Sabtu, 14 Mei 2016

PERANAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT                           REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN                                                        APRIL 2016
UNIVERSITAS PATTIMURA


PERANAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
TERHADAP KERACUNAN KARBON MONOKSIDA



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5rZsPsWbtvDNL-LFSdXdjhJiOzK3xSZTK5i1qFe4zewg-4hDAPVcdvkZFdx5JH6Zff9iOWxQcH5xycXIe14LRqcBLk_nbOOpIiJYiC3Q1jtGiShJccdEfmsv-Ih_o_Tg_hLwttsYm4mM/s320/logo_unpatti.jpg




Disusun oleh:
1.      Felmi V. I. de Lima        2009 – 83 – 018
2.      Jurika Kakisina             2009 – 83 – 021
3.      Kevin J. F. Noya             2009 – 83 – 035






DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi. Claude Bernard pada tahun 1857 menemukan efek beracun karbon monoksida yang disebabkan oleh pelepasan ikatan oksigen dari hemoglobin menjadi bentuk carboxyhaemoglobin.1
Penyedia layanan kesehatan di UGD harus mempertimbangkan menggunakan terapi hiperbarik oksigen untuk mengobati pasien intoksikasi CO. Terapi hiperbarik oksigen meripakan metode terapi oksigen murni (100%) yang dilakukan pada sebuah ryangan bertekanan udara tinggi > 1 atm. Klinisi baiknya menggunakan tingkat carboxyhemoglobin sebagai kriteria untuk mempertimbangkan pemberian terapi hiperbarok oksigen guna mempercepat pelepasan carboxyhemoglobin Peran oksigen hiperbarik dalam pengelolaan intoksikasi karbon monoksida masih kontroversial, meskipun baik data fisiologis dan beberapa data percobaan acak menunjukkan potensi
keberhasilan yang signifikan.
Kemampuan terapi hiperbarik oksigen untuk mengerahkan efek terapi pada intoksikasi karbon monoksida menunjukkan bahwa mekanisme kerjanya tidak secara eksklusif tergantung pada eliminasi karbon monoksida dari hemoglobin namun hal ini mungkin melibatkan penghambatan jalur seluler yang menyebabkan cedera saraf dan kematian.1
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Definisi
Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengiritasi dan berasal dari pembakaran tidak sempurna komponen berbahan dasar karbon, seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak (termasuk bensin), dan lain-lain. CO memiliki efek berbahaya oleh karena kemampuannya berikatan dengan hemoglobin. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap pada kasus kebakaran dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi.1,2

B.            Epidemiologi
Intoksikasi CO tetap menjadi sebab utama kecelakaan yang tidak disengajai di seluruh dunia. Di Amerika Serikat sendiri, kira-kira 1000-2000 kematian setiap tahunnya akibat kecelakaan disebabkan oleh paparan CO, dari 50.000 paparan per tahun. Di Indonesia belum didapatkan data berapa kasus intoksisasi gas CO yang terjadi pertahun yang dilaporkan.1-3

C.           Faktor Risiko
Beberapa kelompok orang dengan risiko tinggi intoksikasi CO antara lain: petugas pemadam kebakaran, pengecat yang menggunakan cat yang mengandung metilin klorida (mudah diserap melalui paru-paru dan masuk ke peredaran darah dimana metilin klorida diubah menjadi CO di hepar), perokok (karena asap tembakau merupakan salah satu sumber CO, dimana dilaporkan mengandung 0,1-10% CO), bayi serta anak-anak dan mereka yang mengalami masalah kardiovaskuler. Hati-hati pula pada orang yang berada dalam kendaraan (mobil) saat sedang macet, karena asap pembakaran kendaraan bermotor juga mengandung CO.4
Di negara Barat, lubang angin tungku perapian yang tidak adekuat, pemanas air dan pemanas ruangan dapat menyebabkan kadar CO yang letal. Bernapas cepat dapat menyebabkan peningkatan 30% kadar COHb setelah 2 menit paparan terhadap 1% CO. Konsentrasi CO di udara 0,4% dapat bersifat fatal setelah 1 jam karena menyebabkan peningkatan kadar COHb 30%.1,2

D.      Patofisiologi
Selama paparan, CO berikatan dengan hemoglobin dengan afinitas 210 kali (sekitar 200-250 kali) dari oksigen. Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas darah dalam membawa oksigen (oxygen-carrying) dan mengirim oksigen (oxygen delivery).5
Peningkatan konsentrasi CO menyebabkan oksigen tidak memiliki tempat di hemoglobin kemudian membuat kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke kiri menghasilkan penurunan PaO2 di setiap level kadar saturasi hemoglobin dan ini kemudian menyebabkan penurunan oksigen yang diantarkan ke jaringan (Gambar 1). CO mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, dan organ yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.5,6
Gambar 1. Efek dari CO pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva bergeser ke kiri yang berarti oksigen terikat lebih kuat pada konsentrasi yang lebih rendah.5

Pada jumlah fisiologis, CO endogen berfungsi sebagai neurotransmitter yang mengontrol permeabilitas mikrovaskular. CO diproduksi secara endogen dalam jumlah sedikit melalui katabolisme heme. Pada kadar yang rendah, CO dapat memodulasi inflamasi, apoptosis, dan proliferasi sel. Namun seiring meningkatnya paparan CO maka terjadi intoksikasi (Gambar 2). Efek racun ini sangat ditentukan oleh konsentrasi CO dan waktu pajanan.7
Gambar 2. Efek paparan CO, berdasarkan kadar dan durasi paparan. Paparan CO berkadar tinggi menyebabkan efek toksik, yang dapat menimbulkan inflamasi dan hipoksia. 7

Karbon monoksida hanya diserap melalui paru, melintasi membran alveolus-kapiler, dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin (Hb) secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin; selebihnya mengikatkan diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun yang kumulatif, karena ikatan CO dengan Hb bersifat reversibel dan setelah CO dilepaskan oleh Hb, eritrosit tidak mengalami kerusakan. Batas pemaparan CO yang diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja (5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak ). Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm.5
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler. CO mengikat mioglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan juga disebabkan oleh reaksi CO dengan enzim sitokrom C oksidase (CCO) yang penting dalam pernapasan sel, sebagai hasil dari gangguan fungsi mitokrondria, yang akan mengganggu pula pembentukan ATP aerob dan menghasilkan terbentuknya laktat. Namun untungnya, jumlah CO untuk menghambat semua sitokrom adalah beribu kali lipat dari dosis letal, sehingga mekanisme ini tidak berperan penting dalam keadaan klinis pasien. Sebenarnya CCO memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi dibanding terhadap CO, namun enzim ini berikatan dengan CO pada keadaan hipoksia berat. Hipoksia jaringan mempresipitasi sel endotel dan platelet untuk melepas NO (nitrit oksida) yang kemudian membentuk radikal bebas peroksinitrat (ONOO-). Peroksinitrat menyebabkan kerusakan endotel dan sekuestrasi leukosit. Ketika sintesis NO distimulasi di platelet dalam keadaan adanya CO, maka agregasi trombosit-neutrofil juga terstimulasi. Dengan demikian, molekul adhesi trombosit teraktivasi oleh ikatan langsung dengan peroksinitrat. Ketika ada koneksi antara neutrofil dan trombosit, maka peningkatan NO reaktif derivat neutrofil memperbesar degranulasi neutrofil, yang mengeluarkan mieloperoksidase (MPO) dan protease. Kadar MPO meningkat di otak dan disimpan sepanjang lapisan vaskular dan menyebabkan stres oksidatif pembuluh darah. MPO menstimulasi pembentukan dan ekspresi molekul adhesi endotel, nitrit dan residu tirosin lokal yang menyebabkan peroksidase lipid (degradasi asam lemak tidak jenuh). Peroksidase lipid juga disebabkan oleh aktivasi xantin oksidase (XO) yang terbentuk dari interaksi protease dengan xantin dehidrogenase (XD) di sel endotel; kemudian interaksi antara produk lipid peroksidase dengan protein mielin (myelin basic protein / MBP) menyebabkan perubahan struktural pada MBP. Perubahan struktur ini memicu respons imunologik limfosit sehingga meningkatkan aktivasi dan aktivitas mikroglia dan menyebabkan efek neuropatologis. XO juga menyebabkan hambatan mekanisme endogen dalam melawan stres oksidatif. CO yang menginduksi respons stres intraseluler seperti aktivasi dari hypoxia-inducible factor 1α (HIF-1α), sehingga menginduksi regulasi gen. Regulasi gen ini bisa bersifat protektif, atau dapat menyebabkan cedera, bergantung dosis CO dan faktor host, yang mana belum diketahui secara luas. Daerah otak yang paling sering terkena adalah ganglia basalis karena merupakan tempat dengan konsumsi oksigen tinggi dan tempat perbatasan yang disuplai oleh dua sistim arteri serebral (watershed area); juga substansi alba, hipokampus, dan serebelum. Jadi, secara umum telah ditunjukkan bahwa interaksi antara trombosit dan neutrofil, juga degradasi neutrofil merupakan komponen utama neurotoksisitas yang disebabkan oleh CO. Selain itu ada edema seluler dan kematian sel yang disebabkan degenerasi asam lemak tidak jenuh pada beberapa area di otak. CO juga menyebabkan inflamasi dengan meningkatkan kadar heme sitosolik dan protein heme oxygenase-1 (HO-1), menyebabkan stres oksidatif intraseluler.5-7
Saat konsentrasi CO meningkat dengan signifikan, akan terjadi peningkatan ventilasi juga akan menyebabkan peningkatan ambilan CO. Pada kasus ini, mekanisme kontrol pusat pernapasan berusaha untuk meningkatkan PaO2 sebagai respon untuk menurunnya pengantaran oksigen ke jaringan. Namun mekanisme ini justru menyebabkan lingkaran setan yang meningkatkan respirasi yang mengakibatkan ambilan CO menjadi lebih besar. Kondisi ini kemudian menyebabkan hipoksia yang lebih parah.5
Eliminasi CO terjadi melalui respirasi, sehingga terbentuk kembali oksiHb, sehingga CO yanh diabsorbsi dipindahkan ke udara bersih. Bila orang tersebut dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4-5 jam, dan selanjutnya sisa COHb akan berkurang 8-10% setiap jamnya. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Inhalasi O2 mempercepat ekskresi CO, sehingga dalam waktu 30 menit kadar COHb telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa kadar COHb dalam darah korban intoksikasi CO rendah atau negatif pada saat diperiksa, sedangkan korban menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada intoksisasi CO akut, sehingga kadar COHb tidak menggambarkan keparahan intoksikasi atau potensi berkembangnya efek intoksikasi. Hanya kadar CO yang diambil saat paparan akutlah yang menggambarkan keadaan intoksikasi akut. Bila terus-menerus Hb terikat dengan CO maka absorpsi dan eliminasi CO juga semakin lambat. CO memiliki waktu paruh sekitar 320 menit pada keadaan normal dan menjadi berkurang bila memaparkan pasien dengan oksigen 100%. CO yang terikat dengan sitokrom mitokondria lebih lama daripada karboksihemoglobin.5-7
Gambar 3. Patofisiologi intoksikasi CO7 Ket. NMDA (N-methyl-D-aspartate), nNOS (neuronal nitric oxide synthase).
E.  Manifestasi Klinis
Intoksikasi CO tidaklah memiliki gejala yang spesik sehingga diagnosisnya menjadi sulit. Paparan yang ringan mengakibatkan sakit kepala, mialgia, pusing, atau neuropsikologi yang buruk.  Paparan yang berat terhadap gas CO dapat mengakibatkan kebingungan, kehilangan kesadaran, atau kematian. Dalam jumlah fisiologis, CO endogen dapat berfungsi sebagai neurotransmisi. CO dapat menguntungkan guna memodulasi peradangan, apoptosis, dan proliferasi sel, serta mengatur biogenesis mitokondria. Namun semakin berat paparan CO dapan menyebabkan intoksikasi.7
Manifestasi klinis dari intoksikasi CO akut sangat bervariasi dapat ringan, sedang dan berat, tetapi secara umum, keparahan dari gejala yang muncul berkorelasi dengan level COHb seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Hubungan % saturasi Hb oleh CO (% CO - Hb) dan akibatnya.8
% saturasi CO-Hb
Akibat / efek
< 10
Tidak ada
10 – 20
Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan, pelebaran pembuluh darah subkutan, dipsneu, gangguan koordinasi,
20 – 30
Kepala berdenyut, emosi tidak stabil, iritabilitas mmeningkat, kelelahan, letargi (sering ditafsirkan sebagai bukan sebab intoksisasi)
30 – 40
Nyeri kepala berat, nausea, vomitus, pusing, pandangan kabur
40 – 50
Pernapasan dan nadi bertambah, kebingungan, ataksia, dyspnue
50 – 60
Pingsan, takikardi, koma dengan kejang intermittent, pernapasan cheyne stokes.
60 – 70
Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan
70  – 80
Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal pernapasan
> 80
Kematian yang cepat karena respiratory arrest

Manifestasi klinis dari intoksikasi CO juga dapat bervariasi sesuai konsentrasi CO dan lamanya paparan yang dialami seperti pada tabel berikut.
Tabel 2. Hubungan konsentrasi CO dan lamanya paparan dengan akibanya8
% [CO]
Lama paparan
Akibat
0 ppm
-
Normal, Udara bersih
9 ppm
-
Batas maksimum paparan jangka pendek
10 – 24
-
Mungkin mempengaruhi kesehatan dengan paparan jangka panjang
25 ppm
8 jam
maksimum TWA eksposure untuk hari kerja
50 ppm

Maksimum TWA eksposure yang diijinkan di tempat kerja
100 ppm
1 – 2 jam
Sedikit nyeri kepala
200 ppm
2 – 3 jam
Pusing, nausea, kelelahan, nyeri kepala
400 ppm
1 – 2 jam
Nyeri kepala, pusing, nausea

3 jam
Mengancam jiwa
800 ppm
45 menit
Nyeri kepala, pusing, nausea

1 jam
Pingsan dan tidak sadarkan diri

2 – 3 jam
Kematian
1.000 ppm
1 jam
Kehilangan kesadaran
1.600 ppm
20 menit
Nyeri kepala, pusing, nausea

1 – 2 jam
Kematian
3.200 ppm
5 – 10 menit
Nyeri kepala, pusing, nausea

30 menit
Pingsan dan tidak sadarkan diri

1 jam
Kematian
6.400 ppm
30 menit
Kematian
12.800 ppm
1 – 3 menit
Efek psikologi segera, tidak sadar, kematian

Beberapa gejala yang ditemukan pada beberapa sistem organ sebagai berikut :
1.    Efek pada sistem kardiorespirasi.
Efek toksik gas CO secara langsung ke jantung bila terjadi paparan gas CO dengan kadar 100-180 ppm selama paling kurang 4 jam. Efek terhadap kardiovaskular dapat berupa iskemia miokard, edema pulmonal, aritmia dan sindrom miokardial. Pada beberapa penelitian, dilaporkan adanya abnormalitas konduksi jantung akibat intoksikasi gas CO, termasuk abnormalitas segmen ST dan gelombang T, atrial fibrilasi, block interventrikular dan ekstra sistol, yang merupakan efek dari iskemia miokard dan infark otot jantung. Edema pulmonum dapat terjadi pada sekitar 10-30% kasus intoksikasiakut gas CO.9


2.    Efek pada sistem saraf.
Manifestasi klinis yang paling sering muncul pada pasien dengan intoksikasi gas CO adalah rasa lemah, sakit kepala, nausea, rasa cemas dan kesulitan berpikir. Pasien juga sering mengalami nistagmus, ataksia dan pada intoksikasi akut yang berat dapat ditemukan edema serebri. Selain itu juga bisa didapatkan abnormalitas audiovestibular. Tinnitus dan tuli sensorineural dapat ditemukan.10
Peran dari nitric oxide (NO) dan radikal bebas oksigen lainnya sudah banyak diteliti dengan latar belakang intoksikasigas CO. NO juga merupakan vasodilator sistemik yang dapat menyebabkan hipotensi. Adanya hipotensi sistemik pada intoksikasi CO ini berhubungan dengan derajat keparahan dari lesi serebral khususnya pada daerah yang membutuhkan perfusi oksigen yang tinggi. NO berperan dalam kerusakan otak secara oksidatif yang bertanggung jawab terjadinya gangguan neurologis yang tertunda (delayed neurologic sequele). Sekuel yang terlambal, muncul pada lebih dari 45% pasien yang muncul secara perlahan dari tiga hari sampai tiga minggu setelah paparan awal dan terapi pada intoksisasi akut. Pembentukan dari sekuel yang terlambat dapat diprediksikan dengan munculnya perubahan neurologis yang dilihat dengan CT Scan dalam waktu 24 jam setelah paparan. hasilnya berupa gangguan neurologis berupa deteriorasi intelektual, gangguan memori, dan perubahan kepribadian dengan manifestasi berupa peningkatan iritabilitas, agresivitas dan kekerasan. Kejadian sekuel yang terlambat ini, biasa terjadi pada pasien dengan penurunan level kesadaran saat terjadi paparan. Jika diberikan terapi yang tepat, saat terapi awal, banyak dari sekuel ini dapat di cegah.10

3.    Efek pada fungsi ginjal.
Rhabdomyolisis dan gagal ginjal akut dapat terjadi pada kasus intoksikasi gas CO. Terapi dari efek nefrotoksis yang disebabkan oleh myoglobin adalah hidrasi masif, diuresis dan alkalisasi dari pH urin untuk meningkatkan kelarutan myoglobin.10
4.    Efek pada kulit, otot dan jaringan lunak.
Hipoksia dapat terjadi menyeluruh dari tingkat seluler dan jaringan sehingga berefek pada kulit, otot dan jaringan lunak. Rhabdomyolisis terjadi sebagai akibat langsung dari efek toksik CO terhadap otot. Pada orang kulit putih bisa ditemukan kulit berwarna seperti buah cherry (cherry red) tetapi hal ini jarang terjadi. Lesi yang luas berupa eritema dan timbulnya bula-bula terjadi karena hipoksia jaringan kulit pada pasien yang mengalami intoksikasi berat gas CO.11

F.            Diagnosis
Kesalahan diagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien. Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai dengan kadar COHb dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar dan intoksikasigas CO. Penemuan tanda inhalasi asap seperti rambut hidung yang terbakar, mucus yang hangus, atau trauma pada mukosa hidung dapat menjadi perhatian. Jika tanda ini ditemukan, kemungkinan pasien menderita intoksisasi CO yang berat.3
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Hipertensi ringan dapat muncul pada beberapa pasien, sedangkan pada pasien yang lain dapat muncul hipotensi akibat hipoksia miokardium. Pada kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula.9,11
Beberapa pemeriksaan penunjung yang dapat dilakukan yaitu :
1.    Pemeriksaan laboratorium.
Analisa kadar COHb membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus. Kadar COHb yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut. Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan ringan kadar CO sampai 10%.  Tingkat tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat menggambarkan derajat intoksikasi CO atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melalui PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.9
Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai leukositosis, hiperglikemia dengan glukosuria, albuminuria dan peninggian SGOT, MDH dan SDH serum. Perubahan kadar gammaglobulin juga pernah dilaporkan. Peningkatan kreatin fosfokinase mengikuti nekrosis otot. Hipoksemia jaringan menyebabkan asidemia laktat. 3

2.    Pemeriksaan imaging.
Pemeriksaan foto rontgen thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus intoksikasi gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan foto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek.10
Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus intoksikasi berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita intoksikasigas CO.10
3.    Pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan elektrokardiogram sering menunjukan sinus takikardi. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemia atau infark. Pada elektrokardiogram mungkin ditemukan gelombang T mendatar atau negatif, tanda insufisiensi koroner, ekstrasistole, dan fibrilasi atrium.

G.  Penatalaksanaan
Penanganan pada kasus intoksikasi CO diarahkan pada perbaikan hipoksia jaringan dan menghilangkan CO dari dalam tubuh. Pemberian oksigen 100% normobarik direkomendasikan pada banyak kasus, sedangkan terapi oksigen hiperbarik digunakan untuk intoksisasi yang parah.
1.    Perawatan Sebelum Tiba di Rumah Sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan terhadap peningkatan kadar COHb diperlukan pada semua pasien korban kebakaran dan inhalasi asap. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih akurat antara kadar COHb dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Intoksisasi CO tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan.5
2.             Perawatan Saat di Unit Gawat Darurat
Target terapi pada intoksisasi CO akut adalah mereduksi kadar COHb di dalam darah ke level dasar dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi guna membantu setiap sistem yang terpengaruh akibat hipoksia. Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda intoksisasi dan kadar COHb turun dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar COHb dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh COHb dengan pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar COHb diatas 40 % atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik. Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28-30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.5

H.  Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Intoksikasi Karbon Monoksida

Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) pertama kali dibahas oleh Haldane pada tahun 1890 dan pertama kali digunakan pada tahun 1960-an. Awalnya, bertujuan untuk mempercepat pelepasan CO dari hemoglobin namun ada efek lainnya yang diakui saat ini. Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus intoksisasi gas CO masih dalam kontroversi. Suatu penelitian yang dilakukan perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan kriteria untuk HBO adalah pasien koma, riwayat kehilangan kesadaran, gambaran iskemia pada EKG, defisit neurologis fokal, test neuropsikiatri yang abnormal, kadar HbCO diatas 40%, kehamilan dengan kadar HbCO >25%, dan gejala yang menetap setelah pemberian normobarik oksigen (NBO). Kriteria yang sama digunakan untuk bayi dan anak-anak juga. Terapi empiris dengan HBO direkomendasikan dalam laporan untuk ibu hamil dengan konsentrasi CO dari 15-20%. Selain itu, wanita hamil mungkin memerlukan terapi oksigen lebih lama dari yang diharapkan karena konsentrasi COHb fetal lebih tinggi dan lambat dieliminasi dari pada ibu.1,6
Meskipun terapi HBO banyak digunakan saat ini, tidak ada standar mengenai waktu terapi atau frekuensi. Pada penelitian review Kaymak et al. dapat dilakukan satu sesi HBO pada tekanan 2,5-3 atm diterapkan pada pasien yang memenuhi kriteria. Sesi tambahan dipertimbangan saat dievaluasi temuan klinis dan eliminasi gejala. Untuk pasien yang tidak memenuhi kriteria atau tidak memungkinkan untuk menggunakan terapi HBO, aliran tinggi oksigen 100% dapat diberikan dengan masker selama 6-12 jam. Dari penelitian Weaver et al., menunjukkan HBO pada 3 atm memiliki keunggulan dibandingkan dengan NBO dalam mengurangi kejadian disfungsi kognitif 46% pada minggu 6 sampai 12 bulan setelah intoksikasi akut CO. Weaver et al. melakukan tiga sesi HBO dalam jangka waktu 24 jam, berdasarkan protokol penelitian Gorman et al., yang menemukan bahwa tingkat kekambuhan untuk gejala sekuele kognitif lebih rendah pada pasien yang dirawat dua kali atau hanya sekali.6,7
Banyak penulis menekankan keunggulan terapi HBO. Komplikasi yang paling umum terlihat dari 0-80% pasien yang telah menjalani terapi HBO adalah ansietas dan barotrauma telinga tengah dan sinus. Kejang, intoksikasi oksigen, edema paru dan pendarahan paru, pneumothorax dan emboli udara merupakan komplikasi yang lebih jarang. Kontraindikasi absolut tunggal untuk terapi HBO adalah pneumotoraks yang tidak diobati. Claustrophobia, otosklerosis atau penyakit telinga tengah lainnya, penyakit paru-paru obstruktif kronik dengan pembentukan bula atau kebutuhan untuk prosedur tertentu seperti aspirasi, defibrilasi, kardioversi dan intubasi merupakan kontraindikasi relatif.6
Penelitian dari Hawkins et al. yang membandingkan hasil penilitiannya dengan Krantz et al. mengenai penilaian prognostik dengan dapatkan tingkat COHb bukan merupakan item penilaian prognostik melainkan keadaan asidosis metabolik saat tiba di rumah sakit. Secara keseluruhan dari dua penelitian yang membandingkan kejadian asidosis metabolic yang berat didaparkan hasil yang signifikan pada pasien yang diterapi dengan HBO.  Kemampuan HBO untuk mengerahkan efek terapi pada intoksikasi CO menunjukkan bahwa mekanisme kerjanya tidak secara eksklusif tergantung pada eliminasi karbon monoksida dari hemoglobin namun hal ini mungkin melibatkan penghambatan jalur seluler yang menyebabkan cedera saraf dan kematian.12
Selain mempercepat eliminasi CO, HBO juga menurun adhesi neutrofil pada endotel sedangkan kerusakan oksidatif akibat radikal bebas dan dampaknya pada gejala neurologis yang tertunda masih yang menjadi bahan perdebatan. Dengan terapi HBO, terjadi peningkatan eliminasi CO dari daerah ikatan di maupun rasio eliminasi CO dari Hb. Hal ini pada gilirannya membuat durasi koma memendek dan penurunan kematian dini pada tahap intoksikasi akut. Efek jangka panjang dari terapi HBO pada intoksikasi CO sangat bervariasi. Selama reoksigenasi setelah hipoksia, HBO meningkatkan jumlah plasma jenis oksigen reaktif dan menghambat peroksidasi lipid di dalam otak. Selanjutnya, HBO menurun sintesis NO dengan menghambat enzim yang menginduksi sintase oksida nitrat (inducible nitric oxide synthase / iNOS). Efek lain dari HBO adalah untuk meningkatkan efek anti inflamasi dengan mengaktifkan enzim hem-oxygenaz-1 (HO-1).6
Dalam meta-analisis dari Juurlink pada tahun 2005, dievaluasi 6 penelitian yang membandingkan keberhasilan NBO dan terapi HBO untuk intoksikasi CO. Di antara mereka, dua studi oleh Thom dan Weaver menunjukkan bahwa terapi HBO lebih efisien daripada terapi NBO sementara yang lain tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kedua terapi tersebut.6

I.     Komplikasi13,14
Karbon monoksida merupakan produk dari pembakaran menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbilitas terkait dengan asap. Komplikasi dari intoksikasi karbon monoksida tergantung dari lama dan banyaknya gas saat terpapar. Komplikasi dari intoksikasi karbon monoksida  yaitu perubahan kesadaran, asidosis metabolik, pneumonia, cardiac aritmia, rabdomiolisis, kerusakan jaringan otak permanen serta kematian.

J.      Pencegahan7
Tingkat COHb sama dengan atau lebih dari 3% dapat mempengaruhi kelompok beresiko tinggi seperti orang tua, wanita hamil, janin, bayi dan pasien dengan penyakit kardiovaskuar atau pernapasan. Untuk pencegahanya dapat menggunakan alarm karbon monoksida dimana alat tersebut dirancang  pada daerah yang menghasilkan tingkat COHb melebiihi 10%. Selain itu dapat juga dihindari dengan menghindari mesin pembakaran dalam ruangan, dan melakukan inspeksi tungku berkala serta pemeriksaan terhadap generator setelah bencana alam.  Berikut merupakan tips untuk menghindari intoksikasi CO :
·      Periksa semua saluran rumah yang bukaanya menghadap ke luar rumah (pemanas air dsb) setiap tahun untuk memastikan saluran pengeluaran tidak tersumbat.
·      Periksa sistem AC mobil saudara untuk memeriksa kebocoran yang mungkin terjadi.
·      Periksa pemanas air, pastikan bukaanya sempurna dan saluran tidak bocor.
·      Jangan nyalakan mobil di dalam garasi yang tertutup rapat.

K.    Prognosis6,15
Prognosis tergantung pada keparahan klinis, dan nilai laboratorium.  Serangan jantung, koma, asidosis metabolik dapat memperburuk prognosis. Prognosis lebih tergantung pada paparan yang lama dan konsentrasi yang besar. Secara umum, sebagian besar kasus kintoksikasi CO tidak lah fatal. Pasien dengan toksisitas CO dapat dipulangkan dalam 4 sampai 6 jam jika tidak ada gejala lain selain gejala-gejala ringan, jika mereka memiliki temuan neurologis normal dan jika mereka tidak memerlukan terapi medis. 


BAB III
KESIMPULAN

Karbon monoksida , adalah gas beracun yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari bahan karbon. CO tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak menyebabkan iritasi, sehingga gambarkan sebagai "pembunuh diam diam".
Karbon monoksida, mengikat atom besi dalam hemoglobin, dengan afinitas 200 kali dari oksigen, dan merusak kapasitas membawa oksigen dari darah. Oleh karena itu, toksisitas CO adalah situasi yang ditandai dengan penurunan transportasi oksigen dan konsumsi.
Waktu paruh eliminasi COHb sangat berkaitan dengan tekanan oksigen parsial yang dihasilkan oleh konsentrasi oksigen inspirasi. Tingginya kadar fraksi oksigen inspirasi baik untuk mempercepat eliminasi CO dan meningkatkan oksigenasi. Dengan menggunakan Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) selain memcepatan eliminasi CO dari hemoglobin dalam penelitian berikutnya diketahui memiliki penghambatan jalur seluler yang menyebabkan cedera saraf dan kematian. Terapi HBO pada 3 atm memiliki keunggulan dibandingkan dengan NBO dalam mengurangi kejadian disfungsi kognitif 46% pada minggu 6 sampai 12 bulan setelah intoksikasi akut CO. Ketika pengobatan HBO tidak memungkinkan, aliran tinggi oksigen 100% dapat diberikan melalui masker selama 6-12 jam.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Blumenthal I. Carbon monoxide poisoning. J R Soc Med 2001 ; 94 : 270-272.
2.      Isik B, Karakilic ME, Yilmaz SE, Kavalci C, Danisman B, et al. Association between the serum lactate level and the clinical symptoms in carbon monoxide poisoning. J Pharm Biomed Sci 2014;04(06):545-551.
3.      Badan POM. Keracunan karbon monoksida. Diunduh dari: http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA.pdf
4.      Health Protection Unit. Carbon monoxide poisoning: a guide for GPs and other medical professional. [Online]. 2011 Jan 10 [cited 2016 April 16];[4 pages]. Available from: URL: http://www.carbonmonoxide.ie/htm/gpfactsheet-poisoning.pdf
5.      Soekamto TH, Perdanakusuma D. Intoksikasi karbon monoksida. Diunduh dari:http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf
6.      Kaymak C, Basar H. Carbon monoxide intoxication-review. J Pharm Sci 35,163-172, 2010.
7.      Weaver LK. Carbon monoxide poisoning. N Engl J Med 2009;360:1217-25.
8.      Soedjana P. Toksikologi. Ed 7. Surabaya. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR. 2010. 167 – 71.
9.      Eugene N. Bruce, Margaret C. A multicompanement model of cartoxyhemoglobin and carboxymyoglobin responses to inhalation of carbonmonoxide. J Appl Physiol95. 2003 : 1235-1247.
10.  Peter MC DeBlieux, Van De Voort, John G Benitez, Halamka, Asim Tarabar. Toxicity, Carbon Monoxide. 2006 [cited 2007 jan 02]. Availabel from :URL :HYPERLINKhttp:/lwww.emedicine.com 
11.  Zeki Palili, Hayriye Saricao, Ahmet Acar. Skin lesions in carbonmonoxide intoxication. Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology 9 (1997),152-154.
12.  Hawkins M, Harrison J, Charters P. Severe carbon monoxide poisoning : outcome after hyperbaric oxygen therapy. British Journal of Anaesthesia 84. 2000. 584-6
13.  Mayoclinic. Carbon monoxide poisoning : prevention & complications. [upload Feb 24, 2015] [download Apr 19, 2016] : 2 sheet. Avaiable from :URL : www.mayoclinic.org
14.  Al-Moamary MS. Complications of carbon monoxide poisoning. Saudi Medical Journal. 2000 ; vol.21 (4): 361-363.
15.  Shochat GN. Carbon monoxide toxicity. [upload Jan 27,2015] [download Apr 19, 2016].
Avaiable from : URL : http://emedicine.medscape.com/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar