntungan yang dperoleh penderita, cara ini juga mengandung risiko. Sebab itu terapi oksigen hiperbarik harus dilaksanakan secara hati-hati sesuai prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mencapai hasil yang maksimal dengan risiko yang minimal.
Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam ruang udara bertekanan tinggi. Dasar-dasar terapi oksigen hiperbarik memiliki berbagai macam pengaruh seperti pengaruh oksigen hiperbarik terhadap mikroorganisme, pengaruh oksigen hiperbarik terhadap obat-obatan, pengaruh oksigen hiperbarik terhadap sel jaringan tubuh, dan pengaruh oksigen hiperbarik terhadap proses penyembuhan luka.
3.2.            Efek Oksigen Hiperbarik
Tujuan dari terapi oksigen hiperbarik terhadap mikroorganisme adalah merusak jasad renik tanpa merugikan host. Oleh karena itu prinsipnya untuk mencapai tingkat tekanan parsial oksigen dalam jaringan yang dapat merusak jasad renik, bukan malah membantu pertumbuhannya, tanpa adanya efek negatif terhadap tuan rumah. Sebagai zat antimikroba, oksigen tidak bersifat selektif, nampaknya oksigen menghambat bakteri gram positif maupun gram negatif dengan kekuatan yang sama. Jadi dengan demikian oksigen dapat dianggap obat antimikroba yang berspektrum luas. Terhadap kuman anaerob oksigen hiperbarik bersifat bakterisid sedangkan terhadap kuman aerob bersifat bakteriostatik. Infeksi anaerob seperti clostridium penyebab gas gangrene, clostridium tetani, non-spore forming anaerobes, flora usus, dan flora mulut. Sedangkan untuk infeksi aerob seperti mycobacterium leprae, mycobacterium tuberculosis, mycobacterium ulserans, pneumococcus, dan staphylococcus.
Tujuan dari terapi oksigen hiperbarik terhadap sel jaringan tubuh adalah mempunyai efek yang baik terhadap aliran darah dan kelangsungan hidup jaringan yang iskemik. Penggunaan oksigen hiperbarik dalam klinik meningkat dengan cepat dimana perbaikan jaringan yang hipoksia dan pengurangan pembengkakan merupakan faktor utama dalam mekanismenya. Namun sampai saat ini pembenaran pemakaian oksigen hiperbarik untuk memperbaiki kelangsungan hidup jaringan didasarkan pada pengamatan klinis belaka, meskipun begitu diadakan penyempurnaan-penyempurnaan dalam metode penelitian untuk dapat menentukan dengan tepat pengaruh oksigen hiperbarik terhadap kelangsungan hidup jaringan. Dasar-dasar terapi oksigen hiperbarik secara umum adalah sebagai berikut :
1.      tekanan akan memperkecil volume gelembung gas dan penggunaan oksigen hiperbarik juga akan mempercepat resolusi gelembung gas daerah-daerah yang iskemik atau hipoksik akan menerima oksigen secara maksimal
2.      di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik mendorong atau merangasang pembentukan pembuluh darah kapiler baru
3.      penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif maupun gram negatif dengan pemberian oksigen hiperbarik
4.      oksigen hiperbarik mendorong pembentukan fibroblas dan meningkatkan efek fagositosis dari leukosit.
RUBT meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam darah dan kemudian dilanjutkan ke jaringan dan proses ini melibatkan banyak proses biologis seperti proses angiogenesis, penyembuhan luka, peningkatan respon sistem imun. Bebagai sitokin, zat, dan makromolekul lainnya memediasi respon seluler yang kompleks tersebut. Angiogenesis merupakan suatu proses berkembangnya jaringan pembuluh darah untuk meningkatkan pasokan aliran darah di dalam jaringan. Angiogenesis dapat terjadi melalui dua proses utama yaitu; migrasi sel endothelial, dimana vaskularisasi yang baru terbentuk sebagai perluasan jaringan dan lumen pembuluh darah menjadi bercabang, kemudian membentuk jaringan kapiler. Proses ini secara esensial melibatkan banyak sel  dan dalam penelitian diperlukan sel progenitor sirkulasi yang dapat diperoleh dari HBOT.  HBOT mempunyai efek stimulasi pada Nitric Oksida Endotelial yang memproduksi Nitric Oksida. Sinyal diperlukan untuk mengaktivasi pengambilan sel progenitor. Pada pasien dengan gangguan peredaran darah pembentukkan eNOS dihambat namun, HBOT dapat menurunkan efek tersebut dan menurunkan sintesis NO, sehingga dapat meningkatkan angiogenesis dan memulai penyembuhan luka.
Penyembuhan luka merupakan proses normal yang terjadi dalam serangkaian fase yang tediri dari empat fase penyembuhan luka: Hemostasis, Inflamasi, proliferasi, dan remodeling jaringan. Oksigen diperlukan dalam penyembuhan luka untuk membantu fosforilasi oksidatif fungsi sel normal. Namun, pada fase awal penyembuhan luka luka mengalami hipoksia. Hal ini memberikan sinyal untuk dikeluarkannya faktor-faktor pendukung angiogenesis dan faktor penyembuhan luka lainnya  (hypoxia-inducible factors - HIF, platelet-de­rived growth factor - PDGF, transforming growth factor beta - TGF-B, vascular endothelial growth factor - VEGF, tumor necrosis factor alpha - TNF-α, and pre-pro-endothelin 1 - PPET-1), tetapi pada keadaan hipoksia kronis dapat menyebabkan kegagalan pada proses penyembuhannya. Efek hipoksia sementara pada luka dipengaruhi oleh ekspresi HIF. HBOT menyebabkan penyembuhan luka yang cepat dan level HIF dapat turun.  Namun, ekspresi HIF meningkat pada kondisi hiperoksik dan dapat memulai ekspresi VEGF. Seperti yang telah disebutkan di atas, sitokin, SDF-1 diaktifkan oleh HBOT sebagai faktor yang berpengaruh dalam penyembuhan luka. Kurangnya ekspresi SDF-1 dapat menjelaskan kenapa luka hipoksia kronik tidak dapat sembuh. HBOT menurunkan inflamasi dengan menghambat prostaglandin, dan formasi IFN-γ, IL-1,  IL-6. Efek antiinflamasi dapat mempengaruhi fungsi sistem imun secara umum dengan menurunkan agen imunosupresif (prostaglandin, IL-1, IL10). The Respon sistem imun selanjutnya lebih ditingkatkan oleh HBOT dengan membantu leukosit memproduksi reactive oxygen species (ROS).
3.3.  Indikasi Oksigen Hiperbarik
Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society ialah sebagai berikut:
Aktinomikosis, emboli udara, anemia karena kehilangan banyak darah, insufisiensi arteri perifer akut, infeksi bakteri, keracunan karbonmonoksida, crush injury and reimplanted appendages, keracunan sianida, penyakit dekompresi, gas gangren, skin graft, infeksi jaringan lunak, osteoradinekrosis, radionekrosis jaringan lunak, sistitis akibat radiasi, ekstraksi gigi pada pada rahang yang diobati dengan radiasi, mukomikosis, osteomielitis, ujung amputasi yang tidak sembuh, ulkus diabetik, ulkus statis refraktori, tromboangitis obliterans, luka tidak sembuh akibat hipoperfusi, inhalasi asap, luka bakar, dan ulkus yang terkait dengan vaskulitis.
3.4 Kontraindikasi Oksigen hiperbarik
Kontraindikasi penggunaan Oksigen hiperbarik :
-       Absolut           : Pneumothoraks yang belum dirawat
-       Relatif             : ISPA, sinusitis kronik, penyakit kejang, emfisema yang disertai retensi karbondioksida, panas tinggi yang tak terkontrol, riwayat pneumotoraks yang spontan, riwayat operasi dada, riwayat operasi telinga, kerusakan paru asimptomatik, infeksi virus, spherositosis kongenital, dan riwayat neuritis optik.
                                                                                               



BAB IV
PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP
 PENYAKIT BUERGER
Penyakit Buerger atau disebut juga Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan vaskular berupa inflamasi dan penyumbatan. Yang mengenai pembuluh darah ukuran sedang dan kecil dan juga vena distal pada ekstremitas atas dan bawah. Dapat juga mengenai pembuluh darah otak, visceral, dan koroner. Lebih sering terjadi pada laki-laki dibawah umur 40 tahun. Prevalensinya lebih tinggi pada orang asia dan eropa timur. Penyebabnya yang pasti belum diketahui, tetapi berhubungan dengan kebiasaan merokok.
            Pada tahap awal leukosit polimorfonuklear menginfiltrasi dinding pembuluh darah arteri dan vena. Lapisan elastika interna terkena dan terbentuk trombus pada lumen pembuluh darah. Pada tahap lanjutan neutrofil akan digantikan oleh sel mononuklear, fibroblast, dan sel giant. Ditandai adanya fibrosis perivaskular dan rekanalisasi.
            Gambaran klinis pada penyakit buerger sering kali berupa trias klaudikasio yang melibatkan ekstremitas, fenomena Raynaud, dan tromboplebitis vena superficial yang berpinah-pindah. Klaudikasio biasanya terjadi pada betis dan kaki atau pada lengan bawah dan tangan, karena memang terutama mengenai pembuluh darah distal. Kelainan yang ditemukan dapat berupa iskemi digital yang berat, perubahan kuku, ulkus yang nyeri, dan gangren dapat timbul pada ujung jari dan tumit. Pada pemeriksaan klinis nadi arteri brakialis dan poplitea normal, tetapi nadi dapat berkurang atau hilang pada arteri radialis, ulnaris, dan tibialis. Pemeriksaan ultrasonografi duplex dan arteriografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Gambaran perubahan lesi segmental pembuluh darah dari yang normal bertahap menjadi halus pada pembuluh darah distal merupakan gambaran yang khas, dan terdapat pembuluh darah kolateral disamping pembuluh darah yang tersumbat. Pada pembuluh darah proksimal biasanya tidak ditemukan arterosklerosis. Diagnosis pasti hanya ditentukan dengan biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Saito et al, 2007, banyak pasien yang menderita penyakit tungkai iskemik parah yang harus mengalami amputasi, meskipun juga harus dilakukan terapi intensif. Simpatektomi dan terapi oksigen hiperbarik adalah terapi untuk pasien dengan gangguan sirkulasi perifer . Baru-baru in , beberapa studi klinis telah menetapkan bahwa implantasi sel sumsum tulang - mononuklear ke tungkai iskemik meningkatkan pembentukan pembuluh darah kolateral. Dalam penelitian ini, implantasi autologous tulang sel sumsum - mononuklear diresepkan untuk pasien dengan 7 anggota badan iskemik karena penyakit arteri perifer. Meskipun sejauh perbaikan itu tidak konsisten antara 7 kasus, semua pasien mengalami beberapa perbaikan dalam gejala mereka. Tekanan parsial oksigen transkutan diukur dalam ruang hiperbarik meningkat pada 5 pasien. Tidak ada efek samping yang diamati. Kesimpulannya, penggunaan kombinasi autologous transplantasi sumsum tulang dan terapi oksigen hiperbarik mungkin aman dan efektif untuk pencapaian angiogenesis terapeutik.
Dalam penelitian lain yang dilakukan Yazinski N tahun 2010, Buerger disease yang dikategorikan sebagai penyakit pembuluh darah arteri dapat diterapi dengan terapi oksigen hiperbarik. Dalam penelitiannya, menunjukkan adanya perbaikan terhadap penyakit meskipun tidak terlalu signifikan. Selain itu, terapi hiperbarik juga dikombinasikan dengan perawatan yang benar untuk mencegah infeksi sekunder dan menimbulkan komplikasi seperti sepsis.
Tahun 2016 Hemsinli et al. menambahkan terapi oksigen hiperbarik pada tatalaksana standar  pasien penyakit buaerger grade IV dengan angka kesembuhan penuh sebanyak 52,7% dari kasus. Sebalum dilakukan terapi, pasien cenderung berjalan dengan menahan rasa sakit. Namun setelah diterapi rasa sakit menhadi berkurang secara signifikan jika dibandingkan dengan keadaan sebelum diterapi.






DAFTAR PUSTAKA
1.      Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Juni, 2013.
2.      H, John W. Occlusive Peripheral Arterial Disease. Merck Manual Handbook. 2008. http://www.merckmanuals.com/home/heart_and_blood_vessel_disorders/peripheral_arterial_disease/occlusive_peripheral_arterial_disease.html
3.      Malecki R, Zdrojowy K, Adamiec R. Thromboangiitis obliterans in the 21st century-A new face of disease. Atherosceloris. 2009.
5.      Salimi J, Tavakkoli H, Salimzadeh A, Ghadimi H, Habibi G, Masoumi AA. Clinical characteristics of Buerger’s disease in Iran. J Coll Physicians Surg Pak. 2008;18(8):502-5
S, Gordon A. Thromboangiitis Obliterans. Medline Plus. 2012. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000172.htm
Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Saito, et al. 2007. Autologous bone marrow transplantation and hyperbaric oxygen therapy for patients with thromboangitis obliterans. Gumma University Japan. Angiology. Edition 24. Pp 429-434





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar