BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT REFERAT
FAKULTAS
KEDOKTERAN APRIL 2016
UNIVERSITAS PATTIMURA
PERANAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
TERHADAP KERACUNAN KARBON MONOKSIDA
Disusun oleh:
1. Felmi V. I.
de Lima 2009 – 83 – 018
2. Jurika
Kakisina 2009
– 83 – 021
3. Kevin J. F.
Noya 2009 – 83 – 035
DIBAWAKAN
DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Karbon monoksida ( CO ) adalah
gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran
yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu
bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Setiap korban kebakaran
api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka
bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab
kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan
akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari 80%
penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi. Claude Bernard pada
tahun 1857 menemukan efek beracun karbon monoksida yang disebabkan oleh
pelepasan ikatan oksigen dari hemoglobin menjadi bentuk carboxyhaemoglobin.1
Penyedia
layanan kesehatan di UGD harus mempertimbangkan
menggunakan terapi
hiperbarik oksigen untuk mengobati
pasien intoksikasi
CO. Terapi hiperbarik
oksigen meripakan metode
terapi oksigen murni (100%) yang dilakukan pada sebuah ryangan bertekanan udara
tinggi > 1 atm. Klinisi baiknya menggunakan tingkat carboxyhemoglobin sebagai kriteria untuk mempertimbangkan pemberian
terapi hiperbarok oksigen guna mempercepat pelepasan carboxyhemoglobin Peran oksigen hiperbarik dalam
pengelolaan intoksikasi
karbon monoksida masih
kontroversial, meskipun baik data fisiologis dan beberapa data percobaan acak
menunjukkan potensi
keberhasilan yang signifikan. Kemampuan terapi hiperbarik oksigen untuk mengerahkan efek terapi pada intoksikasi karbon monoksida menunjukkan bahwa mekanisme kerjanya tidak secara eksklusif tergantung pada eliminasi karbon monoksida dari hemoglobin namun hal ini mungkin melibatkan penghambatan jalur seluler yang menyebabkan cedera saraf dan kematian.1
keberhasilan yang signifikan. Kemampuan terapi hiperbarik oksigen untuk mengerahkan efek terapi pada intoksikasi karbon monoksida menunjukkan bahwa mekanisme kerjanya tidak secara eksklusif tergantung pada eliminasi karbon monoksida dari hemoglobin namun hal ini mungkin melibatkan penghambatan jalur seluler yang menyebabkan cedera saraf dan kematian.1
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Karbon monoksida
(CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak
mengiritasi dan berasal dari pembakaran tidak sempurna komponen berbahan dasar
karbon, seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak (termasuk bensin), dan
lain-lain. CO memiliki efek berbahaya oleh karena kemampuannya berikatan dengan
hemoglobin. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang
serius dari kasus inhalasi asap pada kasus kebakaran dan diperkirakan lebih
dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi.1,2
B.
Epidemiologi
Intoksikasi CO
tetap menjadi sebab utama kecelakaan yang tidak disengajai di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat sendiri, kira-kira 1000-2000 kematian setiap tahunnya akibat
kecelakaan disebabkan oleh paparan CO, dari 50.000 paparan per tahun. Di Indonesia belum didapatkan data berapa kasus intoksisasi
gas CO yang terjadi pertahun yang dilaporkan.1-3
C.
Faktor Risiko
Beberapa kelompok
orang dengan risiko tinggi intoksikasi CO antara lain: petugas pemadam kebakaran, pengecat yang
menggunakan cat yang mengandung metilin klorida (mudah diserap melalui
paru-paru dan masuk ke peredaran darah dimana metilin klorida diubah menjadi CO
di hepar), perokok (karena asap tembakau merupakan salah satu sumber CO, dimana
dilaporkan mengandung 0,1-10% CO), bayi serta anak-anak dan mereka yang
mengalami masalah kardiovaskuler. Hati-hati pula pada orang yang berada dalam
kendaraan (mobil) saat sedang macet, karena asap pembakaran kendaraan bermotor
juga mengandung CO.4
Di negara Barat, lubang angin tungku perapian yang
tidak adekuat, pemanas air dan pemanas ruangan dapat menyebabkan kadar CO yang
letal. Bernapas
cepat dapat menyebabkan peningkatan 30% kadar COHb setelah 2 menit paparan
terhadap 1% CO. Konsentrasi CO di udara 0,4% dapat bersifat fatal setelah 1 jam
karena menyebabkan peningkatan kadar COHb 30%.1,2
D.
Patofisiologi
Selama paparan, CO
berikatan dengan hemoglobin dengan afinitas 210 kali (sekitar 200-250 kali) dari
oksigen. Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas darah dalam membawa oksigen (oxygen-carrying) dan mengirim oksigen (oxygen delivery).5
Peningkatan
konsentrasi CO menyebabkan oksigen tidak memiliki tempat di
hemoglobin kemudian membuat kurva disosiasi oksihemoglobin
bergeser ke kiri menghasilkan penurunan PaO2
di setiap level kadar saturasi hemoglobin dan ini
kemudian menyebabkan penurunan oksigen yang
diantarkan ke jaringan (Gambar 1). CO mempengaruhi berbagai organ di
dalam tubuh, dan organ yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen
dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.5,6
Gambar
1. Efek dari CO pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva bergeser ke kiri
yang berarti oksigen terikat lebih kuat pada konsentrasi yang lebih rendah.5
Pada
jumlah fisiologis, CO endogen berfungsi sebagai neurotransmitter yang
mengontrol permeabilitas mikrovaskular. CO diproduksi secara endogen dalam
jumlah sedikit melalui katabolisme heme. Pada kadar yang rendah, CO dapat
memodulasi inflamasi, apoptosis, dan proliferasi sel. Namun seiring
meningkatnya paparan CO maka terjadi intoksikasi (Gambar 2). Efek racun ini
sangat ditentukan oleh konsentrasi CO dan waktu pajanan.7
Gambar 2.
Efek paparan CO, berdasarkan kadar dan durasi paparan. Paparan CO berkadar tinggi
menyebabkan efek toksik, yang dapat menimbulkan inflamasi dan hipoksia. 7
Karbon
monoksida hanya diserap melalui paru, melintasi
membran alveolus-kapiler, dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin (Hb) secara
reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin; selebihnya mengikatkan diri dengan
mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan
racun yang kumulatif, karena ikatan CO dengan Hb bersifat reversibel dan
setelah CO dilepaskan oleh Hb, eritrosit tidak mengalami kerusakan. Batas
pemaparan CO yang diperbolehkan oleh OSHA (Occupational
Safety and Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari
kerja (5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak ). Kadar yang
dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm.5
Efek
toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler. CO mengikat mioglobin
jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi
miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan
juga disebabkan oleh reaksi CO dengan enzim sitokrom C oksidase (CCO) yang
penting dalam pernapasan sel, sebagai hasil dari gangguan fungsi mitokrondria,
yang akan mengganggu pula pembentukan ATP aerob dan menghasilkan terbentuknya laktat.
Namun untungnya, jumlah CO untuk menghambat semua sitokrom adalah beribu kali
lipat dari dosis letal, sehingga mekanisme ini tidak berperan penting dalam
keadaan klinis pasien. Sebenarnya CCO memiliki afinitas terhadap oksigen yang
lebih tinggi dibanding terhadap CO, namun enzim ini berikatan dengan CO pada
keadaan hipoksia berat. Hipoksia jaringan mempresipitasi sel endotel dan
platelet untuk melepas NO (nitrit oksida) yang kemudian membentuk radikal bebas
peroksinitrat (ONOO-). Peroksinitrat menyebabkan kerusakan endotel
dan sekuestrasi leukosit. Ketika sintesis NO distimulasi di platelet dalam
keadaan adanya CO, maka agregasi trombosit-neutrofil juga terstimulasi. Dengan
demikian, molekul adhesi trombosit teraktivasi oleh ikatan langsung dengan
peroksinitrat. Ketika ada koneksi antara neutrofil dan trombosit, maka
peningkatan NO reaktif derivat neutrofil memperbesar degranulasi neutrofil,
yang mengeluarkan mieloperoksidase (MPO) dan protease. Kadar MPO meningkat di
otak dan disimpan sepanjang lapisan vaskular dan menyebabkan stres oksidatif
pembuluh darah. MPO menstimulasi pembentukan dan ekspresi molekul adhesi
endotel, nitrit dan residu tirosin lokal yang menyebabkan peroksidase lipid
(degradasi asam lemak tidak jenuh). Peroksidase lipid juga disebabkan oleh
aktivasi xantin oksidase (XO) yang terbentuk dari interaksi protease dengan
xantin dehidrogenase (XD) di sel endotel; kemudian interaksi antara produk
lipid peroksidase dengan protein mielin (myelin
basic protein / MBP) menyebabkan perubahan struktural pada MBP. Perubahan
struktur ini memicu respons imunologik limfosit sehingga meningkatkan aktivasi
dan aktivitas mikroglia dan menyebabkan efek neuropatologis. XO juga
menyebabkan hambatan mekanisme endogen dalam melawan stres oksidatif. CO yang
menginduksi respons stres intraseluler seperti aktivasi dari hypoxia-inducible factor 1α (HIF-1α),
sehingga menginduksi regulasi gen. Regulasi gen ini bisa bersifat protektif,
atau dapat menyebabkan cedera, bergantung dosis CO dan faktor host, yang mana
belum diketahui secara luas. Daerah otak yang paling sering terkena adalah
ganglia basalis karena merupakan tempat dengan konsumsi oksigen tinggi dan
tempat perbatasan yang disuplai oleh dua sistim arteri serebral (watershed area); juga substansi alba,
hipokampus, dan serebelum. Jadi, secara umum telah ditunjukkan bahwa interaksi
antara trombosit dan neutrofil, juga degradasi neutrofil merupakan komponen
utama neurotoksisitas yang disebabkan oleh CO. Selain itu ada edema seluler dan
kematian sel yang disebabkan degenerasi asam lemak tidak jenuh pada beberapa
area di otak. CO juga
menyebabkan inflamasi dengan meningkatkan kadar heme sitosolik dan protein heme oxygenase-1 (HO-1), menyebabkan
stres oksidatif intraseluler.5-7
Saat konsentrasi
CO meningkat dengan signifikan, akan terjadi peningkatan ventilasi juga akan
menyebabkan peningkatan ambilan CO. Pada kasus ini, mekanisme kontrol pusat
pernapasan berusaha untuk meningkatkan PaO2 sebagai respon untuk
menurunnya pengantaran oksigen ke jaringan. Namun mekanisme ini justru
menyebabkan lingkaran setan yang meningkatkan respirasi yang mengakibatkan
ambilan CO menjadi lebih besar. Kondisi ini kemudian menyebabkan hipoksia yang
lebih parah.5
Eliminasi
CO terjadi melalui respirasi, sehingga terbentuk kembali oksiHb, sehingga CO yanh
diabsorbsi dipindahkan ke udara bersih.
Bila orang tersebut dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan
berkurang 50% dalam waktu 4-5 jam, dan selanjutnya sisa COHb akan berkurang
8-10% setiap jamnya. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi.
Inhalasi O2 mempercepat ekskresi
CO, sehingga dalam waktu 30 menit kadar COHb telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Hal ini penting untuk dapat
mengerti mengapa kadar COHb dalam darah korban intoksikasi CO rendah atau negatif pada saat diperiksa, sedangkan korban
menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada intoksisasi
CO akut, sehingga kadar COHb tidak menggambarkan keparahan intoksikasi atau
potensi berkembangnya efek intoksikasi. Hanya kadar CO yang diambil saat
paparan akutlah yang menggambarkan keadaan intoksikasi akut. Bila terus-menerus
Hb terikat dengan CO maka absorpsi dan eliminasi CO juga semakin lambat. CO memiliki waktu paruh sekitar 320 menit
pada keadaan normal dan menjadi berkurang bila memaparkan pasien dengan oksigen
100%. CO yang terikat dengan sitokrom mitokondria lebih lama daripada
karboksihemoglobin.5-7
Gambar 3.
Patofisiologi intoksikasi CO7 Ket. NMDA
(N-methyl-D-aspartate), nNOS (neuronal nitric oxide synthase).
E. Manifestasi
Klinis
Intoksikasi CO
tidaklah memiliki gejala yang spesik sehingga diagnosisnya menjadi sulit. Paparan yang ringan mengakibatkan sakit
kepala, mialgia, pusing, atau neuropsikologi yang buruk. Paparan yang berat terhadap gas CO dapat
mengakibatkan kebingungan, kehilangan kesadaran, atau kematian. Dalam jumlah
fisiologis, CO endogen dapat berfungsi sebagai neurotransmisi. CO dapat
menguntungkan guna memodulasi peradangan, apoptosis, dan proliferasi sel, serta
mengatur biogenesis mitokondria. Namun semakin berat paparan CO dapan
menyebabkan intoksikasi.7
Manifestasi
klinis
dari intoksikasi CO akut sangat bervariasi dapat ringan, sedang dan berat,
tetapi secara umum, keparahan dari gejala yang muncul berkorelasi dengan level
COHb seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Hubungan % saturasi Hb oleh CO (% CO - Hb)
dan akibatnya.8
%
saturasi CO-Hb
|
Akibat /
efek
|
< 10
|
Tidak ada
|
10 – 20
|
Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan, pelebaran
pembuluh darah subkutan, dipsneu, gangguan koordinasi,
|
20 – 30
|
Kepala berdenyut, emosi tidak stabil, iritabilitas
mmeningkat, kelelahan, letargi (sering ditafsirkan sebagai bukan sebab intoksisasi)
|
30 – 40
|
Nyeri kepala berat, nausea, vomitus, pusing,
pandangan kabur
|
40 – 50
|
Pernapasan
dan nadi bertambah, kebingungan, ataksia, dyspnue
|
50 – 60
|
Pingsan, takikardi, koma dengan kejang intermittent, pernapasan cheyne
stokes.
|
60 – 70
|
Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan
|
70 – 80
|
Nadi lemah,
pernapasan lambat, gagal pernapasan
|
> 80
|
Kematian yang cepat karena respiratory arrest
|
Manifestasi
klinis
dari intoksikasi CO juga dapat
bervariasi sesuai konsentrasi CO dan lamanya paparan yang dialami seperti
pada tabel berikut.
Tabel 2. Hubungan konsentrasi CO dan lamanya paparan
dengan akibanya8
% [CO]
|
Lama paparan
|
Akibat
|
0 ppm
|
-
|
Normal,
Udara bersih
|
9 ppm
|
-
|
Batas
maksimum paparan jangka pendek
|
10 – 24
|
-
|
Mungkin
mempengaruhi kesehatan dengan paparan jangka panjang
|
25 ppm
|
8
jam
|
maksimum
TWA eksposure untuk hari kerja
|
50 ppm
|
|
Maksimum
TWA eksposure yang diijinkan di tempat kerja
|
100 ppm
|
1
– 2 jam
|
Sedikit
nyeri kepala
|
200 ppm
|
2 – 3 jam
|
Pusing, nausea,
kelelahan, nyeri kepala
|
400 ppm
|
1 – 2 jam
|
Nyeri kepala,
pusing, nausea
|
|
3 jam
|
Mengancam jiwa
|
800 ppm
|
45 menit
|
Nyeri kepala,
pusing, nausea
|
|
1 jam
|
Pingsan dan
tidak sadarkan diri
|
|
2 – 3 jam
|
Kematian
|
1.000 ppm
|
1 jam
|
Kehilangan
kesadaran
|
1.600 ppm
|
20 menit
|
Nyeri kepala,
pusing, nausea
|
|
1 – 2 jam
|
Kematian
|
3.200 ppm
|
5 – 10 menit
|
Nyeri kepala,
pusing, nausea
|
|
30 menit
|
Pingsan dan
tidak sadarkan diri
|
|
1 jam
|
Kematian
|
6.400 ppm
|
30 menit
|
Kematian
|
12.800 ppm
|
1 – 3 menit
|
Efek psikologi
segera, tidak sadar, kematian
|
Beberapa gejala
yang ditemukan pada beberapa sistem organ sebagai berikut :
1.
Efek
pada sistem kardiorespirasi.
Efek
toksik gas CO secara langsung ke jantung bila terjadi paparan gas CO dengan
kadar 100-180 ppm selama paling kurang 4 jam. Efek terhadap kardiovaskular
dapat berupa iskemia miokard, edema pulmonal, aritmia dan sindrom miokardial.
Pada beberapa penelitian, dilaporkan adanya abnormalitas konduksi jantung
akibat intoksikasi gas CO, termasuk abnormalitas segmen ST dan gelombang T,
atrial fibrilasi, block interventrikular dan ekstra sistol, yang merupakan efek
dari iskemia miokard dan infark otot jantung. Edema pulmonum dapat terjadi pada
sekitar 10-30% kasus intoksikasiakut gas CO.9
2.
Efek
pada sistem saraf.
Manifestasi
klinis yang paling sering muncul pada pasien dengan intoksikasi gas CO adalah
rasa lemah, sakit kepala, nausea, rasa cemas dan kesulitan berpikir. Pasien
juga sering mengalami nistagmus, ataksia dan pada intoksikasi akut yang berat
dapat ditemukan edema serebri. Selain itu juga bisa didapatkan abnormalitas
audiovestibular. Tinnitus dan tuli sensorineural dapat ditemukan.10
Peran
dari nitric oxide (NO) dan radikal bebas oksigen lainnya sudah banyak diteliti
dengan latar belakang intoksikasigas CO. NO juga merupakan vasodilator sistemik
yang dapat menyebabkan hipotensi. Adanya hipotensi sistemik pada
intoksikasi CO ini berhubungan dengan derajat keparahan dari lesi serebral
khususnya pada daerah yang membutuhkan perfusi oksigen yang tinggi. NO berperan
dalam kerusakan otak secara oksidatif yang bertanggung jawab terjadinya gangguan
neurologis yang tertunda (delayed neurologic sequele). Sekuel yang terlambal,
muncul pada lebih dari 45% pasien yang muncul secara perlahan dari tiga hari
sampai tiga minggu setelah paparan awal dan terapi pada intoksisasi akut. Pembentukan
dari sekuel yang terlambat dapat diprediksikan dengan munculnya perubahan
neurologis yang dilihat dengan CT Scan dalam waktu 24 jam setelah paparan. hasilnya
berupa gangguan neurologis berupa deteriorasi intelektual, gangguan memori, dan
perubahan kepribadian dengan manifestasi berupa peningkatan iritabilitas,
agresivitas dan kekerasan. Kejadian sekuel yang terlambat ini, biasa terjadi
pada pasien dengan penurunan level kesadaran saat terjadi paparan. Jika
diberikan terapi yang tepat, saat terapi awal, banyak dari sekuel ini dapat di
cegah.10
3.
Efek
pada fungsi ginjal.
Rhabdomyolisis
dan gagal ginjal akut dapat terjadi pada kasus intoksikasi gas CO. Terapi dari
efek nefrotoksis yang disebabkan oleh myoglobin adalah hidrasi masif, diuresis
dan alkalisasi dari pH urin untuk meningkatkan kelarutan myoglobin.10
4.
Efek
pada kulit, otot dan jaringan lunak.
Hipoksia
dapat terjadi menyeluruh dari tingkat seluler dan jaringan sehingga berefek
pada kulit, otot dan jaringan lunak. Rhabdomyolisis terjadi sebagai akibat langsung
dari efek toksik CO terhadap otot. Pada orang kulit putih bisa ditemukan kulit
berwarna seperti buah cherry (cherry red) tetapi hal ini jarang terjadi. Lesi
yang luas berupa eritema dan timbulnya bula-bula terjadi karena hipoksia
jaringan kulit pada pasien yang mengalami intoksikasi berat gas CO.11
F.
Diagnosis
Kesalahan diagnosis sering
terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien. Gejala-gejala yang
muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik
didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak
sesuai dengan kadar COHb dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita
luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar dan intoksikasigas CO. Penemuan
tanda inhalasi asap seperti rambut hidung yang terbakar, mucus yang hangus,
atau trauma pada mukosa hidung dapat menjadi perhatian. Jika tanda ini
ditemukan, kemungkinan pasien menderita intoksisasi CO yang berat.3
Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Hipertensi
ringan dapat muncul pada beberapa pasien, sedangkan pada pasien yang lain dapat
muncul hipotensi akibat hipoksia miokardium. Pada kulit biasanya didapatkan
wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit
berupa eritema dan bula.9,11
Beberapa pemeriksaan penunjung yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan laboratorium.
Analisa
kadar COHb membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus. Kadar COHb
yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut. Sedangkan
kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya
bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan
dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan
ringan kadar CO sampai 10%. Tingkat
tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu,
PaO2 tidak akurat menggambarkan derajat intoksikasi CO atau
terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa
langsung, tidak melalui PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa
gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang
tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.9
Pada
pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai leukositosis, hiperglikemia dengan
glukosuria, albuminuria dan peninggian SGOT, MDH dan SDH serum. Perubahan kadar
gammaglobulin juga pernah dilaporkan. Peningkatan kreatin fosfokinase mengikuti
nekrosis otot. Hipoksemia jaringan menyebabkan asidemia laktat. 3
2. Pemeriksaan imaging.
Pemeriksaan foto rontgen thorax
perlu dilakukan pada kasus-kasus intoksikasi gas dan saat terapi oksigen
hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan foto thorax biasanya dalam batas
normal. Adanya gambaran ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan
intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek.10
Pemeriksaan CT Scan kepala
perlu dilakukan pada kasus intoksikasi berat gas CO atau bila terdapat
perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat. Edema serebri dan lesi
fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa didapatkan dan halo
tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih
akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi
substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT
Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah
dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita
intoksikasigas CO.10
3. Pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan elektrokardiogram
sering menunjukan sinus takikardi. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh
hipoksia iskemia atau infark. Pada elektrokardiogram mungkin ditemukan
gelombang T mendatar atau negatif, tanda insufisiensi koroner, ekstrasistole,
dan fibrilasi atrium.
G. Penatalaksanaan
Penanganan pada
kasus intoksikasi CO diarahkan pada perbaikan hipoksia jaringan dan
menghilangkan CO dari dalam tubuh. Pemberian oksigen 100% normobarik
direkomendasikan pada banyak kasus, sedangkan terapi oksigen hiperbarik digunakan
untuk intoksisasi yang parah.
1. Perawatan
Sebelum Tiba di Rumah Sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan
memberikan terapi oksigen dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting.
Intubasi diperlukan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi
jalan nafas. Kecurigaan terhadap peningkatan kadar COHb diperlukan pada semua
pasien korban kebakaran dan inhalasi asap. Pemeriksaan dini darah dapat
memberikan korelasi yang lebih akurat antara kadar COHb dan status klinis
pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan
pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami
paparan gas CO. Intoksisasi CO tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian
pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari
kecacatan.5
2.
Perawatan Saat di Unit Gawat Darurat
Target terapi pada intoksisasi CO akut adalah
mereduksi kadar COHb di dalam darah ke level dasar dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi guna membantu setiap sistem yang terpengaruh akibat hipoksia.
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan
tanda intoksisasi dan kadar COHb turun dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami
gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar COHb dibawah 2%. Lamanya durasi
pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh COHb dengan pemberian oksigen 100%
yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi
oksigen hiperbarik, jika kadar COHb diatas 40 % atau adanya gangguan
kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam
setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit
hiperbarik. Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan
tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian
hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28-30 mmHg dapat dilakukan
bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis
akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.5
H.
Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Intoksikasi Karbon Monoksida
Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) pertama
kali dibahas oleh Haldane pada tahun 1890 dan pertama kali digunakan pada tahun
1960-an. Awalnya, bertujuan untuk mempercepat pelepasan CO dari hemoglobin
namun ada efek lainnya yang diakui saat ini. Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik
untuk kasus intoksisasi gas CO masih dalam kontroversi. Suatu
penelitian yang dilakukan perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan
kriteria untuk HBO adalah pasien koma,
riwayat kehilangan kesadaran,
gambaran iskemia pada EKG, defisit neurologis fokal, test neuropsikiatri yang
abnormal, kadar HbCO diatas 40%, kehamilan dengan kadar HbCO >25%, dan
gejala yang menetap setelah pemberian normobarik oksigen (NBO). Kriteria yang sama
digunakan untuk bayi dan anak-anak juga. Terapi empiris dengan HBO
direkomendasikan dalam laporan untuk ibu hamil dengan konsentrasi CO dari
15-20%. Selain itu, wanita hamil mungkin memerlukan terapi oksigen lebih lama
dari yang diharapkan karena konsentrasi COHb fetal lebih tinggi dan lambat
dieliminasi dari pada ibu.1,6
Meskipun terapi HBO banyak digunakan saat
ini, tidak ada standar mengenai waktu terapi atau frekuensi. Pada penelitian
review Kaymak et al. dapat dilakukan satu sesi HBO pada tekanan 2,5-3 atm
diterapkan pada pasien yang memenuhi kriteria. Sesi tambahan dipertimbangan
saat dievaluasi temuan klinis dan eliminasi gejala. Untuk pasien yang tidak
memenuhi kriteria atau tidak memungkinkan untuk menggunakan terapi HBO, aliran
tinggi oksigen 100% dapat diberikan dengan masker selama 6-12 jam. Dari
penelitian Weaver et al., menunjukkan HBO pada 3 atm memiliki keunggulan
dibandingkan dengan NBO dalam mengurangi kejadian disfungsi kognitif 46% pada
minggu 6 sampai 12 bulan setelah intoksikasi akut CO. Weaver et al. melakukan tiga
sesi HBO dalam jangka waktu 24 jam, berdasarkan protokol penelitian Gorman et
al., yang menemukan bahwa tingkat kekambuhan untuk gejala sekuele kognitif
lebih rendah pada pasien yang dirawat dua kali atau hanya sekali.6,7
Banyak penulis menekankan keunggulan
terapi HBO. Komplikasi yang paling umum terlihat dari 0-80% pasien yang telah
menjalani terapi HBO adalah ansietas dan barotrauma telinga tengah dan sinus.
Kejang, intoksikasi oksigen, edema paru dan pendarahan paru, pneumothorax dan
emboli udara merupakan komplikasi yang lebih jarang. Kontraindikasi absolut
tunggal untuk terapi HBO adalah pneumotoraks yang tidak diobati.
Claustrophobia, otosklerosis atau penyakit telinga tengah lainnya, penyakit
paru-paru obstruktif kronik dengan pembentukan bula atau kebutuhan untuk
prosedur tertentu seperti aspirasi, defibrilasi, kardioversi dan intubasi merupakan
kontraindikasi relatif.6
Penelitian dari Hawkins et al. yang
membandingkan hasil penilitiannya dengan Krantz et al. mengenai penilaian
prognostik dengan dapatkan tingkat COHb bukan merupakan item penilaian prognostik
melainkan keadaan asidosis metabolik saat tiba di rumah sakit. Secara
keseluruhan dari dua penelitian yang membandingkan kejadian asidosis metabolic
yang berat didaparkan hasil yang signifikan pada pasien yang diterapi dengan
HBO. Kemampuan HBO untuk mengerahkan
efek terapi pada intoksikasi CO menunjukkan bahwa mekanisme kerjanya tidak
secara eksklusif tergantung pada eliminasi karbon monoksida dari hemoglobin namun
hal ini mungkin melibatkan penghambatan jalur seluler yang menyebabkan cedera
saraf dan kematian.12
Selain mempercepat eliminasi CO, HBO juga
menurun adhesi neutrofil pada endotel sedangkan kerusakan oksidatif akibat
radikal bebas dan dampaknya pada gejala neurologis yang tertunda masih yang
menjadi bahan perdebatan. Dengan terapi HBO, terjadi peningkatan eliminasi CO
dari daerah ikatan di maupun rasio eliminasi CO dari Hb. Hal ini pada
gilirannya membuat durasi koma memendek dan penurunan kematian dini pada tahap
intoksikasi akut. Efek jangka panjang dari terapi HBO pada intoksikasi CO
sangat bervariasi. Selama reoksigenasi setelah hipoksia, HBO meningkatkan
jumlah plasma jenis oksigen reaktif dan menghambat peroksidasi lipid di dalam
otak. Selanjutnya, HBO menurun sintesis NO dengan menghambat enzim yang
menginduksi sintase oksida nitrat (inducible
nitric oxide synthase / iNOS). Efek lain dari HBO adalah untuk meningkatkan
efek anti inflamasi dengan mengaktifkan enzim hem-oxygenaz-1 (HO-1).6
Dalam meta-analisis dari Juurlink pada
tahun 2005, dievaluasi 6 penelitian yang membandingkan keberhasilan NBO dan
terapi HBO untuk intoksikasi CO. Di antara mereka, dua studi oleh Thom dan
Weaver menunjukkan bahwa terapi HBO lebih efisien daripada terapi NBO sementara
yang lain tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kedua terapi
tersebut.6
I.
Komplikasi13,14
Karbon monoksida
merupakan produk dari pembakaran menyebabkan peningkatan mortalitas dan
morbilitas terkait dengan asap. Komplikasi
dari intoksikasi karbon monoksida tergantung dari lama dan banyaknya gas saat
terpapar. Komplikasi dari intoksikasi karbon monoksida yaitu perubahan kesadaran, asidosis
metabolik, pneumonia, cardiac aritmia, rabdomiolisis, kerusakan jaringan otak
permanen serta kematian.
J.
Pencegahan7
Tingkat COHb sama dengan atau lebih
dari 3% dapat mempengaruhi kelompok beresiko tinggi seperti orang tua, wanita
hamil, janin, bayi dan pasien dengan penyakit kardiovaskuar atau pernapasan.
Untuk pencegahanya dapat menggunakan alarm karbon monoksida dimana alat
tersebut dirancang pada daerah yang
menghasilkan tingkat COHb
melebiihi 10%. Selain itu dapat juga dihindari dengan menghindari mesin
pembakaran dalam ruangan, dan melakukan inspeksi tungku berkala serta
pemeriksaan terhadap generator setelah bencana alam. Berikut merupakan tips untuk menghindari
intoksikasi CO :
· Periksa
semua saluran rumah yang bukaanya menghadap ke luar rumah (pemanas air dsb)
setiap tahun untuk memastikan saluran pengeluaran tidak tersumbat.
· Periksa
sistem AC mobil saudara untuk memeriksa kebocoran yang mungkin terjadi.
· Periksa
pemanas air, pastikan bukaanya sempurna dan saluran tidak bocor.
· Jangan
nyalakan mobil di dalam garasi yang tertutup rapat.
K.
Prognosis6,15
Prognosis
tergantung pada keparahan klinis, dan nilai laboratorium. Serangan jantung, koma, asidosis metabolik
dapat memperburuk prognosis. Prognosis lebih tergantung pada paparan yang lama dan konsentrasi yang besar.
Secara umum, sebagian besar kasus kintoksikasi
CO tidak lah fatal. Pasien dengan
toksisitas CO dapat dipulangkan dalam 4 sampai 6 jam jika tidak ada gejala lain
selain gejala-gejala ringan, jika mereka memiliki temuan neurologis normal dan
jika mereka tidak memerlukan terapi medis.
BAB III
KESIMPULAN
Karbon monoksida , adalah gas beracun yang dihasilkan oleh pembakaran tidak
sempurna dari bahan karbon. CO tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak menyebabkan iritasi, sehingga gambarkan sebagai "pembunuh diam
diam".
Karbon monoksida, mengikat atom besi dalam hemoglobin, dengan afinitas
200 kali dari oksigen, dan merusak kapasitas membawa oksigen dari darah. Oleh
karena itu, toksisitas CO adalah situasi yang ditandai dengan penurunan
transportasi oksigen dan konsumsi.
Waktu paruh eliminasi COHb sangat berkaitan dengan tekanan oksigen
parsial yang dihasilkan oleh konsentrasi oksigen inspirasi. Tingginya kadar
fraksi oksigen inspirasi baik untuk mempercepat eliminasi CO dan meningkatkan
oksigenasi. Dengan menggunakan Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) selain memcepatan
eliminasi CO dari hemoglobin dalam penelitian berikutnya diketahui memiliki penghambatan jalur
seluler yang menyebabkan cedera saraf dan kematian. Terapi HBO pada 3 atm memiliki
keunggulan dibandingkan dengan NBO dalam mengurangi kejadian disfungsi kognitif
46% pada minggu 6 sampai 12 bulan setelah intoksikasi akut CO. Ketika
pengobatan HBO tidak memungkinkan, aliran tinggi oksigen 100% dapat diberikan melalui
masker selama 6-12 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Blumenthal I. Carbon monoxide
poisoning. J R Soc Med 2001 ; 94 : 270-272.
2.
Isik B, Karakilic ME, Yilmaz SE, Kavalci C, Danisman B, et al. Association between the serum lactate level and the clinical symptoms
in carbon monoxide poisoning. J Pharm Biomed Sci 2014;04(06):545-551.
3.
Badan POM. Keracunan karbon monoksida. Diunduh dari: http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA.pdf
4.
Health Protection Unit. Carbon
monoxide poisoning: a guide for GPs and other medical professional.
[Online]. 2011 Jan 10 [cited 2016 April 16];[4 pages]. Available from: URL: http://www.carbonmonoxide.ie/htm/gpfactsheet-poisoning.pdf
5.
Soekamto TH, Perdanakusuma D. Intoksikasi karbon monoksida. Diunduh dari:http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf
6.
Kaymak C, Basar H. Carbon monoxide
intoxication-review. J Pharm Sci 35,163-172, 2010.
7.
Weaver LK. Carbon monoxide
poisoning. N Engl J Med 2009;360:1217-25.
8. Soedjana P. Toksikologi. Ed 7. Surabaya. Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR. 2010. 167 – 71.
9. Eugene
N. Bruce, Margaret C. A multicompanement
model of cartoxyhemoglobin and carboxymyoglobin responses to inhalation of
carbonmonoxide. J Appl Physiol95. 2003 : 1235-1247.
10. Peter
MC DeBlieux, Van De Voort, John G Benitez, Halamka, Asim Tarabar. Toxicity, Carbon Monoxide. 2006 [cited 2007
jan 02]. Availabel from :URL :HYPERLINKhttp:/lwww.emedicine.com
11. Zeki
Palili, Hayriye Saricao, Ahmet Acar. Skin
lesions in carbonmonoxide intoxication. Journal of the European Academy of
Dermatology and Venereology 9 (1997),152-154.
12.
Hawkins M, Harrison J, Charters P. Severe carbon monoxide poisoning : outcome
after hyperbaric oxygen therapy. British Journal of Anaesthesia 84. 2000.
584-6
13. Mayoclinic.
Carbon monoxide poisoning : prevention
& complications. [upload Feb 24, 2015] [download Apr 19, 2016] : 2
sheet. Avaiable from :URL : www.mayoclinic.org
14. Al-Moamary
MS. Complications of carbon monoxide
poisoning. Saudi Medical Journal. 2000 ; vol.21 (4): 361-363.
15. Shochat
GN. Carbon monoxide toxicity. [upload
Jan 27,2015] [download Apr 19, 2016].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar