BAGIAN ILMU ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT REFARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN MARET
UNIVERSITAS PATTIMURA
HUBUNGAN
TERAPI HIPERBARIK DENGAN INFERTILITAS
Disusun oleh:
Gabriella S. Rering
(2009-83-002)
Dio Ocev Pratama
(2009-83-023)
Indah Z. Wattiheluw (2009-83-024)
Triani F. D. Alyanto
(2009-83-025)
Heron R.F. Titarsole
(2009-83-033)
Maria M. Ohoiwirin (2009-83-045)
DIBAWAKAN DALAM
RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016
HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN
DENGAN INFERTILITAS
I.
INFERTILITAS
Infertilitas merupakan kondisi yang umum ditemukan dan dapat
disebabkan oleh faktor perempuan, laki-laki, maupun keduanya.Infertilitas dapat
juga tidak diketahui penyebabnya yang dikenal dengan istilah infertilitas
idiopatik.Masalah infertilitas dapat memberikan dampak besar bagi pasangan
suami-istri yang mengalaminya, selain menyebabkan masalah medis, infertilitas
juga dapatmenyebabkan masalah ekonomi maupun psikologis. Secara garis besar,
pasangan yang mengalami infertilitas akan menjalani proses panjang dari
evaluasi dan pengobatan, dimana proses ini dapat menjadi beban fisik dan
psikologis bagi pasangan infertilitas.
Bertambahnya umur sangat berpengaruh terhadap fertilitas seorang
perempuan, namun pada laki-laki, bertambahnya umur belum memberikan pengaruh
yang jelas terhadap kesuburan. Penelitian di Perancis melaporkan 65% perempuan
berumur 25 tahun akan mengalami kehamilan pada 6 bulan dan secara akumulasi 85%
kehamilan akan didapatkan pada akhir tahun pertama. Ini berarti jika terdapat
100 pasangan yang mencoba untuk hamil, 40 pasangan tidak akan hamil setelah
enam bulan, dan 15 pasangan tetap tidak hamil setelah setahun. Untuk pasangan
dengan umur 35 tahun atau lebih peluang kehamilan menjadi 60% pada tahun
pertama dan 85% pada tahun kedua. Kurang lebih 15 persen tetap belum
mendapatkan kehamilan setelah tahun ke-3 perkawinan.1-4
A.
DEFINISI
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur
tanpa kontrasepsi.Infertilitas terdiri dari infertilitas primer tidak terjadi
kehamilan. Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak
atau mempertahankan kehamilannya.3,5 Pada perempuan di atas 35
tahun, evaluasi dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.6
Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan
infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi
tuba, dan analisis semen dengan hasil normal. Fekunditas
merupakan kemampuan seorang perempuan untuk hamil dalam satu siklus mensturasi.5
Data dari studi yang telah dilakukan pada populasi, kemungkinan seorang
perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25%.3
B.
EPIDEMIOLOGI
Persentase perempuan umur 15-49 tahun yang mengalami infertilitas
primer di Asia dapat dilihat pada tabel 1.berikut ini:
Tabel 1.Persentase Perempuan Yang Mengalami Infertilitas
Primer7
Prevalensi
infertilitas idiopatik bervariasi antara 22-28%, studi terbaru menunjukkan di
antara pasangan yang berkunjung ke klinik fertilitas, sebesar 21 % perempuan
berumur di bawah 35 tahun dan 26% perempuan berumur di atas 35 tahun.1
C.
FAKTOR RISIKO
INFERTILITAS
v Gaya hidup
1.
Konsumsi Alkohol
Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan
mengurangi sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran basalis.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
hipotalamus dan hipofisis.8
ü Konsumsi satu atau dua gelas alkohol, satu
sampai dua kali per minggu tidak meningkatkan risiko pertumbuhan janin.2
ü Konsumsi alkohol tiga atau empat gelas sehari
pada laki-laki tidak mempunyai efek terhadap fertilitas.2
ü Konsumsi alkohol yang berlebihan pada laki-laki
dapat menyebabkan penurunan kualitas semen.2
2. Merokok
Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan
kerusakan oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya
kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran).8
ü Kebiasaan merokok pada perempuan dapat menurunkan tingkat
fertilitas.2
ü Kebiasaan merokok pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas semen,
namun dampaknya terhadap fertilitas belum jelas. Berhenti merokok pada
laki-laki dapat meningkatkan kesehatan pada umumnya
3.
Konsumsi Kafein
Konsumsi kafein (teh, kopi, minuman bersoda) tidak mempengaruhi
masalah infertilitas.2
4.
Berat badan
ü Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29,
cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kehamilan.2
ü Tindakan menurunkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT
> 29 dan mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang untuk hamil.2
ü Laki-laki yang memiliki IMT > 29 akan mengalami gangguan fertilitas.2
ü Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT <
19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan kesempatan terjadinya
pembuahan.2
5.
Olahraga
ü Olahraga ringan-sedang dapat meningkatkan fertilitas karena akan
meningkatkan aliran darah dan status anti oksidan
ü Olahraga berat dapat menurunkan fertilitas
-
Olahraga > 5 jam/minggu,
contoh: bersepeda untuk laki-laki
-
Olahraga > 3-5 jam/minggu,
contoh: aerobik untuk perempuan
6.
Stress
ü Perasaan cemas, rasa bersalah, dan depresi yang berlebihan dapat
berhubungan dengan infertilitas, namun belum didapatkan hasil penelitian yang
adekuat
ü Teknik relaksasi dapat mengurangi stress dan potensi terjadinya
infertilitas
ü Berdasarkan studi yang dilakukan, perempuan yang gagal hamil akan
mengalami kenaikan tekanan darah dan denyut nadi, karena stress dapat menyebabkan
penyempitan aliran darah ke organ-organ panggul.
7.
Suplementasi Vitamin
ü Konsumsi vitamin A berlebihan pada laki-laki dapat menyebabkan
kelainan kongenital termasuk kraniofasial, jantung, timus, dan susunan saraf
pusat.
ü Asam lemak seperti EPA dan DHA (minyak ikan) dianjurkan pada pasien
infertilitas karena akan menekan aktifasi nuclear faktor kappa B
ü Beberapa antioksidan yang diketahui dapat meningkatkan kualitas dari
sperma, diantaranya:
-
Vit.C dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas semen
-
Ubiquinone Q10 dapat
meningkatkan kualitas sperma
-
Selenium dan glutation dapat
meningkatkan motilitas sperma
ü Asam folat, zink, dan vitamin B12
-
Kombinasi asam folat dan zink
dapat meningkatkan konsentrasi dan morfologi sperma
-
Kobalamin (Vit B12) penting
dalam spermatogenesis
8.
Obat-Obatan
ü Spironolakton akan merusak produksi testosteron dan sperma
ü Sulfasalazin→mempengaruhi perkembangan sperma normal (dapat digantikan dengan
mesalamin)
ü Kolkisin dan allopurinol dapat mengakibatkan penurunan sperma untuk
membuahi oosit
ü Antibiotik tetrasiklin, gentamisin, neomisin, eritromisin dan
nitrofurantoin pada dosis yang tinggi berdampak negatif pada pergerakan dan
jumlah sperma.
ü Simetidin terkadang menyebabkan impotensi dan sperma yang abnormal
ü Siklosporin juga dapat menurunkan fertilitas pria
9.
Obat-obat Herbal
Penelitian yang dilakukan di California menemukan bahwa konsumsi
obat-obatan herbal dalam jumlah minimal seperti ginko biloba, dicurigai
menghambat fertilisasi, mengubah materi genetik sperma, dan mengurangi
viabilitas sperma.
v Pekerjaan
Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya
bagi kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki.Setidaknya terdapat 104.000
bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah
teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat
diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi kesuburan
diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.2
Tabel 2. Bahan Dan Efeknya Terhadap Kesuburan Laki-Laki2
Tabel 3.Bahan Dan Efeknya Terhadap
Kesuburan Perempuan2
v Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan
faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah.2,3
-
Mengobati infeksi yang terjadi
pada organ reproduksi. Diketahui bahwa infeksi yang terjadi pada prostat maupun
saluran sperma, dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki.
-
Mengobati penyebab infertilitas
pada perempuan
-
Menghindari bahan-bahan yang
menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah dari sperma dan sel telur seperti
rokok dan alkohol
-
Berperilaku hidup sehat
D.
FAKTOR PENYEBAB
INFERTILITAS
Penyebab
infertilitas secara umum dapat dibagi sebagai berikut:
v Faktor perempuan
Penyebab infertilitas pada wnaita
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:9
ü Gangguan ovulasi: seperti SOPK, gangguan pada siklus haid,
insufiensi ovarium primer
Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau
sekunder.Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan ovulasi memiliki
gejala klinis amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan gejala oligomenorea.
Amenorea primer dapat disebabkan oleh kondisi di bawah ini.8
Tabel 4. Penyebab Amenorea Primer8
Uterus
|
Agenesis mullerian (Rokitansky
sindrom)
|
Ovarium
|
Sindrom ovarium polikistik (SOPK)
Sindrom Turner
|
Hipotalamus
(hipogonadotropin hipogonadism)
|
Kehilangan berat badan
Latihan yang berat (atlet lari)
Idiopatik
|
Pubertas terhambat
|
|
Hipofisis
|
Hiperprolaktinemia
Hipopituitarism
|
Penyebab dari kerusakan hipotalamus/
hipofisis
(hipogonadism)
|
Tumor (gliomas, kista dermoid)
Trauma kepala
|
Penyebab sistemik
|
Kehilangan berat badan
Kelainan endokrin (penyakit tiroid,
cushing sindrom)
|
WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3 kelas, yaitu:2
Kelas 1: Kegagalan pada hipotalamus
hipofisis (hipogonadotropin hipogonadism)
Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang rendah,
prolaktin normal, dan rendahnya estradiol.Kelainan ini terjadi sekitar 10% dari
seluruh kelainan ovulasi.
Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium
(normogonadotropin-normogonadism)
Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun
estradiol normal.Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85% dari seluruh kasus kelainan
ovulasi.Manifestasi klinik kelainan kelompok ini adalah oligomenorea atau
amenorea yang banyak terjadi pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK).
Delapan puluh sampai sembilan puluh persen pasien SOPK akan mengalami
oligomenorea dan 30% akan mengalami amenorea.
Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi
dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh gangguan
ovulasi.
Kelas 4 : Hiperprolaktinemia
ü Gangguan tuba dan pelvis
Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi
(Chlamidia, Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis.Endometriosis merupakan
penyakit kronik yang umum dijumpai.Gejala yang sering ditemukan pada pasien
dengan endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas dan ditemukan
pembesaran pada adneksa. Dari studi yang telah dilakukan, endometriosis
terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami infertilitas.
Hipotesis yang menjelaskan endometriosis dapat menyebabkan infertilitas atau
penurunan fekunditas masih belum jelas, namun ada beberapa mekanisme pada
endometriosis seperti terjadinya perlekatan dan distrorsi anatomi panggul yang
dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis
dapat mengganggu pelepasan oosit dari ovarium serta menghambat penangkapan
maupun transportasi oosit.10
Klasifikasi
kerusakan tuba yaitu:
a. Ringan/ Grade 1
-
Oklusi tuba proksimal tanpa
adanya fibrosis atau oklusi tuba distal tanpa ada distensi.
-
Mukosa tampak baik.
-
Perlekatan ringan (perituba-ovarium)
b. Sedang/Grade 2
Kerusakan
tuba berat unilateral
c. Berat/Grade 3
-
Kerusakan tuba berat bilateral
-
Fibrosis tuba luas
-
Distensi tuba > 1,5 cm
-
Mukosa tampak abnormal
-
Oklusi tuba bilateral
-
Perlekatan berat dan luas
ü Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip endometrium,
leiomyomas, sindrom asherman
Distribusi penyebab infertilitas pada perempuan ditunjukkan pada
gambar berikut:9
Gambar 1. Penyebab Infertilitas Pada Perempuan
v Faktor laki-laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor
laki-laki, dan setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh
faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai
bagian dari pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat
dari:11
a.
Kelainan urogenital kongenital
atau didapat
b.
Infeksi saluran urogenital
c.
Suhu skrotum yang meningkat
(contohnya akibat dari varikokel)
d.
Kelainan endokrin
e.
Kelainan genetik
f.
Faktor imunologi
Di
Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek merupakan
penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen yang terganggu,
azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan faktor yang berkontribusi
pada 50% pasangan infertilitas.2Infertilitas laki-laki idiopatik
dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk disrupsi endokrin yang
diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas, atau kelainan genetik.12
Tabel 5.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Infertilitas
Laki-Laki Dan Distribusi Persentase Pada Pasien13
E.
PEMERIKSAAN INFERTILITAS
v Pemeriksaan pada perempuan
Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15%
pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan.
Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:1
ü Pemeriksaan ovulasi
- Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang
perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang teratur
setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi
dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan
yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada
akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid
berikutnya terjadi
- Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi
- Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin (FSH dan
LH).
- Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat
apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis
- Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak
direkomendasikan
- Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya
dilakukan jika pasien memiliki gejala
- Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian
dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak terdapat
bukti bahwa pemeriksaan ini akan meningkatkan kehamilan.
Tabel 6.Pemeriksaan Untuk Melihat Ovulasi Dan Cadangan Ovarium
Untuk pemeriksaan cadangan ovarium,
parameter yang dapat digunakan adalah AMH dan folikel antral basal (FAB).
Berikut nilai AMH dan FAB yang dapat digunakan:14
a. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml
b. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml)
c. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml)
ü Pemeriksaan Chlamydia trachomatis2
- Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus,
pemeriksaan untuk Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang
sensitif
- Jika tes Chlamydia trachomatis positif,
perempuan dan pasangan seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan
pengobatan
- Antibiotika profilaksis sebaiknya
dipertimbangkan sebelum melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia
trachomatis belum dilakukan
ü Penilaian kelainan uterus2
- Pemeriksaan
histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi, karena
efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus untuk meningkatkan angka
kehamilan belum dapat ditegakkan.
Tabel 7. Beberapa Metode Yang Dapat Digunakan
Dalam Penilaian Uterus
ü Penilaian lendir serviks pasca senggama2
- Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien
dengan infertilitas dibawah 3 tahun.
- Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk
menyelidiki masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan
terjadinya kehamilan.
ü Penilaian kelainan tuba2
- Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit
radang panggul (PID), kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk
melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi tuba.
Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi.
- Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan
sono-histerosalpingografi dapat dipertimbangkan karena merupakan alternatif
yang efektif
- Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai
patensi tuba, dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui memiliki
riwayat penyakit radang panggul
Tabel 8. Beberapa Teknik Pemeriksaan Tuba Yang
Dapat Dilakukan:
Teknik
|
Keuntungan
|
Kelemahan
|
HSG
|
Visualisasi seluruh panjang tuba dapat menggambarkan
patologi seperti hidrosalping dan SIN efek terapeutik
|
Paparan radiasi
Reaksi terhadap zat kontras
Peralatan dan staf khusus
Kurang dapat menggambarkan adhesi pelvis
|
Saline infusion sonography
|
Visualisasi ovarium, uterus, tuba.
|
Pelatihan khusus
Efek terapeutik belum terbukti
|
Laparaskopi kromotubasi
|
Visualisasi langusng seluruh organ reproduksi
interna
Memungkinkan dilakukan terapi sekaligus
|
Invasive
Biaya tinggi
|
v Pemeriksaan pada laki-laki
Penanganan kasus
infertilitas pada laki-laki meliputi:
ü Anamnesis12
- Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi
faktor risiko dan kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna
mempengaruhi fertilitas pria. Anamnesis meliputi: 1) riwayat medis dan riwayat
operasi sebelumnya, 2) riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep)
dan alergi, 3) gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, 4) riwayat penggunaan
alat kontrasepsi; dan 5) riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular
seksual dan infeksi saluran nafas.
Tabel 9Komponen anamnesis pada penanganan infertilitas
laki-laki15
Komponen Anamnesis Pada Penanganan Infertilitas
Laki-laki
|
Riwayat Medis
Kelainan fisik
Penyakit sistemik – diabetes mellitus, kanker,
infeksi
Kelainan genetik – fibrosis kistik,
sindrom klinefelter
|
Riwayat Pembedahan
Undescended testis
Hernia
Trauma testis, torsio testis
Bedah pelvis, retroperitoneal, kandung
kemih
|
Riwayat Fertilitas
Kehamilan sebelumnya – dengan pasangan saat ini atau
sebelumnya
Lama infertilitas
Penanganan infertilitas sebelumnya
|
Riwayat sexual
Ereksi atau masalah
ejakulasi
Frekuensi hubungan seksual
|
Pengobatan
Nitrofurantoin, simetidin,
sulfasalazin, spironolakton, -alfa blockers, metotreksat, kolkisin,
amiodaron, antidepresan, kemoterapi
|
Riwayat Sosial
Alkohol, rokok, penggunaan
steroid
Paparan radiasi dan panas
Pestisida
|
v Pemeriksaan Fisik15
- Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk
mengidentifikasi adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas.
Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada
tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi
badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.
- Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan
untuk menentukan ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak
terpalpasi pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan.
Orkidometer dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran rata-rata
testis orang dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml.16
- Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal,
lunak, dan keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis
yang lunak dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
- Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat
adanya distensi atau indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah
kiri dan berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis
dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan
tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.
- Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga
harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat
mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal vagina.
Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan vesikula
seminalis.
v Analisis Sperma4
-
Penapisan
antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada bukti pengobatan yang
dapat meningkatkan fertilitas
-
Jika
pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal, pemeriksaan ulang untuk
konfirmasi sebaiknya dilakukan
-
Analisis
sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan sperma yang abnormal, dapat
dilakukan 3 bulan pasca pemeriksaan sebelumnya sehingga proses siklus
pembentukan spermatozoa dapat terjadi secara sempurna. Namun jika ditemukan
azoospermia atau oligozoospermia berarti pemeriksaan untuk konfirmasi harus
dilakukan secepatnya.
Tabel 10. Referensi Hasil Analisa Sperma Menurut WHO 2010
-
Pemeriksaan Computer-Aided
Sperm Analysis (CASA)
Untuk melihat jumlah, motilitas dan morfologi sperma, pemeriksaan
ini tidak dianjurkan untuk dilakukan karena tidak memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan pemeriksaan secara manual
-
Pemeriksaan fungsi endokrinologi.
o
Dilakukan pada pasien dengan
konsentrasi sperma < 10 juta/ml
o
Bila secara klinik ditemukan
bahwa pasien menderita kelainan endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum
-
Penilaian antibodi antisperma
merupakan bagaian standar analisis semen. Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini
dilakukan dengan pemeriksaan imunologi atau dengan cara melihat reaksi
antiglobulin. Namun saat ini pemeriksaan antibodi antisperma tidak
direkomendasikan untuk dilakukan sebagai penapisan awal karena tidak ada terapi
khusus yang efektif untuk mengatasi masalah ini.4
v Pemeriksaan kasus Infertilitas
Idiopatik
Dalam tatalaksana infertilitas perbandingan antara biaya yang
dikeluarkan dan efektifitas pemeriksaan sangat penting dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan klinik.National Institute for Health and Clinical
Excellence in the UK and the American Society of Reproductive Medicine merekomendasikan
pemeriksaan yang penting sebagai berikut : analisis semen, penilaian ovulasi dan
evaluasi patensi tuba dengan histerosalpingografi atau laparoskopi. Peran HSG
atau laparoskopi terus menjadi perdebatan, laparoskopi perlu dipertimbangkan
pada kecurigaan adanya endometriosis berat, perlekatan organ pelvis atau
kondisi penyakit pada tuba.6
- Histeroskopi
Histeroskopi meruapakan baku emas dalam
pemeriksaan yang mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan
pemeriksaan HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal diagnosis. Peran
histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untuk mendeteksi kelaianan
kavum uteri yang dapat mengganggu proses implantasi dan kehamilan serta untuk
mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam memperbaiki endometrium.17
Oliveira melaporkan kelainan kavum uteri
yang ditemukan dengan pemeriksaan histeroskopi pada 25 % pasien yang mengalami
kegagalan berulang fertilisasi in vitro (FIV).Semua pasien tersebut memiliki
HSG normal pada pemeriksaan sebelumnya. Penanganan yang tepat akan meningkatkan
kehamilan secara bermakna pada pasien dengan kelainan uterus yang ditemukan
saat histeroskopi.17
Histeroskopi memiliki keunggulan dalam
mendiagnosis kelainan intra uterin yang sangat kecil dibandingkan pemeriksaan
HSG dan USG transvaginal. Banyak studi membuktikan bahwa uterus dan endometrium
perlu dinilai sejak awal pada pasien infertilitas atau pasien yang akan
menjalani FIV.17
- Laparoskopi
Tindakan laparoskopi diagnostik dapat
dilakukan pada pasien infertilitas idiopatik yang dicurigai mengalami patologi
pelvis yang menghambat kehamilan. Tindakan ini dilakukan untuk mengevaluasi
rongga abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan selanjutnya.18
Studi menunjukkan bila hasil HSG normal,
tindakan laparoskopi tidak perlu dilakukan Laparoskopi diagnostik dapat
dipertimbangkan bila hingga beberapa siklus stimulasi ovarium dan inseminasi
intra uterin pasien tidak mendapatkan kehamilan.18
Mengacu pada American Society of
Reproductive Medicine (ASRM), laparoskopi diagnostik hanya dilakukan bila
dijumpai bukti atau kecurigaan kuat adanya endometriosis pelvis, perlengketan
genitalia interna atau oklusi tuba.Tindakan laparoskopi diagnostik pada pasien
infertilitas idiopatik tidak dianjurkan bila tidak dijumpai faktor risiko
patologi pelvis yang berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan pasien akan
hamil setelah menjalani beberapa siklus stimulasi ovarium dan atau siklus FIV.18
F.
PEMBENTUKAN SEL TELUR DAN SPERMATOGENESIS
v Pada Wanita
Oogenesis merupakan
awal dari proses ovulasi. Oogenesis adalah proses pembentukan ovum di dalam
ovarium dan di dalam ovarium terdapat oogonium atau sel indung telur. Oogonium
bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium akan memperbanyak
diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer. Kemudian oosit primer
mengalami meiosis I, yang akan menghasilkan oosit sekunder dan badan polar I
(polosit primer). Selanjutnya, oosit sekunder meneruskan tahap meiosis II dan
menghasilkan satu sel besar yang disebut ootid dan satu sel kecil yang disebut
badan polar kedua (polosit sekunder).Badan polar pertama juga membelah menjadi
dua badan polar kedua. Akhirnya, ada tiga badan polar dan satu ootid yang akan
tumbuh menjadi ovum dari oogenesis setiap satu oogonium.
Ovulasi
terbagi atas 3 fase yaitu:
a.
Fase pra-ovulasi
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel
telur.Folikel juga mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer
menjadi oosit sekunder hingga terjadi ovulasi.Sebelumnya, Hipotalamus
mengeluarkan hormon gonadotropin yang merangsang hipofisis untuk mengeluarkan
FSH.Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang
mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh
sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf
dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon
estrogen.Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel
penyusun dinding dalam uterus dan endometrium.Karena itulah fase pra-ovulasi
juga di sebut sebagai fase poliferasi.
Gambar 2. Fase Pra Ovulasi
b.
Fase ovulasi
Ovulasi merupakan proses pelepasan sel telur yang telah
matang dari ovarium dan kemudian berjalan menuju tuba fallopi untuk di buahi.
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan
produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan
reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih
lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis
melepaskan LH.Dan LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de
Graaf.Pada saat inilah disebut ovulasi dan umumnya ovulasi terjadi pada hari
ke-14.
Gambar 3. Fase Ovulasi
c.
Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan
oleh oosit sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah
menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak
sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu
progesteron.Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding
dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada
endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan
pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga
estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan. Proses pasca-ovulasi ini
berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26
tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan.
Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang
rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada
kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH,
sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi
berikutnya
Gambar 4. Fase Pasca
Ovulasi
v Pada Pria
Spermatogenesis
merupakan proses pembentukan spermatozoa. Spermatozoa merupakan sel yang
dihasilkan oleh fungsi reproduksi pria (Junqueira dan Jose, 2007).Spermatozoa
merupakan sel hasil maturasi dari sel germinal primordial yang disebut dengan
spermatogonia.Spermatogonia berada pada dua atau tiga lapisan permukaan dalam
tubulus seminiferus.Spermatogonia mulai mengalami pembelahan mitosis, yang
dimulai saat pubertas, dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi melalui
berbagai tahap perkembangan untuk membentuk sperma.
Spermatogenesis
terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksual aktif akibat stimulasi oleh
hormon gonadotropin yang dihasilkan di hipofisis anterior, yang dimulai
rata-rata pada umur 13 tahun dan terus berlanjut hampir di seluruh sisa
kehidupan, namun sangat menurun pada usia tua.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia bermigrasi di antara
sel- sel sertoli menuju lumen sentral tubulus seminiferus.Sel-sel sertoli ini
sangat besar, dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang mengelilingi
spermatogonia yang sedang berkembang sampai menuju bagian tengah lumen tubulus.
Proses berikutnya adalah pembelahan secara
meiosis. Pada tahap ini spermatogonia yang melewati lapisan pertahanan masuk ke
dalam lapisan sel Sertoli akan dimodifikasi secara berangsur-angsur dan
membesar untuk membentuk spermatosit primer yang besar. Setiap spermatosit
tersebut, selanjutnya mengalami pembelahan mitosis untuk membentuk dua
spermatosit sekunder.Setelah beberapa hari, spermatosit sekunder ini juga
membelah menjadi spermatid yang akhirnya dimodifikasi menjadi spermatozoa
(sperma).
Selama masa pergantian dari tahap spermatosit
ke tahap spermatid, 46 kromosom spermatozoa (23 pasang kromosom) dibagi
sehingga 23 kromosom diberikan ke satu spermatid dan 23 lainnya ke spermatid
yang kedua. Keadaaan ini juga membagi gen kromosom sehingga hanya setengah
karakteristik genetik bayi yang berasal dari ayah, sedangkan setengah sisanya
diturunkan dari oosit yang berasal dari ibu. Keseluruhan proses
spermatogenesis, dari spermatogonia menjadi spermatozoa, membutuhkan waktu
sekitar 74 hari.
Proses
selanjutnya adalah pembentukan sperma. Ketika spermatid dibentuk pertama kali,
spermatid tetap memiliki sifat-sifat yang lazim dari sel-sel epiteloid, tetapi
spermatid tersebut segera berdiferensiasi dan memanjang menjadi
spermatozoa.Masing-masing spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor.Kepala
terdiri atas inti sel yang padat dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan
membran sel di sekeliling permukaannya.Di bagian luar, dua pertiga anterior
kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang terutama dibentuk oleh
apparatus Golgi.Selubung ini mengandung sejumlah enzim yang serupa dengan enzim
yang ditemukan pada lisosom dari sel-sel yang khas, meliputi hialuronidase
(yang dapat mencerna filamen proteoglikan jaringan) dan enzim proteolitik yang
sangat kuat (yang dapat mencerna protein).
Enzim ini
memainkan peranan penting sehingga memungkinkan sperma untuk memasuki ovum dan
membuahinya. Ekor sperma, yang disebut
flagellum, memiliki tiga komponen utama yaitu (1) kerangka pusat yang secara
keseluruhan disebut aksonema, yang memiliki struktur yang serupa dengan
struktur silia yang terdapat pada permukaan sel tipe lain; (2) membran sel
tipis yang menutupi aksonema; dan (3) sekelompok mitokondria yang mengelilngi
aksonema di bagian proksimal ekor (
badan ekor). Gerakan maju-mundur ekor
(gerakan flagella) memberikan motilitas sperma.Gerakan ini disebabkan oleh
gerakan meluncur longitudinal secara ritmis di antara tubulus posterior dan
anterior yang membentuk aksonema.Sperma yang normal bergerak dalam medium cair
dengan kecepatan 1 sampai 4 mm/menit. Kecepatan ini akan memungkinkan sperma
untuk bergerak melalui traktus genitalia wanita untuk mencapai ovum.
Gambar 5. Spermatogenesis
Gambar 6. Struktur
dari spermatozom
Proses
selanjutnya setelah pembentukan sperma adalah pematangan sperma di epididimis.
Setelah terbentuk di tubulus seminiferus, sperma membutuhkan waktu beberapa
hari untuk melewati tubulus epididimis yang panjangnya 6 meter.Sperma yang
bergerak dari tubulus seminiferus dan dari bagian awal epididimis adalah sperma
yang belum motil, dan tidak dapat membuahi ovum. Akan tetapi, setelah sperma
berada dalam epididimis selama 18-24
jam, sperma akan memiliki kemampuan motilitas.
Kemampuan bergerak maju (motilitas progresif) yang diperoleh di
epididimis, melibatkan aktivasi suatu protein unik yang disebut CatSper, yang
berada di bagian utama ekor sperma.Protein ini tampaknya adalah suatu kanal
Ca2+ yang memungkinkan influx Ca2+ generalisata c-AMP.Selain itu, spermatozoa
mengekspresikan reseptor olfaktorius, dan ovarium menghasilkan molekul mirip
odoran. Bukti-bukti terkini mengisyaratkan bahwa berbagai molekul ini dan
reseptornya saling berinteraksi, yang memperkuat gerakan spermatozoa ke arah ovarium.
Semen Cairan yang diejakulasikan pada saat
orgasme, yakni semen (air mani),
mengandung sperma dan sekret vesikula seminalis, prostat, kelenjar Cowper, dan
mungkin kelenjar uretra (Tabel 2.3).
Volume rerata per ejakulat adalah 2,5-3,5 mL setelah beberapa hari tidak
dikeluarkan. Volume semen dan hitung sperma menurun cepat bila ejakulasi
berkurang.Walaupun hanya diperlukan satu sperma untuk membuahi ovum, setiap
milliliter semen normalnya mengandung 100 juta sperma. Lima puluh persen pria
dengan hitung sperma 2040 juta/mL dan pada dasarnya, semua pria dengan nilai
hitung yang kurang dari 20 juta/mL dianggap mandul. Adanya banyak spermatozoa
yang immotil atau cacat juga berkorelasi dengan infertilitas.Prostaglandin
dalam semen, yang sebenarnya berasal dari vesikula seminalis, kadarnya cukup,
namun fungsi turunan asam lemak in di dalam semen tidak diketahui. Sperma manusia bergerak dengan kecepatan sekitar 3 mm/menit melintasi
saluran genitalia wanita. Sperma mencapai tuba uterina 30-60 menit setelah
kopulasi. Pada beberapa spesies, kontraksi organ wanita mempermudah
transportasi sperma ke tuba uterina, namun tidak diketahui apakah kontraksi
semacam itu penting pada manusia.
Table 11.Komposisi
Semen Manusia.
- Patogenesis infertilitas
pada pria
Gambar 7. Abnormal sperma infertil
Terdapat 3 kategori utama penyebab infertilitas pada pria:
1.
Gangguan reproduksi sperma, misalnya akibat
kegagalan testis primer (hipergonadotropik hipogonadisme) yang disebabkan oleh
faktor genetik (sindroma klinefelter, mikrodelesi kromosom Y) atau kerusakan
langsung lainnya terkait anatomi (varikookel, crytorchidism), infeksi (mumps, orchitis), atau gonadotoksin.
Stimulasi gonadotropin yang tidak adekuat yang disebabkan karena faktor genetik
(isolated gonadotropin deficiency),
efek langsung maupun tidak langsung dari tumor hippotalamus atau pituitari,
atau penggunaan androgen eksogen, misalnya Danazol, Metiltestoteron (penekanan
pada sekresi gonadotropin) merupakan penyebab lain dari produksi sperma yang
buruk.
2.
Gangguan fungsi
sperma, misalnya akibat antibodi antisperma, radang saluran genital
(prostatitis), varikokel, kegagalan reaksi akrosom, ketidaknormalan biokimia,
atau gangguan dengan perlengketan sperma (ke zona pelusida) atau penetrasi.
3.
Sumbatan pada duktus, misalnya akibat vasektomi, tidak adanya
vas deferens bilateral, atau sumbatan kongenital atau yang didapat (acquired).
II. HIPERBARIK OKSIGEN (HBO)
A.
DEFINISI
Hiperbarik berasal dari kata hyper berarti tinggi, bar
berarti tekanan. Dengan kata lain terapi hiperbarik adalah terapi dengan
menggunakan tekanan yang tinggi. Pada awalnya, terapi hierbarik hanya digunakan
untuk mengobati decompression sickness, yaitu suatu penyakit yang disebabkan
oleh penurunan tekanan lingkungan secara mendadak sehingga menimbulkan sejumlah
gelembung nitrogen dalam cairan tubuh baik didalam sel maupun diuar sel, dan
hal ini dapat menimbulkan kerusakan disetiap organ didalam tubuh, dari derajat
ringan sampai berat bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk.
Seiring dengan berjalannya waktu, terapi hiperbarik berkembang fungsinya untuk
terapi macam-macam penyakit, beberapa diantaranya seerti stroke, multipel
sclerosis, cerebral edema, keracunan karbon monoksida dan sianida, trauma
kepala tertututp, gas gangren, peripheral neuropathy, osteomielitis, sindroma
kompartemen, diabetik neuropati, migran, infark miokard dan lain-lain.
Hiperbarik oksigen adalah suatu cara terapi dimana penderita
harus berada dalam suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100%
pada suasana tekanan ruangan yang lebih besar dari 1 ATA (atmosfer absolute).
Tidak terdapat definisi yang pasti akan tekanan dan durasi yang digunakan untuk
sesi terapi oksigen hiperbarik. Umumnya tekanan minimal yang digunakan adalah
sebesar 2,4 atm selama 90 menit. Banyaknya sesi terapi bergantung pada kondisi
pasien dengan rentang 1 sesi untuk keracunan ringan karbon monoksida hingga 60
sesi atau lebih untuk lesi diabetik pada kaki.
B.
MEKANISME
Mekanisme TOHB melalui dua mekanisme yang
berbeda.Pertama, bernafas dengan oksigen murni dalam ruang udara bertekanan
tinggi (hyperbaric chamber) yang tekanannya lebih tinggi dibandingkan tekanan
atmosfer, tekanan tersebut dapat menekan saturasi hemoglobin, yang merupakan
bagian dari sel darah merah yang berfungsi mentransport oksigen yang secara
kimiawi dilepaskan dari paru ke jaringan.Bernafas dengan oksigen 100% pada
atmosfer yang normal tidak efek pada saturasi hemoglobin.
Kedua, di bawah tekanan atmosfer, lebih banyak oksigen
gas terlarut dalam plasma. Meskipun dalam kondisi normal transport oksigen
terlarut dalam plasma jauh lebih signifikan daripada transport oleh hemoglobin,
dengan TOHB kontribusi transportasi plasma untuk jaringan oksigenasi sangat
meningkat. Sebenarnya, menghirup oksigen murni pada tiga kali yang normal
atmosfer.Hasil tekanan dalam peningkatan 15 kali lipat dalam konsentrasi
oksigen terlarut dalam plasma. Itu adalah konsentrasi yang cukup untuk memasok
kebutuhan tubuh saat istirahat bahkan dalam total tidak adanya hemoglobin.
Sistem kerja TOHB, pasien dimasukkan dalam ruangan
dengan tekanan lebih dari 1 atm, setelah mencapai kedalaman tertentu disalurkan
oksigen murni (100%) kedalam ruang tersebut. Ketika kita bernapas dalam keadaan
normal, udara yang kita hirup komposisinya terdiri dari hanya sekitar 20%
adalah oksigen dan 80%nya adalah nitrogen.
Pada TOHB, tekanan udara meningkat sampai dengan 2
kali keadaan nomal dan pasien bernapas dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen
100% dalam tekanan tinggi, menyebabkan tekanan yang akan melarutkan oksigen
kedalam darah serta jaringan dan cairan tubuh lainnya hingga mencapai
peningkatan konsentrasi 20 kali lebih tinggi dari normal.
Oksigenasi ini dapat memobilisasi penyembuhan alami
jaringan, hal ini merupakan anti
inflamasi kuat yang merangsang perkembangan pembuluh darah baru, dapat membunuh
bakteri dan mengurangi pembengkakan.
C.
INDIKASI
Hiperbarik dapat memiliki beberapa manfaat untuk mengobati
penyakit-penyakit akibat penyelaman dan kegiatan kelautan:
· Penyakit
Dekompresi
· Emboli udara
· Luka bakar
· Crush Injury
· Keracunan gas karbon
monoksida (CO)
Terdapat
beberapa pengobatan tambahan, yaitu:
· Gas gangrene
· Komplikasi
diabetes mellitus (gangrene diabeticum)
· Eritema nodosum
· Osteomyelitis
· Buerger’s
diseases
· Morbus Hansen
· Psoriasis
vulgaris
· Edema serebral
· Scleroderma
· Lupus eritematosus
(SLE)
· Rheumatoid
artritis
Terdapat
pula pengobatan pilihan, yaitu:
· Pelayanan
kesehatan dan kebugaran
· Pelayanan
kesehatan olahraga
· Pasien lanjut
usia (geriatri)
· Dermatologi dan
kecantikan
D.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi terapi oksigen hiperbarik terdiri dari
kontraindikasi absolute dan relatif.Kontra indikasi absolute yaitu penyakit
pneumothorax yang belum ditangani. Kontraindikasi relatif meliputi keadaan umum
lemah, tekanan darah sistolik lebih dari 170 mmHg atau kurang dari 90 mmHg, diastole lebih dari 110 mmHg atau
kurang dari 60 mmHg, demam tinggi lebih dari 38oC, ISPA, sinusitis,
Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup), penyakit asma, emfisema dan
retensi CO2, infeksi virus, infeksi kuman aerob seperti TBC, lepra, riwayat
kejang, riwayat neuritis optik, riwayat operasi thorax dan telinga, wanita
hamil, penderita sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin, bleomycin.
E.
PERSIAPAN
Persiapan
terapi oksigen hiperbarik antara lain:
·
Pasien diminta untuk menghentikan kebiasaan merokoknya 2
minggu sebelum proses terapi dimulai. Tobacco
mempunyai efek vasokonstriksi sehingga mengurangi penghantaran oksigen ke
jaringan.
·
Beberapa medikasi dihentikan 8 jam sebelum memulai terapi
oksigen hiperbarik antara lain vitamin c, morfin dan alkohol.
·
Pasien diberikan pakaian yang terbuat dari 100% bahan katun
dan tidak memakai perhiasan, alat bantu dengar, lotion yang terbuat dari bahan
dasar petroleum, kosmetik, bahan yang mengandung plastik, dan alat elektronik.
·
Pasien tidak boleh menggunakan semua zat yang mengandung
minyak atau alkohol (yaitu, kosmetik, hairspray, cat kuku, deodoran, lotion,
cologne, parfum, salep) dilarang karena berpotensi memicu bahaya kebakaran
dalam ruang oksigen hiperbarik.
·
Pasien harus melepaskan semua perhiasan, cincin, jam tangan,
kalung, sisir rambut, dan lain-lain sebelum memasuki ruang untuk mencegah
goresan akrilik silinder di ruang hiperbarik.
·
Lensa kontak harus dilepas sebelum masuk ke ruangan karena
pembentukan potensi gelembung antara lensa dan kornea.
·
Pasien juga tidak boleh membawa koran, majalah, atau buku
untuk menghindari percikan api karena tekanan oksigen yang tinggi berisiko
menimbulkan kebakaran.
·
Sebelum pasien mendapatkan terapi oksigen hiperbarik, pasien
dievaluasi terlebih dahulu oleh seorang dokter yang menguasai bidang
hiperbarik. Evaluasi mencakup penyakit yang diderita oleh pasien, apakah ada
kontraindikasi terhadap terapi oksigen hiperbarik pada kondisi pasien.
·
Sesi perawatan hiperbarik tergantung pada kondisi penyakit
pasien. Pasien umumnya berada pada tekanan 2,4 atm selama 90 menit. Tiap 30
menit terapi pasien diberikan waktu istirahat selama 5 menit. Hal ini dilakukan
untuk menghindari keracunan oksigen pada pasien.
·
Terapi oksigen hiperbarik memerlukan kerjasama multidisiplin
sehingga satu pasien dapat ditangani oleh berbagai bidang ilmu kedokteran.
·
Pasien dievaluasi setiap akhir sesi untuk perkembangan hasil
terapi dan melihat apakah terjadi komplikasi hiperbarik pada pasien.
·
Untuk mencegah barotruma GI, ajarkan pasien benapas secara
normal (jangan menelan udara) dan menghindari makan besar atau makanan yang
memproduksi gas atau minum sebelum perawatan.
III. TERAPI HIPERBARIK PADA INFERTILITAS
A.
HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK
DENGAN INFERTILITITAS PADA WANITA
Infertilitas pada wanita dapat didefinisikan sebagai
kegagalan untuk dapat hamil setelah 12 bulan berhubungan seksual tanpa
pelindung, yang masih merupakan masalah kesehatan yang mengganggu sebanyak 6
juta pasangan di Amerika saat ini. Wanita yang mengalami kesulitan untuk hamil
sering merasa tertekan dan putus asa, yang dapat menyebabkan masalah pada
hubungan serta kerusakan umum pada kesehatan pribadi.Sementara kondisi tertentu
yang dikenal meningkatkan risiko infertilitas, seperti sindrom ovarium
polikistik dan endometriosis, sebanyak sepertiga kasus tidak dapat
dijelaskan.Meskipun fakta ini, ketebalan dan suplai darah dari endometrium-membran lapisan dalam rahim biasanya dianggap sebagai
tolok ukur untuk menentukan fertilitas seorang wanita.Persiapan yang adekuat
dari endometrium selama siklus menstruasi adalah penting untuk konsepsi terkait
dengan peran langsung dalam implantasi embrio. Faktanya, kegagalan implantasi
merupakan masalah yang paling sering terjadi berhubungan dengan fertilisasi in vitro.19
Agar konsepsi dapat berhasil, ketebalan endometrial yang
ideal yakni 10mm, dengan 7mm atau kurang sering dikaitkan dengan terjadinya
infertilitas.Wanita dengan ketidakadekuatan endometrium sangat berguna untuk
disarankan pemberian dosis tinggi estrogen, atau memberikan obat yang dapat
meningkatkan aliran darah perifer seperti pentoxifylline.Namun, banyak wanita
merasa tidak menginginkan untuk menggunakan terapi obat sekitar waktu kehamilan
karena risiko kerusakan janin.
v Hiperbarik Berhubungan Dengan Endometrium
Masalah infertilitas merupakan lebih atau kurangnya
masalah di seluruh dunia.Umumnya, setiap pasangan keenam memiliki masalah
pemenuhan reproduksi yang diinginkan dan membutuhkan bantuan dari pihak yang
berkualitas. Salah satu penyebab infertilitas pada wanita adalah masalah pada
endometrium, yaitu kualitas mukosa uterus dimana embrio masa depan akan
berimplantasi. Mengingat bahwa program
fertilisasi in vitro (IVF), sonografi endometrium dan color Doppler dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya
kehamilan dalam siklus alami atau siklus yang distimulasi. Implantasi biasanya
hanya akan terjadi jika endometrium telah mencapai tahap tertentu dari
vaskularisasi dan pengembangannya.20
HBOT aman dan sangat efektif untuk pengobatan alternatif pada wanita yang memiliki endometrium yang tipis.HBOT
terbukti meningkatkan aliran darah, dan
ketebalan endometrium;penelitian medis terbarutelah menunjukkan HBOT baik untuk
meningkatkan penebalan endometrium. Sebagai contoh studi yang dilakukan di University of Belgrade pada 32 wanita yang fertilitasnya
tidak diketahui, menghasilkan rata-rata ketebalan endometriumnya meningkat 11
mm. tidak ada pengobtan yang efektif untuk meningkatkan oksigenasi dan aliran darah
seperrti HBOT. 20
v Hiperbarik Berhubungan Dengan Stimulasi Folikel
Ovarium
Angiogenesis
dan aliran darah telah terbukti penting dalam perkembangan folikel ovarium
manusia. Hal ini telah dibuktikan sebagian besar dari USG dan teknik Doppler yang telah secara konsisten menunjukkan peningkatan
aliran darah sistolik dalam ovarium preovulasi dibandingkan dengan di ovarium
folikel awal.21
Beberapa studi
telah menunjukkan peningkatan aliran darah perifollicular selama perkembangan
folikel untuk siklus IVF.Menariknya, oosit diambil dari folikel yang memiliki
aliran darah yang baik yang dibuktikan dengan USG, terbukti meningkatkan
perkembangan embrio in vitro.Studi terbaru juga menunjukkan pentingnya oksigen
dalam meiosis oosit.Pada manusia, pengurangan kandungan oksigen di cairan
folikel ovarium telah dikaitkan dengan peningkatan abnormalitas dalam
kromosomal pada metaphase spindle.Hal
ini bisa mengakibatkan kelainan segregation dan mosaicisms pada embrio awal.
Dengan demikian, pasokan oksigen yang memadai tampaknya diperlukan untuk
memungkinkan pematangan sel telur normal dan keselarasan kromosom selama
meiosis.21
Berdasarkan American Society
for Reproductive Medicine, mereka
berhipotesis bahwa penurunan oosit, penurunan tingkat kehamilan dengan IVF, dan
peningkatan abnormalitas kromosom ditemukan pada oosit wanita yang usianya
semakin bertambah karena gangguan angiogenesis folikel dan oksigenasi.
Selanjutnya kami berhipotesis bahwa ini dapat dibalikan dengan terapi oksigen
hiperbarik (HBO) selama rangsangan follicular untuk IVF.Untuk mulai menguji
hipotesis ini, kami melakukan penelitian ini untuk menentukan keamanan,
ketahanan, dan efek dari HBO bila digunakan selama stimulasi ovarium untuk IVF.
Contoh kasus
dilakukan pada University of Iowa, dengan sampel
wanita infertil berusia 40 tahun atau lebih tua dan wanita berusia 35-39 tahun
yang setidaknya sudah melakukan satu siklus IVF sebelumnya yang kemudian
dibatalkan karena stimulasinya jelek. Pada saat pasien melakukan protocol IVF
diberikan terapi oksigen hiperbarik setiap hari selama 2 jam, Senin sampai
Jumat. Dengan tekanan 2,4 atm, dan pasien bernapas dengan oksigen 100% selama 90 menit. Ini adalah standar waktu dan
dosis perawatan HBO untuk sebagian indikasi.Penyelaman terus dilakukan sampai hari sebelum pengambilan oosit kecuali pada akhir
pekan.Semua siklus stimulasi diatur mulai pada hari Senin (hari pertama injeksi
leuprolide), sehingga HBO dimulai dengan timbulnya stimulasi ovarium.Hasil:
terdapat dua wanita setelah terapi HBO dan IVF, yang pertama usia 36 tahun
dimana dia pernah melakukan IVF sebelumnnya namun gagal karena stimulasi yang
jelek, dia melakukan 10 kali perawatan HBO dan sekarang dia mengandung anak
kembar. Wanita kedua berusia 41 tahun, pernah melakukan IVF dua kali siklus
sebelumnnya dan melakukan 11 kali perawatan HBO, dan dia mengandung anak
kembar.Tidak ada komplikasi kehamilan baik untuk wanita, dan tidak ada cacat
lahir yang dicatat pada anak-anak.21
Hiperbarik
oksigen 100% pada 2 sampai 3 atm di permukaan laut-dapat mengakibatkan tegangan oksigenjaringan 15 kali dari kondisi fisiologis normal
tingkat oksigenjaringan yang tinggi disebabkan oleh HBO yang merangsang
angiogenesis dalam jaringan yang vaskularisasinya buruk, dan HBO umumnya
digunakan untuk pengobatan penyembuhan luka yang sukar, terutama pada jaringan yang sebelumnya
terpapar sinar radiasi atau pada pasien diabetes. Mekanisme peningkatan
angiogenesis muncul dengan menyediakan oksigen yang dibutuhkan.Angiogenesis
penting untuk perkembangan folikel, kualitas oosit, dan perkembangan embrio
awal.
Anti mullerian
hormone merupakan penanda biokimia yang baik untuk fungsi ovarium pada situasi
klinis yang beragam. AMH merupakan bagian dari β-TGF dan diekspresikan dari
folikel preantral dan antral dibawah diameter 8 mm. Pada wanita dewasa level
AMH akan menurun seiring bertambahnya umur dan AMH tidak terdeteksi saat
menopause. Kadar AMH tampaknya menjadi awal dan merupakan indicator langsung
dari penurunan fungsi ovarium. Hal ini juga sangat berguna untuk
mengidentifikasi penurunan folikel ovarium termasuk
pada pasien kanker dan pada pasien yang sudah mengalami radiasi pada cidera
ovarium/pembedahan.22
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Jesus dkk. Terdapat peningkatan serum AMH
sebesar 40 % dan 116 % pada 2 dari 4 pasien yang terlibat. Pasien tersebut
manjalani 20 sesi yang berlangsung 1 jam dengan 2 atm selama 30 hari.23
B.
HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK
DENGAN INFERTILITITAS PADA PRIA
Kedokteran hiperbarik,
juga dikenal sebagai terapi oksigen hiperbarik (HBOT), adalah penggunaan medis
oksigen di tingkat yang lebih tinggi daripada tekanan atmosfer. Peralatan yang
dibutuhkan terdiri dari ruang tekanan, yang mungkin konstruksi kaku atau fleksibel,
dan sarana memberikan oksigen 100%.
HBOT diduga memungkinkan
untuk meningkatkan tingkat kesuksesan dari kehamilan natural dan IV. Penelitian
menunjukan salah satu dari alasan terjadinya infertilitas adalah penurunan
perfusi jaringan (iskemia) dan konseksuensi jaringan yang rendah oksigenasi
atau hipoksia.
HBOT dibutuhkan pada
terapi infertilitas meliputi:
ü Meningkatkan pengambilan
sejumlah oksigen dengan memasukan oksigen ke dalam organ dan mendorong
pertumbuhan mikrosirkulasi.
ü
Meningkatkan kemampuan kekebalan
tubuh, memungkinkan penyembuhan luka, pengendalian infeksi, mengurangi iskemia jaringan, dan mengurangi
peradangan menyakitkan dan pembengkakan.
ü
Menghilangkan racun dan metabolisme
oleh-produk dari tubuh, yang sangat
meningkat pada pasien dengan harapan kesuburan memadai
meningkat pada pasien dengan harapan kesuburan memadai
Bagaimana
HBOT membantu Infertilitas Pria?
HBOT
telah ditemukan untuk mengurangi dan bahkanmenghilangkan disfungsi dari rendahnya oksigenasi
dengan:
ü Menormalkan struktur
fisikdan volume testis.
ü Peningkatan produksi sperma.
ü Peningkatan kualitas semen
v Pengaruh Hiperbarik Pada Motalitas Sperma
Digerakan Oleh Respirasi Mitokondria
Pada
penelitian terbaru yang dilakukan
padalaki-laki dengan factorrisiko infertilitas. Terjadi peningkatan yang
signifikan dalam aktivitas motorik peningkatan spermatogenesis setelah dua
bulan setelah dilakukan HBOT. Peningkatan terbesar spermatozoid telah ditemukan dalam sampel selama persiapan in
vitro dengankualitas media sperma yang
baik.24
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa paparan
akut dari sampel sperma untuk HBOT memiliki dampak yang menguntungkan terhadap kapasitas fungsional spermatozoids dalam melakukan motilitas yang
lebih baik. Perpanjangan dan menunda efek HBOTdiuji oleh analisis kontrol
spermogram-semensetelah 70 sampai 90 hari setelah terapi dengan
hasilinduksispermatogenesis yang baik, berkat hiperbarik oksigen dan eliminasi dari spesies oksigen
reaktif dan menghindari infeksi karena hyperoxia. Ada juga efek yang baikpada
integritas DNA dengan berkurangnya fragmentasi DNA pada
kondisi hipoksia.24
DAFTAR PUSTAKA
1.
HIFERI, PERFITRI,IAUI,POGI.
Konsensus penanganan infertilitas. 2013
2.
RCOG. Fertility: assessment and
treatment for people with fertility problems. 2004.
3.
Schorge J, Schaffer J,
Halvorson L, Hoffman B, Bradshaw K, Cunningham. Williams Gynecology:
McGraw-Hill
4.
Aleida G, Huppelschoten, Noortje T, Peter FJ,
van Bommel , Kremer J, Nelen W. Do infertile women and their partners have
equal experiences with fertility care. Fertil Steril. 2013;99(3).
5.
Rybak EA. Wallach EE. Chapter
31. Infertility and assisted reproductive technologies.in:Fortner, B Kimberly,
Szymanski, M Linda, Fox, et all, editors. The Johns Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics.3rd Ed. 2007. Lippincott Williams &
Wilkins.p
6.
ASRM. Definitions of
infertility and recurrent pregnancy loss: a committee opinion. Fertil Steril.
2013;Jan 99(1):63.
7.
WHO. Infecundity, Infertility,
and Childlessness in Developing Countries2004; DHS Comparative Reports No.9.
8.
Balen A, Jacobs H. Infertility
in Practice. Leeds and UK: Elsevier Science; 2003.
9.
Fritz M, Speroff L. Clinical
Gynecologic Endocrinology & Infertility. 8th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010.
10. ASRM. Endometriosis and infertility: a committee opinion Fertil
Steril. 2012;98:591-8.
11. World Health Organization. WHO Manual for the Standardised
Investigation and Diagnosis of the Infertile Couple. Cambridge: Cambridge
University Press 2000
12. European Association of Urology (EAU) Guidelines on male infertility
EAU;2010
13. Nieschlag E, Behre HM. Andrology (Eds), Male reproductive health and
dysfunction, 2nd Ed. Springer Verlag, Berlin, Chapter 5, pp.83-87.
14. Wiweko B, Prawesti D, Hestiantoro A, Sumapraja K, Natadisastra M,
Baziad A. Chronological age vs biological age: an age-related normogram for
antral follicle count, FSH and anti-Mullerian hormone. Pubmed. 2013.
15. Karavolos S, Stewart J, Evbuomwan I, McEleny K, Aird I. Assessment
of the infertile male. The Obstetrician & Gynaecologist. 2013;15:1-9.
16. Sigman M, Lipshultz L, Howards S. Office evaluation of the
subfertile male. Cambridge2009.
17. Pansky M. Diagnosis Hysteroscopy as a Primaey Tool in a Basic
Infetility Workup. JSLS. 2006;10:231-35.
18. Kahyaoglu S. Does diagnostic laparoscopy have value in unexplained
infertile couple ? A review of the current literature. 2012;4:124-28.
19. Mitrovic A, Nicolic B, Dragojevitc S, Brkic P, Ljubic A, Jovanovic
T. Hyperbaric oxygenation as a possible therapy of choice for infertility
treatment. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. 2006; 6(2): 21-24.
20. Mitrovic A, Nicolic B, Dragojevitc S, Brkic P, Jovanovic T.
Hyperbaric oxygenation and endometrial receptivity. 2003.
21. American Society for Reproductive Medicine. Hyperbaric oxygen and
ovarian follicular stimulation for in vitro fertilization; a pilot study.
Elsevier Fertile Sterile 2005; 83: 226-8.
22. Mitrovic A, Jovanovic T. Hyperbaric oxygenation therapy in
infertility patients. Imedpub Journal Critical Care Obstetric and Gynecology.
2016; 2(1): 12.
23. Pineda JFG, Ortiz
CGSL, Moguel GJS, Lopez CREC, Héctor Mondragón Alcocer, Velasco ST. Téllez.Improvement in Serum
Anti-Müllerian Hormone Levels in Infertile Patients after Hyperbaric Oxygen
(preliminary results). JBRA
Assist. Reprod. 2015; 19 (2):87-90
24. Mitrovic A. Hyperbaric
Oxygen Therapy in the Treatment of Male Infertility Associated With Increased
Sperm DNA Fragmentation and Reactive Oxygen Species in Semen. Department of Urology and
Surgical Andrology, Russian Medical Academy of Postgraduate Education of
Minzdrav of Russia, Moscow; Botkin City Clinical Hospital, Moscow. 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar